Kupang, Garda Indonesia | Kuliah kerja nyata (KKN), penelitian, pendidikan perguruan tinggi telah berlangsung sejak lama yang terangkum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dikaitkan dengan isi pengurangan risiko bencana. Demikian dilontarkan Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Nusa Tenggara Timur (Forum PRB NTT), Norman Riwu Kaho dalam sesi diskusi bersama SIAP SIAGA, BPBD Provinsi NTT, praktisi kebencanaan dari UPN Veteran Yogyakarta, dan kalangan perguruan tinggi.
NTT, tekan Norman Riwu Kaho, merupakan supermarket bencana yang mana saat ini (Agustus—September, red) sementara dilanda bencana kekeringan dan kebakaran hutan, pada November—April bakal terjadi bencana (banjir, longsor, angin kencang, red) plus bencana yang tak memiliki siklus seperti gempa bumi dan konflik.
Menurut Norman, meski kita hidup di daerah rawan bencana, namun riset dan penelitian, publikasi terkait bencana minim. “Bagaimana orang (pihak terkait) dapat mengambil kebajikan berbasis riset jika publikasi sepi, terkadang dipublikasikan (namun hanya dikonsumsi kalangan sendiri),” ucapnya.
Norman pun menyoroti manfaat kuliah kerja nyata (KKN) perguruan tinggi yang hanya sebatas menyapu kantor desa/kelurahan atau membuat maupun merenovasi papan informasi bagi masyarakat. “Kenapa kita tidak membuat KKK tematik desa tangguh bencana (Destana). NTT memiliki 3.353 desa/kelurahan, baru 8 persen yang menjadi desa tangguh bencana level satu,” ungkapnya.
Sejurus, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kalak BPBD Provinsi NTT), Ambrosius Kodo sebagai narasumber pada sesi diskusi terbatas tersebut merindukan kolaborasi dengan semua pihak guna mewujudkan NTT tangguh bencana termasuk perguruan tinggi. Perguruan tinggi pun memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya peningkatan pengurangan risiko bencana.
“Pengurangan risiko bencana hanya dapat dilakukan dengan pendekatan ilmu dan teknologi,” ujarnya sembari mengilustrasikan fenomena gunung pindah (longsor di Takari, Kabupaten Kupang) diperlukan kajian dari akademisi Undana.
Ambrosius Kodo pun berharap teori dan kajian pengurangan risiko bencana dapat dihasilkan kampus. Pada sesi tersebut, ia membeberkan data dampak bencana alam periode 1 Januari—31 Desember 2022 yakni terjadi 2 kali gempa bumi, karhutla 21 kejadian, banjir 59 kejadian, tanah longsor 45 kejadian, cuaca ekstrem 21 kejadian, angin kencang/puting beliung 15 kejadian, gelombang pasang & abrasi 13 kejadian.
Sementara, Eko Teguh Paripurno, akademisi UPN Veteran Yogyakarta membeberkan best practice kerja Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana (FPT PRB) yang disepakati pada 19 November 2008 oleh 17 perguruan tinggi di Indonesia.
Dibeberkan Eko, saat ini ada 60 perguruan tinggi dengan mandat utama mendukung terwujudnya pengurangan risiko bencana yang dilaksanakan secara profesional dan selaras antara ilmu dan teknologi.
“Pembelajaran kebencanaan adalah hal yang tak menarik, namun kami melakukan gerakan perguruan tinggi tangguh bencana (PTTB) dan membuat kajian bencana,” seraya menukil keberadaan kuliah kerja nyata perguruan tinggi yang hanya sekadar “mengecat tembok kuburan”.
Selain itu, Lenny Mooy selaku Ketua Kaukus Akademisi Forum PRB NTT menyoroti peluang memasukkan isu pengurangan risiko bencana dalam kurikulum Merdeka Belajar, Kampus Merdeka (MBKM).
Dosen Politani Kupang ini pun menyampaikan bahwa saat ini Politeknik Pertanian Negeri Kupang sementara menyiapkan panduan pelaksanaan “Membangun Desa” yakni bentuk kegiatan pembelajaran (BKP) yang mengasah softskill kemitraan dan kolaborasi lintas disiplin serta leadership mahasiswa dalam mengelola program pembangunan di wilayah desa. BKP Membangun Desa dilaksanakan selama kurun waktu 6—12 bulan diakui 20—40 SKS (sistem kredit semester).
Hadir pada diskusi terbatas yang diinisiasi oleh SIAP SIAGA dan didukung oleh BPBD Provinsi NTT pada Kamis, 3 Agustus 2023 di Palacio Room Aston Hotel Kupang antara lain perwakilan dari Universitas Nusa Cendana, Universitas Muhamadiyah, UPG 1945 NTT, Universitas Katholik Widya Mandira Kupang, Politeknik Pertanian Kupang, media massa, dan lembaga usaha.
Penulis (+Roni Banase)
1 komentar