Nadiem Makarim dan Arah Pendidikan Indonesia

Loading

Oleh : Hendrik Masur

Nadiem Makarim resmi ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan Republik Indonesia dalam Kabinet Indonesia Maju setelah diumumkan Presiden Joko Widodo pada Rabu, 23 Oktober 2019. Penunjukan Nadiem Makarim menjadi sebuah kejutan lantaran dia lebih dikenal sebagai pelopor Startup di Indonesia yang melahirkan Gojek.

Kendati memiliki basis pendidikan yang sangat baik dan dikenal sebagai praktisi bisnis yang progresif, kiprah dan rekam jejaknya dalam dunia pendidikan tidak terlacak. Masyarakat juga tidak pernah tahu konsep Nadiem tentang bagaimana pendidikan harusnya diurus.

Ke mana arah pendidikan di bawah Nadiem? “Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, yang menyiapkan SDM-SDM yang siap kerja, siap berusaha, yang me-link and match antara pendidikan dan industri,” demikian Presiden Jokowi berpesan.

Kita (VIP) berharap Nadiem Makarim memandang pendidikan secara lebih holistik, bukan sekadar melayani kepentingan pasar dan industri dengan menyiapkan peserta didik menjadi tenaga kerja. Konsep link-match seperti yang disampaikan Jokowi pernah menjadi roh politik pendidikan masa Orde Baru, dan terbukti gagal. Indonesia tertinggal jauh bahkan di kawasan ASEAN. Jika pendidikan hanya untuk melayani industri dan dunia kerja, Nadiem bisa saja menciptakan robot dan memperbanyak aplikasi.

Bertahun-tahun pendidikan Indonesia hanya berkutat pada soal learning to know dan learning to do untuk melayani kepentingan pasar.

Saatnya Kementrian Pendidikan meradikalkan fungsi pendidikan pada tahap yang lebih mulia: belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama (learning to live together). Keberhasilan dan ketahanan kita sebagai bangsa akan ditentukan oleh kedua fungsi tersebut ditengah gelombang revival identitas yang menyapu berbagai negara di dunia.

Selain itu, persoalan-persoalan dasar dalam dunia pendidikan masih memasung kita untuk bergerak maju. Persoalan infrastruktur, kualitas guru, dan pemerataan pendidikan dalam teritorial Indonesia yang sangat luas harusnya tetap menjadi perhatian utama.

Kita bisa saja berbusa-busa berbicara tetang era industri 4.0, tetapi abai menyelesaikan persoalan dasar. Maka penting bagi Nadiem untuk melihat masalah pendikan dari daerah-daerah terpencil, terdepan, dan termiskin di Indonesia. (*)

Penulis (*/Praktisi Pendidikan dan Ketua Visi Indonesia Pintar)
Editor (+rony banase)