Tenun Lotis Garuda dari Kab.TTS, Sapa Presiden dari Timur Indonesia

Loading

Fatukopa-T.T.S, Garda Indonesia | Tenun menjadi satu kekayaan budaya Indonesia yang harus terus dijaga dan dipelihara. Dari Timur Indonesia, di Desa Fatukopa, Kecamatan Fatukopa Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kelompok Tenun Ikat Namaut Hen Pin, menghasilkan tenunan dengan corak burung Garuda dan bertuliskan ‘Presiden Jokowi’.

“Kami masyarakat kecil yang tidak bisa menyapa Pak Jokowi secara langsung. Tapi kami punya kerinduan untuk menyapa Pak Jokowi,”ujar Yuliana Selan, Ketua kelompok tenun ikat Namaut Hen Pin.

Yuliana sapaan akrab wanita berusia 72 tahun itu mengatakan bahwa melalui kreasi tenun tersebut, mereka ingin menunjukkan bahwa usia tidak membatasi mereka untuk berkreasi.

Ketika ditemui di kediamannya pada Rabu, 4 September 2019, Yuliana mengisahkan bahwa dalam proses pembuatan kain tenun motif Garuda, dirinya hanya melihat gambar burung Garuda di buku lalu mentransformasikan langsung ke dalam tenunan tersebut.

Tenun Lotis Garuda hasil kreasi Yuliana Selan

“Kain tenun gambar burung Garuda itu menggunakan teknik lotis (cungkil),” jelas Yuliana.

Ketika ditanya terkait ketrampilan yang dimilikinya, Yuliana mengatakan bahwa dirinya tidak pernah belajar pada orang lain untuk membuat gambar maupun huruf. Lanjutnya, dirinya hanya berbekal kemampuan menenun dengan teknik cungkil tersebut.

“Tidak ada yang ajar. Saya lihat gambar dan langsung menenun,” tuturnya sambil mengunyah siri pinang yang dipercaya mampu menghilangkan bau mulut tersebut.

Perlu diketahui bahwa dalam menenun dengan teknik lotis, digunakan sebuah lidi yang ujungnya dibuat tajam dengan tujuan mampu memisahkan benang sesuai warnanya sehingga bisa menghasilkan gambar maupun huruf.

Yuliana menambahkan bahwa menenun teknik lotis tersebut, biasanya menggunakan dua lidi dalam membentuk huruf ataupun gambar lainnya. Namun dalam pembuatan gambar burung Garuda, dirinya hanya menggunakan satu lidi saja.

Selain membuat tenun bercorak burung Garuda tersebut, kelompok tenun ikat Namaut Hen Pin juga menghasilkan selendang yang bertuliskan Sila-sila Pancasila.

Sementara terkait nama kelompok tenun ikat tersebut, Yuliana menjelaskan bahwa Namaut Hen Pin adalah Bahasa Timor Dawan yang secara harafiah dapat diartikan ‘Biar Tetap Menyala’.

“Nama ini ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa walaupun sedikit orang saja yang masih giat dalam menenun namun itu masih tetap berjalan sebagai upaya memelihara apa yang diwariskan oleh leluhur. Dan kita ambil itu sebagai nama kelompok untuk bisa terus mendorong kita dalam menenun,” jelas Yuliana.

Yuliana juga mengisahkan bahwa sejak pertama kali dikukuhkan pada 17 Juli 2017, Kelompok Tenun Ikat Namaut Hen Pin beranggotakan 12 orang dan semuanya adalah para ibu-ibu yang masih giat menenun. “Jumlah anggota kita semakin banyak dengan bergabungnya 4 orang anggota baru yang ingin sama-sama melestarikan tenun di bumi TTS tercinta,” ungkap Yuliana.

Sejauh ini, lanjut Yuliana belum ada generasi muda yang mau bergabung. Hal itu jelasnya disebabkan oleh keinginan untuk bekerja di kota-kota besar dan menganggap tenunan sebagai gaya berbusana (fashion) yang ketinggalan zaman.

“Mereka (generasi muda, red) hanya ingin memakai pakaian yang dibeli di pasar atau yang berkelas saja”, imbuhnya.

Sikap tersebut, menurut wanita yang walaupun sudah lanjut usia namun tidak menggunakan kacamata ketika menenun ini, adalah suatu sikap yang secara perlahan menghanguskan warisan leluhur.

Tenun Lotis Sila Pancasila kreasi Yuliana Selan

Hal lain yang disampaikan Yuliana bahwa kelompok tenun ikatnya juga sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa benang dari pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten.
“Sebagai bentuk tanggung jawab kita membawa hasil tenunan kita dan dipamerkan pada acara pemeran pembangunan tingkat kabupaten beberapa waktu lalu,” jelasnya.

Dirinya menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan satu tenunan dengan tulisan huruf, biasanya membutuhkan waktu 2—3 minggu. Hal tersebut lantaran waktu untuk menenun tidak tetap karena berbagai kesibukan yang harus diselesaikan terutama dalam urusan makan minum dalam rumah tangga.

“Kalau selendang corak burung Garuda itu, butuh satu bulan baru bisa habis,”ucap Yuliana.

Harga yang dipatok untuk setiap hasil tenunan itu berkisar antara Rp.500 ribu sampai Rp.1 juta. Harga tersebut lanjutnya dipatok tinggi karena proses pembuatan huruf maupun gambar secara manual dan tidak dibordir.

Sebagai informasi bahwa teknik tenun lotis merupakan salah satu dari 3 (tiga) teknik tenun yang dimiliki masyarakat TTS. Teknik lainnya adalah teknik tenun ikat dan juga teknik buna. (*)

Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase)