Jakarta, Garda Indonesia | Alokasi anggaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tahun 2020 sebesar Rp.54 miliar. Sebanyak Rp.42 miliar dikunci Kementerian Keuangan untuk pembayaran gaji pegawai dan operasional kantor. Tersisa Rp.12 miliar untuk program perlindungan saksi dan korban.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengungkapkan, angka Rp.12 miliar, dari pengalaman LPSK hanya dapat membiayai program perlindungan saksi dan korban selama tiga bulan. Artinya, dalam delapan bulan kemudian, LPSK terpaksa ‘tutup mata’ atas kebutuhan saksi dan korban pada situasi yang mengancam jiwa mereka, pemberian bantuan medis dan lainnya.
“Kemungkinannya, di tahun 2020, LPSK tidak lagi dapat memberikan perlindungan fisik kepada saksi tindak pidana korupsi yang terancam keselamatan jiwanya, tidak dapat memberikan bantuan medis sesaat setelah peristiwa kepada korban terorisme, tidak dapat memberikan rehabilitasi medis dan psikologis kepada korban pelanggaran HAM berat, serta tidak bisa memberikan pemulihan kepada korban kekerasan seksual,” kata Hasto di Jakarta, pada Minggu, 25 Agustus 2019.
Selain itu, lanjut Hasto, di tahun 2020, LPSK juga dikhawatirkan tidak dapat melaksanakan mandat UU Pemberantasan Terorisme untuk membayarkan kompensasi kepada korban terorisme masa lalu, yang dibatasi pelaksanaannya tiga tahun sejak UU tersebut disahkan.
Menurut Hasto, berdasarkan catatan sementara BNPT, ada 833 korban terorisme masa lalu yang berhak atas kompensasi. LPSK memprediksi pembayaran kompensasi untuk korban terorisme masa lalu itu sebesar Rp.51 miliar. Belum lagi kewajiban kompensasi kepada korban terorisme pasca UU tersebut disahkan. Misalnya, dalam kasus terorisme Sibolga, diprediksi jumlah kompensasi sebesar Rp.4,4 M untuk 156 korban.
Masih menurut Hasto, alokasi tahun 2020 merupakan anggaran terendah yang diterima oleh LPSK sepanjang lima tahun terakhir. Sejak 2015—2018, anggaran LPSK berada di kisaran Rp.75—150 miliar. Kembali turun drastis di tahun 2019, menjadi Rp.65 miliar dengan rencana penambahan anggaran sebesar Rp.10 miliar.
Sementara penyerapan anggaran LPSK setiap tahunnya berada di posisi nyaris 100%. Situasi ini tidak terlepas dari anggaran LPSK yang masih tergantung pada Kementerian Sekretariat Negara sebagai satuan kerjanya yang membuat LPSK tidak mandiri dalam menentukan anggaran.
Untuk diketahui, sejak 2008 hingga Juli 2019 tercatat 11.354 permohonan perlindungan masuk ke LPSK. Sementara jumlah terlindung LPSK di tahun 2019 tercatat 3.179 terlindung. Para terlindung ini di antaranya mendapatkan layanan berupa perlindungan fisik, penempatan rumah aman, pengawalan melekat, pendampingan pada proses hukum, penggantian biaya hidup, bantuan medis, psikologis, psikososial serta fasilitasi restitusi dan kompensasi. (*)
Sumber berita (*/Humas LPSK)
Editor (+rony banase)