LP2M Undana Edukasi Budaya Sadar Bencana di SD Kristen Rehobot Kupang

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | SD Kristen Rehobot Kupang yang berlokasi di tengah hamparan sawah dan sering menjadi korban terpaan angin putting beliung dan bencana banjir, memperoleh perhatian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Nusa Cendana (Undana) bekerjasama dengan Kemenristek/BRIN.

Hasil identifikasi masalah dan analisa situasi yang dilakukan oleh tim pelaksana LP2M Undana di Desa Oebelo, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT ditemukan bahwa ancaman bencana alam seperti banjir, dan angin puting beliung cukup serius terutama bagi para siswa SD Kristen Rehobot. Berdasarkan hasil assessment, SD Kristen Rehobot Kupang Tengah selalu dilanda bencana angin puting beliung setiap tahun. Kejadiannya terjadi pada siang hari pada jam-jam sekolah.

Berdasarkan analisis situasi ditemukan belum pernah dilakukan upaya apa pun untuk mengurangi risiko bencana baik banjir maupun angin puting beliung, maka Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Undana Kupang melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) di SD Kristen Rehobot Kupang Tengah pada Kamis, 16 Juli 2020 dengan mengusung tema, “Pengarusutamaan Literasi Informasi Kebencanaan ke dalam Pembelajaran Sekolah Dasar Kristen Rehobot Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.”

Ketua tim pelaksana PKM, Dr. Petrus Ana Andung, S.Sos., M.Si. didukung oleh Leonard Lobo dan Silvania S.E. Mandaru sebagai anggota, memberikan edukasi budaya sadar bencana berupa literasi informasi kebencanaan kepada para tenaga pengajar di SD Kristen Rehobot Kupang Tengah. Tak hanya itu, pihak Perkumpulan Masyarakat Penanggulangan Bencana (PMPB) Provinsi NTT pun dilibatkan memberikan edukasi tentang komunikasi kebencanaan.

Ketua tim Piet Andung [sapaan akrabnya] kepada Garda Indonesia mengungkapkan bahkan para guru mengaku tidak memiliki kapasitas bagaimana melakukan tindakan penyelamatan diri dan juga ke anak-anak bila terjadi bencana. Sementara itu, anak-anak di sekolah belum pernah diajarkan tentang bagaimana melakukan upaya penyelamatan diri bila dalam kondisi bencana baik melalui materi di dalam kelas maupun luar kelas.

Kris Nggelan dari Perkumpulan Masyarakat Penanggulangan Bencana (PMPB) Provinsi NTT sedang memberikan edukasi budaya sadar bencana

“Masalah keterbatasan literasi informasi (komunikasi) kebencanaan dan masalah ketiadaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan isu/topik pengurangan risiko bencana,” ungkapnya seraya menyampaikan berdasarkan persoalan tersebut, maka dilakukan program PKM.

Tujuan utamanya, imbuh Doktor Piet Andung, setelah para guru memperoleh Literasi Informasi kebencanaan, maka diharapkan dapat diterapkan kepada anak-anak agar memiliki budaya sadar bencana atau siaga bencana. “Dengan menanamkan budaya sadar bencana sejak mula, maka mereka dapat menerapkan atau menularkan informasi,” harapnya.

Adapun bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan, imbuh Doktor Piet, yakni kampanye informasi penyadaran kepada para guru tentang pentingnya pengarusutamaan literasi informasi kebencanaan dalam pembelajaran di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas melalui kegiatan ektrakurikuler atau ekskul.

Yang kedua, lanjutnya, berupa penguatan kapasitas para guru SD melalui pelatihan tentang komunikasi kebencanaan. “Melalui pelatihan ini, para guru difasilitasi untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai berkenaan dengan literasi informasi kebencanaan sehingga dapat diteruskan ke para siswa melalui pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.

Workshop pembahasan RPP Mata Pelajaran IPA dan Mulok, jelas Doktor Piet, merupakan kegiatan ketiga untuk mengintegrasikan Literasi Informasi Kebencanaan. “Inti kegiatan ini melakukan pembahasan secara teknis akan bagaimana mengintegrasikan pengetahuan dan informasi kebencanaan dalam RPP pada mata pelajaran IPA dan Mulok di SD Rehobot Kupang Tengah,” jelasnya.

Tampak para guru SD Kristen Rehobot Kupang Tengah sedang menyimak pemaparan literasi informasi kebencanaan

Selain itu, tandas Doktor Piet, dilakukan produksi media-media komunikasi (poster dan buklet) tentang topik bencana angin puting beliung dan banjir sebagai alat bantu pembelajaran bagi para guru.

Kepala SD Kristen Rehobot Kupang Tengah, Mariajina Soares, S.Pd., menyampaikan bahwa sekolah memang sangat rawan dengan angin puting beliung karena berlokasi terbuka dan berada di tengah lapangan kosong. “Tidak ada pepohonan. Setiap tahun selalu ada bencana angin puting beliung. Yang paling parah di Desember 2017 dan Januari 2018. Kalau angin puting beliung terjadi, kami hanya diam saja di dalam kelas. Kalau ada jam pelajaran, anak-anak dilarang ke luar kelas,” ungkapnya.

Mariajina yang telah menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2014 ini pun menguraikan kilas balik kejadian puting beliung, bahwa ada banyak seng yang beterbangan, rumah-rumah warga di sekitar sekolah atapnya terangkat semua dan beberapa jatuh di halaman sekolah.

“Seng-seng di rumah warga sampai di halaman sekolah, sementara seng sekolah entah terbang ke mana,” bebernya.

Selain ancaman angin puting beliung, imbuh Mariajina, sekolah ini juga rawan terhadap bahaya banjir. Lokasinya yang berdekatan dengan sungai cukup berpotensi terjadinya banjir hampir setiap tahun. Apalagi bila terjadi hujan lebat dengan intensitas tinggi.

“Lokasi sekolah juga rawan banjir karena letaknya sangat berdekatan dengan kali atau sungai di antara Desa Tanah Merah dan Desa Oebelo, Kupang Tengah. Sungai ini sering meluap pada saat musim hujan. Sekolah persis di belakang. Setiap hujan lebat pasti meluap sampai ke sekolah,” ujarnya sembari menyampaikan jumlah siswa yang berada di SD Kristen Rehobot sebanyak 208 orang.

Penulis dan editor (+rony banase)

Sumber berita dan foto (*/Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Undana)