‘Ovos Omnes’ – Devosi Bagi Wafatnya Yesus Kristus
Oleh Helmy Tukan, S.Pd
Larantuka-NTT, Garda Indonesia | Sebuah refleksi Hari Raya Paskah (Wafatnya Isa Almasih atau Yesus Kristus) dituangkan penulis dalam ritual sakral yang menjadi Tradisi Misa Katolik di Larantuka Kaupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur
Hari ini Valentine datang lagi ke tempat kami. Dari Barat, dia pelan-pelan merangkak masuk dan tinggal bersama dalam budaya kami. Ada pesta yang dibuat anak-anak muda sekadar untuk merayakan hari bertajuk kasih sayang ini, ada perayaan bertema cinta kasih yang diadakan beberapa pelajar muda, ada romantisme hidup para pasangan yang lagi kasmaran, dan entah apa lagi yang terjadi. Singkatnya setiap orang punya cara tersendiri untuk merayakannya. Termasuk aku.
Bagiku, Valentine Day di kampung nyatanya biasa-biasa saja. Tidak jauh berbeda seperti malam-malam sebelumnya. Aku malah lebih terkesima pada senja temaram di kaki Ile Mandiri, sebuah gunung tangguh yang menaungi kampungku dan beberapa kampung lain di wilayah kota kami, Larantuka di Kabupaten Flores Timur. Kampungku persis terletak di muka gunung itu.
Sore itu hujan mengguyur habis kotaku sedang aku hanya duduk terpaku menunggu ia berhenti. Malam datang lagi, begitupun hujan. Ada hujan malam ini. Lagi-lagi ia menjemput aku, pelan-pelan dengan deraian yang halus sampai pada iringan bunyi yang sesekali gelegar.
Lupakan tentang hari Valentine yang tidak kontekstual sedikitpun bagiku. Malam ini aku gelisah. Bulan Februari hampir usai. Dan beberapa minggu lagi kita akan memasuki bulan Maret.
Bagi saya Maret adalah bulan berkat, bulan awal puasa bagi kami umat Katolik. Awal Bulan Maret nanti kami akan mulai menjalani masa puasa. Aku adalah salah satu orang yang sangat menantikan hadirnya bulan penuh berkat itu. Ada banyak hal yang bisa kulakukan pada saat itu.
Pada saat itu, aku akan bergabung bersama beberapa rekan ibu muda seumuranku, para remaja dan juga beberapa ibu paruh baya. Kami akan menjalani masa latihan selama satu bulan penuh.
Latihan untuk apa? Ini menarik. Kami akan dilatih melantunkan sebuah lagu khas di Malam Jumat Agung. Lagu ratapan Veronika, perempuan yang menyeka wajah Yesus dalam jalan salibNya. Lagu ini akan dinyanyikan dalam bahasa latin.
Sebagai seorang Katolik, apalagi sebagai penyanyi lagu Jumat Agung dimaksud, kami wajib menjalani puasa.
Dalamnya kami harus menahan diri, mawas diri, sabar dan tentunya tetap kuat dalam menghadapi segala godaan lahir batin. Inti dari puasa adalah ketulusan hati. Artinya engkau tak perlu menunjukkan kepada semua orang bahwa engkau sedang berpuasa. Cukup Tuhan saja yang tahu niat baikmu itu.
Mungkin itu sedikit pemahaman saya tentang puasa dan pantang pada bulan puasa setiap tahunnya sebelum kami merayakan Paskah kebangkitan Tuhan Yesus.
Derai hujan di malam ini terus menemaniku. Anganku melayang jauh pada lembaran kisah masa lalu, masa-masa awalku mengenal devosi atau penyembahan khusus kepada Sang Pemberi hidup.
Tepat pada tahun 2012 aku mulai menjalankan devosi pertamaku melalui alunan suara yang kupersembahkan khusus pada malam wafatNya Yesus Kristus. Sebuah lagu ratapan “Ovos Omnes.” Entah kenapa aku begitu tertarik ketika awal aku mendengar lantunan lagu ini.
Kala remaja dulu, aku selalu mengikuti prosesi Jumat Agung bersama sahabat-sahabatku. Lantunan lagu ratapan Veronika, seorang wanita yang menangis pilu meratapi nasib Sang Juru Selamat Yesus Kristus.
