Dosen Politani Kupang Latih Tular Demplot Pekarangan ke Warga Alak

Loading

Sebelumnya, pada Kamis—Jumat, 25—26 Juni 2025, sebanyak 50 warga dari 35 RT dan 8 RW di Kelurahan Penkase Oeleta dilatih oleh dosen Politani Kupang terdiri dari Lenny Mooy, S.P., M.P. Theresia Ginting, S.P., M.P. dan Heny.M.C.Sine, STP., M.Si.

 

Kupang | Kabar gembira datang dari salah satu warga Penkase Oeleta, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Nadra Aga Iryani (63), warga RT 29 RW 08 ini menyampaikan rasa bahagianya dengan mengirimkan video pendek hasil panen olahan eco enzim dan pupuk cair organik di dalam wadah.

Nadra pun berencana menggunakan eco enzim dan pupuk cair organik untuk demplot pertaniannya. Namun, ia mengungkapkan bahwa di rumahnya tak memiliki halaman. “Belum tanam, masih siap bedeng saja karena di perumahan tak ada lahan,” ungkapnya saat dihubungi pada Senin sore, 28 Juli 2025.

Nadra juga menyampaikan sementara menunggu pemberian bibit sayuran dari dosen Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Kupang.

Cerita berhasil mengolah eco enzim dan pupuk cair organik pun datang dari warga lain seperti Kristiana Sunarko, Allen Toelle, Mama Derren, Widhi Hastuti, Siti Afidah, dan Kelompok Tani Tangguh Mandiri 25. Mereka merupakan para peserta pelatihan eco enzim dan herbal, inovasi hijau untuk kesehatan dan kelestarian yang dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) khususnya Layanan Dana Masyarakat untuk Lingkungan (FOLU NET SINK 2030).

Sebulan sebelumnya, pada Kamis—Jumat, 25—26 Juni, sebanyak 50 warga dari 35 RT dan 8 RW di Penkase Oeleta dilatih oleh dosen Politani Kupang terdiri dari Lenny Mooy, S.P., M.P. Theresia Ginting, S.P., M.P. dan Heny.M.C.Sine, STP., M.Si. Ketiganya masing-masing menyuguhkan materi tentang pertanian oekarangan untuk kesehatan dan kelestarian, eco enzim untuk kesehatan dan kelestarian lingkungan serta materi tanaman herbal untuk kesehatan dan kelestarian.

Pose bersama Theresia Ginting (tengah) dengan warga Penkase Oeleta bersama eco enzim hasil pengolahan warga Penkase Oeleta

Antusiasme ditunjukkan kelima puluh peserta pelatihan dengan mengajukan pertanyaan hingga menelisik mengapa tanaman pekarangan yang ditanam secara konvensional tidak subur dan terkena hama. Seperti Nurhayati dari RT 04 yang menanyakan mengapa tanaman pepaya dan serai tak subur. Begitu pula dengan Ida dari RT 27 yang bertanya mengapa tanaman tomat, cabainya terkena hama putih.

Pemateri pertama, Lenny Mooy kepada para peserta menyampaikan bahwa dirinya dan Komunitas Kupang Batanam intens memberikan edukasi kepada para ibu rumah tangga hingga dasawisma untuk mengajar menanam di pekarangan rumah.

“Awalnya kami berempat membentuk Kupang Batanam pada 21 Oktober 2017, kemudian mengembangkan sayap ke Pulau Semau pada tahun 2018—2021, 2021—2023 di Amfoang, Kabupaten Kupang dan tahun 2023—2025 di Pulau Sabu,” bebernya sembari menyampaikan ia dan ketiga temannya mengajak dan melatih mama-mama bertani di pekarangan.

Lenny juga menekankan bahwa lahan berukuran sempit di lokasi perumahan pun dapat dimaksimalkan sebagai demplot pertanian. Seperti lahan pekarangan para warga pemilik rumah di Kelurahan Alak Penkase, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rata-rata lahan pekarangan berkisar 10-15 meter persegi bahkan ada yang nyaris tak memiliki pekarangan.

Lenny menekankan pertanian pekarangan dapat menyediakan pangan segar dan bergizi, mengurangi konsumsi bahan kimia dari luar (karena tanaman ditanam sendiri, bisa secara organik), meningkatkan aktivitas fisik dan mental keluarga melalui berkebun dan mendukung ketahanan pangan rumah tangga (sumber sayuran organik tanpa pupuk kimia). Adapun sayuran daun yang dapat ditanam di pekarangan seperti kangkung, sawi putih/manis, selada, seledri, daun bawang, bayam, dan tanaman biofarmaka. Sementara, sayuran buah berupa tomat, cabai, timun, pare, buncis, kacang panjang dan tanaman obat/herbal.

Warga Penkase Oeleta mengolah tanaman herbal

Pelatihan eco enzim dan tanaman herbal

Selain pelatihan pertanian pekarangan, para warga Penkase Oeleta dilatih mengolah eco enzim sebagai pupuk cair organik dan herbal.

Pemateri kedua, Theresia Ginting menyampaikan manfaat eco enzim untuk kesehatan seperti sebagai disinfektan alami dan ramah kulit, dapat membersihkan luka ringan, pengganti pembersih rumah tangga, meningkatkan kualitas udara, membersihkan sayuran dan buah, sebagai obat kumur, dan membantu meredakan infeksi dan alergi pada anak.

Sementara pemateri ketiga, Heny Sine memaparkan tanaman herbal dapat dijadikan jamu modern berkelanjutan, sebagai pengembangan Fitofarmaka (obat herbal terstandar dengan uji klinis), kosmetik alami berbasis herbal berupa produk perawatan kulit dan tubuh dengan bahan baku herbal yang lestari.

Pendampingan selama tiga bulan

Pelatihan yang dilakukan oleh ketiga dosen Politani Kupang tak hanya berupa materi saja, namun pada hari kedua diberikan pelatihan membuat eco enzim, pupuk cair organik, hingga mengolah tanaman herbal menjadi olahan bubuk jahe dan kunyit asam.

Proses pendampingan pun dilakukan ketiga dosen Politani Kupang kepada para peserta pelatihan yang menduplikasi dan mempraktekkan materi pelatihan selama tiga bulan pasca-pelatihan yakni pada Juli—September 2025.

Penulis (+Roni Banase)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *