Kasus Surat Palsu, PADMA Indonesia Kawal Laporan Anggota Polri di Polresta Kupang

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Sungguh miris penegakan hukum di NTT khususnya di Polresta Kupang Kota yang dialami langsung bukan warga sipil, namun oleh Anggota Polri sendiri.

Direktur PADMA Indonesia dalam rilisnya yang diterima Garda Indonesia pada Minggu, 5 Juli 2020, menyampaikan telah terjadi pengabaian dan lambannya penanganan Laporan seorang Anggota Polri Bripka Vinsensius Bosko Heuk,S.H. di Polresta Kupang Kota yakni Laporan Polisi (LP) pertama tanggal 30 Juni 2018 LP/B/765/VIII/2018/SPKT Resor Kupang Kota dengan Terlapor Charly Yapola,cs terkait Tindak Pidana Membuat dan Menggunakan Surat Dokumen Autentik yang tidak benar pada tanggal 29 Agustus 2018 di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang.

Laporan Polisi Pertama tanggal 30 Agustus 2018

“Dan LP kedua tanggal 5 Pebruari 2020 LP/B/157/II/2020/SPKT Resor Kupang Kota dengan Terlapor Sumral Buru Manoe,S.H.,M.H. cs terkait Tindak Pidana membuat Peta Palsu atau Surat Palsu yang terjadi di Kantor BPN Kota Kupang,” beber Direktur PADMA Indonesia.

Merasa Polres Kupang Kota tidak memberikan informasi soal perkembangan penanganan perkara yang dilaporkannya, imbuh Gabriel, maka Pelapor sebagai Anggota Polri meminta bantuan kepada Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia).

Laporan Polisi Kedua tanggal 5 Februari 2020

Terkait kondisi tersebut, Direktur PADMA Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, mendesak Kapolres Kupang Kota untuk segera memproses penanganan perkara pidana yang sudah dilaporkan pada tanggal 30 Juni 2018 dan tanggal 5 Pebruari 2020;

Kedua, meminta Kapolda NTT mendesak Kapolres Kupang Kota untuk segera memproses hukum jika masih lamban maka tanpa menunggu lama langsung Copot Kapolresta dan Kasat Reskrimnya.

Ketiga, mendesak Kompolnas, Ombudsman, Komnas HAM dan KPK RI melakukan pengawasan terhadap Kapolres Kupang Kota dan Kasat Reskrim Polres Kupang Kota agar bekerja profesional, tidak diskriminatif dan tidak memetieskan perkara.

Penulis dan editor (+rony banase)
Foto utama */istimewa