Anda bisa bayangkan sebuah lagu sedih, dinyanyikan dengan penuh penghayatan dan deraian air mata di tengah malam yang gelap dan sunyi? Barangkali bintang bahkan bulanpun enggan menampakkan indahnya karena ikut meratapi duka bersama Veronika, si perempuan tersebut.
Aku tertegun melihat dari balik jendela kamarku. Di langit sana hanya ada segugus bintang redup cahayanya, terkenang aku akan indahnya masa dan waktu di mana aku bersama rekan-rekanku menjalani latihan di sebuah kapela kecil di jantung kota Larantuka. Kapela Tuan Ana, kapela kecil di Kota Tua Larantuka peninggalan Bangsa Portugis yang menjadi salah satu destinasi wisata rohani di Larantuka yang biasa kami kunjungi. Di tempat inilah kami dilatih selama satu bulan agar pada tiba waktunya kami bisa mempersembahkan lagu ratapan ini dengan baik.
Memang tidak mudah untuk menjadi seorang pelantun ovos. Wanita yang terpilih harus benar-benar menjalani puasa dan pantang. Dia tidak boleh mudah terbawa emosi buruk, selalu tenang dan sabar. Terpilih menjadi pelantun ovos bukan hanya karena alasan kualitas suara yang baik, melainkan yang lebih utama ialah karena kualitas diri yang berintegritas.
Itu nomor satu. Jadi, selain menjaga suara agar bisa tampil maksimal, si wanita Veronika zaman now inipun wajib menjalani semua aturan yang ditetapkan oleh para pendahulu di paroki Katedral Reinha Rosari Larantuka.
Akh… Banyak ide lalu-lalang di kepalaku. Aku kaget dan tersadar, jarum jam sudah menunjukkan pkl. 23.30 WITA. Detik demi detik berlalu tanpa kata di malam Valentine ini. Kasih sayang dan cinta serta pengorbanan Yesus membuatku semakin merasa berdosa. Aku yang terpilih menjadi Veronika zaman now malah selalu melukai hati tersuci Yesus yang hadir melalui orang-orang sekitarku.
Di tengah kesibukanku sebagai seorang pengajar dan ibu rumah tangga, aku selalu berpikir kapankah Veronika-Veronika zaman now akan bertobat? Kapankah dosa-dosa akan lenyap dari muka bumi seperti hilangnya embun ketika diterpa sinar mentari? Ah manusia, beginikah balasanmu terhadap kasih Yesus? Kapankah engkau menjawab panggilan dan ajakan bertobat dariNya dengan mudah seperti ketika engkau menjawab panggilan telepon dari nomor seorang spesial yang muncul di layar handphonemu?
Malampun perlahan pergi di sela-sela lamunanku. Tak terasa air mataku jatuh dari kelopak mata yang hendak kukatupkan sekarang. Jiwaku bergetar, ragaku lelah. Ini tangisan syukurku pada Tuhan karena boleh menjadikanku alatNya agar aku bisa menjadi bagian dari devosi kudus ini.
Devosi khusus mengenang wafat Yesus Kristus. Aku bangga karena terpilih menjadi wakil wanita-wanita zaman now, menjadi Veronika zaman now mulai dari tahun 2012—2018. Aku bahagia boleh mempersembahkan suaraku pada malam Jumat Agung nanti. Aku benar-benar menjadi Veronika di zaman Yesus, melantunkan ovos, meratapi dukaNya dan menangisi nasibNya di malam penuh rahmat itu.
Dalam keterbatasanku dan dengan segala kesibukanku, aku ingin selalu menjadi wanita pelantun ovos. Ingin kupersembahkan segala beban hidupku di dalam luka hati terkudus Yesus. Sebab kutahu Yesus adalah kekuatan dan penolongku. Dia selalu ada ketika aku di dalam lautan duka. Dia hadir ketika aku dirundung masalah. Dan aku percaya dan selalu percaya bahwa di dalam luka-lukaNya, aku akan menemukan kebahagiaan. Oh Yesus, jadikan aku Valentine-Mu! (*)
Penulis (*/Seorang Guru dan Pegiat Literasi di Kota Larantuka)
Editor (+rony banase)