Gunung Ile Lewotolok di Lembata Meletus, Waspada Ancaman Lahar

Loading

Lembata-NTT, Garda Indonesia | Gunung api Ile Lewotolok diamati secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan yang terdapat di Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Secara geografis, Gunung Ile Lewotolok berada pada koordinat 08°16’15” LS dan 123°30’18” BT (1423 mdpl). Secara administratif terdapat di wilayah Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Martanto, S.T. dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dalam rilisnya menyampaikan, sebelumnya, pada 7 Oktober 2017 tingkat aktivitas Gunung Ile Lewotolok (1.018 m dpl) dinaikkan dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II) yang dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan kegempaan terutama gempa Tektonik Lokal (TL), Vulkanik Dalam (VA), dan Vulkanik Dangkal (VB) sejak pertengahan September 2017.

Kemudian pada 26 November 2020 sekitar pukul 19.43 WITA terekam gempa tremor tidak menerus pada seismometer dan pada 27 November 2020 pukul 05:57 WITA terjadi erupsi. Aktivitas kegempaan pasca erupsi sempat mengalami sedikit penurunan namun pada 29 November 2020 mulai pukul 00:00–06:00 WITA kegempaan yang mengindikasikan adanya suplai magma dari kedalaman kembali meningkat yaitu berupa 6 kali gempa Vulkanik Dalam (VA).

Dalam tiga bulan terakhir, imbuh Martanto, terekam fluktuatif, kegempaan didominasi oleh gempa Vulkanik dalam yang terekam maksimal sebanyak 26 kejadian pada tanggal 14 September 2020, namun relatif menurun dan rata-rata terekam sebanyak 1 hingga 12 kejadian per hari.

Hasil analisis, terang Martanto, Gunung Api Ile Lewotolok mengalami erupsi pertama pada 27 November 2020 pukul 05:57 WITA dengan tinggi kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam tinggi 500 m di atas puncak (± 1.923 m di atas permukaan laut) dengan intensitas tebal condong ke arah barat. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 34 mm dengan durasi erupsi tidak teramati jelas karena diikuti tremor menerus.

Erupsi kedua terjadi pada 29 November 2020 pukul 09:45 WITA dengan tinggi kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam tinggi 4000 m di atas puncak (± 5.423 m di atas permukaan laut) dengan intensitas tebal condong ke arah barat di kolom bagian bawah dan ke arah timur di kolom bagian atas. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 35 mm dengan durasi erupsi 10 menit dan diikuti tremor menerus.

Data pemantauan tersebut, ungkap Martanto, mengindikasikan bahwa aktivitas Gunung Ile Lewotolok masih tinggi dan berpotensi untuk mengalami erupsi susulan dengan potensi bahaya berupa
lontaran batu/lava pijar ke segala arah, hujan abu lebat yang penyebarannya bergantung arah dan kecepatan angin, awan panas utamanya ke arah bukaan kawah (tenggara), longsoran material lapuk yang berada di kawah puncak ke arah tenggara, maupun aliran lahar di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Ile Lewotolok terutama pada musim hujan.

Dalam tingkat aktivitas Siaga (Level III), tandas Martanto, masyarakat di sekitar Gunung Ile Lewotolok maupun pengunjung/pendaki/wisatawan direkomendasikan agar tidak melakukan aktivitas di dalam radius 4 km dari kawah puncak, mengingat potensi bahaya abu vulkanik yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut (ISPA) maupun gangguan kesehatan lainnya.

“Masyarakat yang berada di sekitar Gunung Ile Lewotolok agar menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit, mengingat abu vulkanik hingga saat ini jatuh di beberapa sektor, maka masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai-sungai yang berhulu di Gunung Ile Lewotolok agar mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar terutama di musim hujan,” tandasnya.

Sumber berita dan foto (*/istimewa)
Editor (+rony banase)