Pemanfaatan Dunia Digital dalam Terobosan Kebudayaan

Loading

Oleh : I Gusti Agung Gede Artanegara

Harus diakui pandemi memaksa masyarakat untuk lebih adaptif dengan kondisi perubahan sosial yang sporadis. Mau tidak mau, tatanan kemanusiaan mulai bergeser menuju bentuk lainnya yang pastinya jauh berbeda dari sebelumnya. Perubahan-perubahan besar hampir di segala aspek termasuk dalam ruang kebudayaan, perubahan tersebut menjadi keniscayaan dalam berkebudayaan.

Dampak pandemi mengakibatkan tempat pertunjukan, obyek wisata cagar budaya, museum, dan tempat budaya lainnya menjadi sepi pengunjung. Walaupun begitu masih ada medium lain yang dapat digunakan dalam berekspresi yaitu dengan teknologi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi cara baru dalam menyampaikan ide dan gagasan. Relasi sosial berubah ketika semua mau masuk ke dalam perkembangan digitalisasi di mana relasi yang dulu harus dilakukan secara langsung, sekarang tidak perlu lagi.

Penggunaan youtube, sosial media, dan berbagai macam format video menjadi jembatan dalam penyebaran informasi kebudayaan. Pada saat Pekan Kebudayaan Nasional yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, kegiatan tersebut menggunakan format sepenuhnya online dan terlihat jumlah penontonnya lumayan besar sekali.

Penggunaan teknologi bukan suatu keharusan dan juga bukan sebagai pilihan tetapi kenyataan yang mau tidak mau harus diterima, yang mana desa-desa adat, museum, tempat pertunjukan, rumah seni, dan sebagainya dapat diketahui masyarakat. Kemampuan teknologi dapat dimanfaatkan guna meng-upgrading atau mengenalkan kebudayaan melalui program konten-konten budaya kepada masyarakat dan itu merupakan cara yang paling mudah dan paling murah untuk menarik orang mengonsumsi berbagai macam inovasi budaya kita.

Memang tidak ada cara lain kecuali forum digital dan itu merupakan kanal terbesar, termurah, paling efektif, dan dapat dihitung hasilnya. Jadinya itu suatu keniscayaan dan kalau tidak memikirkan berbagai macam inovasi baik dari sisi animasi, augmented reality, serta cara berinteraksi antara budaya dan sejarah maka, kebudayaan Indonesia dapat ketinggalan zaman dan anak-anak muda tidak akan pernah senang untuk datang ke lokasi-lokasi cagar budaya, seni pertunjukkan, maupun tempat budaya lainnya.

Teknologi dapat dipandang positif, ketika membawa manfaat besar dan membantu aktivitas manusia. Fenomena digital tidak bisa dipungkiri telah masuk ke dalam sendi kemanusiaan, penetrasinya hingga ke dalam perilaku manusia dan kehidupan sehari-hari. Keterbukaan pikiran dan rasa ingin tahu menyebabkan fenomena tersebut sebagai realita.

Disadari bahwa pada era digital ini dapat menyebabkan benturan budaya (clash of civilization), di mana kultur tidak bisa begitu saja pudar dan menghilang, namun akan terjadi terus menerus selalu ada sisi membangun dan sisi mendestruksi. Era digitalisasi di mana segala sesuatu mudah diakses, harus membuat manusia menjadi lebih pintar dan lebih dapat mengembangkan diri karena kemudahan akses tersebut, itu semua harus diimbangi dengan ketekunan dan membaca.

Memang pada realitasnya, kunjungan ke lokasi cagar budaya, museum maupun kantong budaya lokal sepenuhnya tidak berjalan secara organik. Lihat saja, bagaimana kebanyakan orang tua tidak memainkan peran dalam mengenalkan kebudayaan. Anak-anak mendapatkan intervensi dari sekolah yang telah mengatur waktu untuk datang ke sana, sementara yang diinginkan dan diharapkan adalah tempat yang jauh lebih dinamis agar orang datang ke suatu cagar budaya, museum, maupun tempat budaya lainnya.

Kondisi tersebut interaktif buat anak-anak dan ada berbagai macam pemandu wisata membantu memfasilitasi anak-anak untuk belajar dengan fakta-fakta yang menarik. Menjadi sebuah pengalaman menarik jika kita dapat memanfaatkan teknologi digital, animasi, proyeksi 3D, augmented reality, merupakan keniscayaan yang harus kita tempuh agar tidak menjadi irrelevant untuk generasi berikutnya. (*)

*/Penulis merupakan Pamong Budaya Ahli Muda BPCB Provinsi Bali

Foto utama oleh medcom.id/ilustrasi digit