Masa Kecil Tak Akan Datang untuk Kali Kedua

Loading

Oleh : Anto Narasoma

Jakarta, Garda Indonesia | Masa kecil tak datang kedua kali. Karena masa adalah kesempatan untuk menikmati pengalaman yang tak mungkin sama dibanding masa-masa berikutnya. Saat kecil dulu, persahabatan antarsesama anak-anak pun terjalin murni. Yang ada di hati hanyalah mengumbar perasaan suka dan senang, serta saling menyenangkan.

Persahabatan anak-anak dalam konteks bermain, ditunjang oleh lingkungan yang asri dan udara bersih. Tak ada kebencian, tidak ada perasaan untuk saling menyakiti. Kehidupan anak-anak di bawah tahun 197-an relatif murni.

Permainan anak-anak saat itu, konotasinya berkaitan dengan alam. Keaslian alam telah membentuk jiwa anak-anak menjadi penyayang dan penuh kasih antarsesama. Dari hal permainan anak-anak, misalnya, mereka selalu mengaitkan nilai-nilai alamiah menjadi kegiatan menarik.

Misalnya bermain kuda-kudaan, anak-anak membuat kuda tunggang dari pelepah pisang. Namun ketika dimaimkan dengan jumlah anak yang banyak, permainannya menjadi asyik dan ramai. Begitu pun ketika melakukan permainan perang-perangan, anak-anak membuat pistol dan senapan menggunakan papan kayu.

Secara faktual ketika itu, anak-anak tampak lebih kreatif dibanding sekarang. Karena nilai alami telah membentuk jiwa anak-anak menjadi luhur dan menghargai persahabatan. Karena nilai-nilai agama yang diajarkan orang tua begitu melekat di dalam jiwa anak.

Kita juga mengakui, anak-anak sekarang memiliki kreativitas berbeda. Mereka sudah dimanja dengan alat permainan berteknologi tinggi. Ponsel android, misalnya, mereka barangkali mampu menguasai teknologi modern. Namun kehidupan pribadinya justru selalu berada dalam kesendirian. Tak banyak sahabat seperti dalam kegiatan permainan alami anak-anak dahulu.

Meski di antara dua zaman berbeda itu pola permainan anak-anak sangat bertolak belakang, namun tiap zaman memberi ruang kreativitas yang sangat berbeda.

Namun persentase kreatifnya justru lebih banyak anak-anak di bawah era 1980-an. Kalau era milenial anak-anak justru dimanja dengan permainan instan, dulu anak-anak harus membuatnya sendiri dengan ketersediaan alam di lingkung kehidupan mereka.

Yang jadi pertanyaan, hebat manakah cara berpikir dan sikap bermasyarakat anak-anak dulu dan sekarang?

Meski pertanyaan itu tak membutuhkan jawaban, namun secara pribadi, anak-anak dahulu memiliki karakter polos, bersahaja dan lebih mengutamakan kebersamaan. Di era milenial ini, tak sedikit anak-anak berada dalam suasana kesendirian yang cenderung selalu meminta bantuan orangtua ketika ada aktivitas yang membutuhkan kreativitasnya sendiri.

Memang, dari dua zaman yang berbeda itu memiliki plus-minus karakter dan kecerdasan anak-anak kita. Namun demikian kita rindu dengan kehidupan alamiah masa lalu. Karena masa yang telah mendidik manusia itu tak akan datang untuk kali kedua. (*)

Sumber berita (*Tim IMO Indonesia)
Editor (+rony banase)