Kota Kupang, Garda Indonesia | Ketangguhan Kota merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk memberi kenyamanan bagi masyarakat. Hal ini juga merupakan bentuk perlindungan terhadap kehidupan masyarakat tidak pernah lepas dari ancaman bencana.
Wakil Wali Kota Kupang, dr. Hermanus Man, dalam sambutannya saat ‘Workshop Penilaian Indikator Ketangguhan Kota Kupang Tahun 2019 dan Identifikasi Aktor Kunci Forum Pengurangan Resiko Bencana Kota Kupang Tahun 2019—2024’ pada Kamis, 04 Juli 2019, bertempat di Aula Hotel Amaris Kupang; mengatakan bahwa Kota Kupang merupakan daerah langganan bencana. Lanjut, Hermanus, paling sedikit ada 7 indikator yang dibutuhkan dalam ketangguhan Kota.
“Kota Kupang termasuk daerah langganan bencana, sejak gempa Flores yang berkekuatan 7,4 skala richter pada tahun 1992. Paling sedikit ada 7 indikator yang sangat mendasar dari 71 indikator sekarang”, ujarnya.
7 indikator tersebut, lanjut Hermanus, yang pertama adalah organisasi dan pengorganisasian penanggulangan bencana. Dirinya menyebutkan bahwa komitmen Kepala Daerah juga merupakan kunci penanggulangan bencana.
“Dalam undang-undang penanggulangan bencana itu menyebutkan komitmen Kepala Daerah sangat dibutuhkan dalam penanggulangan bencana untuk menciptakan wilayah layak huni yang aman dan nyaman”, sebut Hermanus.
Indikator yang kedua, menurut Hermanus, bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional sangat dibutuhkan. Hal ini untuk mengetahui resiko yang akan terjadi dan penanganan yang tepat.
“Kita masih membutuhkan tenaga SDM yang profesional dalam menangani bencana. Pendidikan kita juga kurang memberikan pemahaman tentang resiko dan penanganan bencana”, ujarnya.
Yang sangat spesifik dalam penanganan bencana, lanjut Hermanus, adalah rencana kontigensi bencana. Misalnya melakukan simulasi penanganan bencana.
” Rencana kontigensi itu penting. Misalnya melakukan simulasi penanganan bencana angin puting beliung, menghitung berapa banyak korban, berapa banyak rumah yang hancur, biaya yang dibutuhkan berapa banyak. Itu dilakukan lewat simulasi “, ujar mantan fasilitator nasional penanggulangan bencana itu.
Salah satu indikator lainnya, lanjut Man, yaitu komitmen berkaitan dengan dana penanggulangan bencana. Setiap indikator perlu dianggarkan sehingga penanganannya lebih jelas.
” Selama 3 tahun dana kontigensi di kota Kupang tidak terpakai. Hal ini karena tidak ada laporan yang dibuat berdasarkan undang-undang. Dana tersebut sebesar Rp. 1 M”, ungkap Hermanus.
Selain itu, ada 4 masalah yang menjadi kendala di kota Kupang. Dirinya menjelaskan, ke-4 masalah tersebut diantaranya pertambahan penduduk yang semakin meningkat. Ditambah dengan terbatasnya lahan kosong di Kota Kupang.
“Lahan kosong atau ruang terbuka hijau dalam setiap daerah yang seharusnya adalah 30% dari seluruh luas daerah tersebut. Kota Kupang memiliki ruang terbuka hijau kurang dari 23%”, ungkap Herman.
Lebihnya, disebutkan bahwa pengaruh lainnya adalah masalah lingkungan akibat curah hujan yang rendah. Kota Kupang memiliki curah hujan 110 hari dalam setahun.
” Kurangnya curah hujan menjadi satu kendala yang menyebabkan terjadinya kemarau. Akibatnya ada kekeringan. Ini juga salah satu bencana “, jelas Herman.
Masalah yang terakhir, menurut Hermanus, adalah bencana dan iklim. Kota Kupang sering terjadi gempa tapi tidak berdampak bahaya. Dirinya berharap, kegiatan tersebut dapat menghasilkan indikator-indikator yang dapat dioperasikan dalam penanggulangan bencana.
“Saya berharap kegiatan ini mampu melahirkan indikator-indikator yang kita bisa gunakan dalam menanggulangi bencana guna tercapainya visi Kota Kupang yaitu Kota layak huni, aman dan layak serta tangguh bencana”, pungkas Hermanus Man.
Sedangkan, Project Manager Care Internasional Indonesia cabang Kupang, Angel Christy menyampaikan bahwa ancaman bencana itu tidak bisa dibuat nol, tapi kita perlu mengidentifikasi tingkat pengurangan resiko bencana di Kota Kupang dan melihat ketangguhan Kota sudah cukup tinggi atau masih rendah, serta kita mengetahui kita tinggal di wilayah pemukiman seperti apa, apakah sudah mendapatkan akses layanan dasar yang sudah cukup atau tidak.
Menurut Angel, selama tahun 2018 indeks resiko bencana di Kota Kupang berbanding terbalik dengan Indeks ketangguhan bencana. Dan resiko bencana yang paling mengancaman di Kota Kupang adalah gempa bumi, angin puting beliung, dan longsor.
“Selama 2018 Indeks resiko bencana Kota Kupang, berada pada tingkat sedang menuju tinggi sedangkan Indeks ketangguhan bencana, berada pada tingkat sedang menuju rendah”, ungkapnya.
Lanjut Angel, hal tersebut yang menjadi perhatian sekarang ini. Dirinya berharap bahwa kehadiran para peserta turut membantu dalam pembahasan selama 2 hari kegiatan yang akan dipandu oleh fasilitator nasional dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Selama 2 hari, kita akan dipandu oleh fasilitator nasional BNPB untuk membahas 71 indikator ketangguhan Kota”, tuturnya.
Ke – 71 indikator ketangguhan kota tersebut, menurut Angel, akan menjadi acuan dalam melihat tingkat keamanan kota terhadap resiko bencana yang akan di kolaborasi dengan layanan dasar di kota Kupang.
” 71 indikator ketangguhan kota akan di kolaborasikan dengan layanan dasar seperti akses jalan, layanan kesehatan dan pendidikan. Dari situ kita bisa melihat posisi kota kupang seperti apa terkait dengan ketangguhan bencana”, ungkap Angel.
Lebih lanjut, dirinya menambahkan bahwa kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengidentifikasi aktor kunci yang berperan lebih aktif dalam forum penanganan resiko bencana.
“Komitmen kita juga sangat penting untuk mengidentifikasi aktor kunci yang akan membantu Pemerintah Kota Kupang dan masyarakat dalam penanganan resiko bencana”, pungkas Angel Christy. (*)
Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase) Foto by agenfifolif.com