Belajar dari Lastri, Kampus Bagian dari Pembentukan Diri

Loading

Isu sebagai seorang ibu dan perempuan, Lastri ingin membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi pilar keluarga dan masyarakat.

 

Soe | Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Matematika Institut Pendidikan Soe menghelat nonton bareng dan diskusi film berjudul ‘Mahasiswa Baru’ bertempat di kampus Institut Pendidikan Soe pada Jumat, 11 Juli 2025.

Film ini merupakan film hasil besutan sutradara kondang Monty Tiwa pada tahun 2019 berdurasi ±2 jam mengandung banyak pelajaran hidup yang bisa didiskusikan bersama. Film ini bercerita tentang Lastri seorang perempuan yang memiliki status ibu dan nenek yang sudah lanjut usia yang memasuki dunia kampus dan membangun komunitas dengan mahasiswa lain yang memiliki rentang usia di bawahnya.

Lewat cerita yang lucu dan menyentuh, film ini mengajarkan bahwa belajar bisa dilakukan kapan saja, tidak terbatas oleh usia. Film ini juga mengangkat isu tentang perbedaan generasi dan bagaimana kita bisa saling menghargai satu sama lain.

Kegiatan diskusi film ini diawali dengan nonton bareng dan diakhiri dengan sesi diskusi yang di pandu oleh Putri Maharani dan Fency Snae mahasiswa semester 8 program studi Pendidikan Matematika. Dalam diskusi yang berlangsung hangat ini mahasiswa mencoba untuk memahami nilai-nilai dan pesan moral dari film “Mahasiswa Baru” yang mereka tonton.

Hasil diskusi diperoleh hal-hal yang memberikan penguatan untuk mahasiswa dalam menghadapi kehidupan kampus. Belajar tak mengenal usia dan bukanlah penghalang untuk membangun relasi yang saling menguatkan; melalui komunitas di kampus terbangun nilai-nilai toleransi, keterbukaan terhadap perbedaan dan penerimaan pendapat yang bersebrangan; kehidupan kampus menawarkan bukan hanya urusan akademik, tetapi juga tentang pengembangan soft skill dan pembentukan karakter dalam hidup bermasyarakat.

Pose bersama Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Matematika Institut Pendidikan Soe. Foto : tim/Lenzo Asbanu

Dari film tersebut, mahasiswa menemukan bahwa dalam proses memperoleh gelar di bangku kuliah mereka akan menemukan kekuatan baru melalui cinta, persahabatan, dan tekad bersama mencapai cita-cita, terlepas dari latar belakang dan tantangan usia. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa dalam semua proses itu terdapat pandangan beragam dari masyarakat mulai dari yang mengapresiasi hingga mencibir, maka perlu disadari bahwa motivasi dan keberanian menghadapi stereotip menjadi kunci utama dalam melanjutkan pendidikan di usia dewasa.

Selain itu, perbedaan generasi, terutama dalam cara berkomunikasi dan pola pikir, menjadi tantangan tersendiri. Namun, melalui sikap saling menghargai dan komunikasi yang terbuka, Lastri dan teman-temannya mampu mengelola potensi konflik. Bahkan, dengan prinsip “diam saat benar, melawan saat salah”, ia menunjukkan kedewasaan dalam menghadapi dinamika sosial di lingkungan kampus.

Isu sebagai seorang ibu dan perempuan, Lastri ingin membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi pilar keluarga dan masyarakat. Dengan keberanian mengambil risiko dan cinta terhadap diri sendiri, Lastri menjadi inspirasi bahwa siapa pun berhak dan bisa melanjutkan pendidikan, selama ada niat dan tekad yang kuat.

Pada akhir diskusi disimpulkan bahwa film ini menekankan pentingnya motivasi dan ketekunan untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai serta disoroti pula perlunya menjalin hubungan sosial yang sehat, bersikap terbuka terhadap perkembangan zaman, serta bijak dalam memilah informasi yang layak dipublikasikan. Kampus bukan hanya tempat belajar tetapi juga merupakan tempat mengembangkan diri karena belajar adalah sepanjang hayat.(*)

Sumber (*/tim/Lenzo Asbanu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *