Kementerian PPPA Pastikan Hak Anak Kelompok Minoritas Terpenuhi

Loading

Mataram-NTB, Garda Indonesia | Kondisi anak di Indonesia beragam sehingga ada anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar menegaskan pemerintah melalui Kementerian PPPA akan memastikan dan menjamin setiap hak-hak anak dapat terpenuhi.

“Ada 79,6 juta anak di Indonesia dan tidak semua dari anak-anak tersebut hidup bersama orang tuanya. 5 % diantaranya tidak hidup dengan orang tua. Meski 83 % diantaranya hidup bersama orang tua, tetapi tidak semuanya bisa terpenuhi hak-haknya. Ada anak yang hidup dengan orang tua yang penuh dengan konflik, kondisi lingkungan yang rentan diskriminasi maupun stigmatisasi sehingga membutuhkan perlindungan khusus,” ujar Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Perlindungan khusus, dijelaskan Nahar diberikan pula bagi anak kelompok minoritas dan terisolasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 59 disebutkan bahwa anak dari kelompok minoritas dan terisolasi berhak mendapatkan perlindungan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dengan anak-anak lainnya guna mencapai kesamaan keadilan sekaligus juga untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.

“Perlakuan diskriminasi yang dialami kelompok minoritas seringkali berdampak pada akses layanan yang semestinya didapatkan oleh anak, seperti hak atas identitas diri, partisipasi, pengasuhan berkualitas, pendidikan, kesehatan dan perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi,” jelas Nahar.

Anak minoritas dan terisolasi dapat berasal dari kelompok masyarakat yang memiliki budaya, kepercayaan dan bahasa berbeda dari kelompok mayoritas. Perbedaan tersebut seringkali membuat mereka rentan memperoleh perlakuan diskriminatif dan kekerasan. Di Mataram, NTB, Kemen PPPA mengidentifikasi adanya anak kelompok minoritas yang mengalami stigmatisasi dan labelisasi hingga kekerasan akibat perbedaan aliran kepercayaan atau keyakinan. Puluhan anak diantaranya hidup bersama orang tua selama bertahun-tahun di penampungan.

Oleh karena itu, Kemen PPPA melalui Asisten Deputi Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus menyelenggarakan kegiatan Fasilitasi Penguatan Pemangku Kepentingan dan Lembaga dalam Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak Kelompok Minoritas dan Terisolasi di Mataram, NTB, pada Jumat, 6 September 2019.

“Kita tidak bisa menutup mata, karena mereka juga anak-anak kita. Kalau ada anak yang mendapatkan label atau stigma yang menjadikan mereka kesulitan akan akses sekolah dan hak dasar lainnya, kita berharap semua yang hadir dalam kegiatan ini menjamin semua anak Indonesia khususnya yang berada di NTB bisa terpenuhi hak-haknya. Sebab pemenuhan atas hak anak menjadi kewajiban bagi keluarga, masyarakat dan negara,” jelas Nahar.

Dari kegiatan Dialog Bersama Anak, Orang tua, dan Pendamping Anak dalam Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak Kelompok Minoritas dan Terisolasi yang digelar sehari sebelumnya (Kamis, 5/09/19) ditemukan beberapa masalah spesifik yang dialami anak kelompok minoritas di NTB, seperti perundungan atau bullying di sekolah dan lingkungan bermain, trauma masa lalu akibat kekerasan dan perlakuan diskriminasi, tempat tinggal yang kurang layak, dan masalah pola pengasuhan.

Dari kegiatan fasilitasi, ada banyak tawaran solusi yang kemudian muncul diantaranya upaya memaksimalkan layanan P2TP2A, melibatkan partisipasi anak dalam berbagai kegiatan, serta memperbanyak ruang pertemuan dan Forum Anak untuk membangun kepercayaan diri anak. Hasil diskusi menjadi masukan Kemen PPPA dalam merumuskan kebijakan yang tepat bagi anak kelompok minoritas dan terisolasi.(*)

Sumber berita (*/Publikasi dan Media Kementerian PPPA)
Editor (+rony banase)