Rumah Adat Suku Telitae di Raimanuk – Belu Ludes Dilahap Api

Loading

Belu-NTT, Garda Indonesia | Keluarga besar Suku Telitae dirundung nestapa. Betapa pula, rumah adat yang terletak di wilayah RT 01/ RW 01 Dusun Subaru A, Desa Mandeu, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu ludes dilalap si jago merah, pada Rabu 5 Agustus 2020 sekitar pukul 16.30 WITA.

Disaksikan Garda Indonesia di Tempat Kejadian Perkara (TKP) bangunan tradisional yang beratap alang–alang tersebut rata dengan tanah hingga yang tersisa hanya puing–puing arang.

Informasi yang dihimpun di TKP menyebutkan bahwa kebakaran rumah adat yang diagung–agungkan para anggotanya di wilayah adat Raimanuk itu, penyebabnya tidak diketahui. Dan, bahkan sudah terjadi untuk yang ketiga kali.

“Tadi, kami sedang bersihkan sayur di pinggir rumah sebelah. Saya cium bau kabel terbakar. Kami semua ada di luar rumah adat. Asap itu muncul pertama dari bagian bubungan atap. Saya langsung lari menuju pintu rumah adat, saya buka pintu ternyata api sudah membesar. Barang–barang di dalam rumah adat itu tidak ada satu pun yang selamat”, cerita penjaga rumah adat, Aplonia Tai dalam Bahasa Tetun sembari mengatakan saat kejadian itu, suaminya Yasintus K.J. Un Atok sedang tidur lelap.

Terkait penyebab kebakaran, dugaan kuat dari sejumlah warga di lokasi kejadian bahwa sumber api itu berasal dari korsleting arus listrik.

Unit Pemadam Kebakaran berupaya memadamkan api

Pantauan media ini, mobil pemadam kebakaran (damkar) baru tiba di lokasi kurang lebih 30 menit kemudian, sekitar pukul 17.00 WITA. “Kendalanya, telepon rumah untuk jalur ini belum masuk. Sedangkan call center-nya itu hanya ada di Atambua. Tadi kami tahu ada kebakaran di sini dari teman – teman di call center via telepon genggam. Kalau bilang terlambat, ya kami juga manusia. Tadi kami datang juga injak orang punya kambing di jalan. Sirene juga sampai putus semua, “imbuh salah satu petugas damkar Paulus Pah diamini teman lainnya.

Adapun keluhan pihak korban dan warga sekitar ketika menyaksikan upaya pemadaman yang sempat terhenti lantaran persediaan air terbatas. Menanggapi hal itu, tambah Paulus Pah, bahwa jika penyemprotan air menggunakan monitor utama, maka 4000 liter air bisa habis hanya dalam tempo 30 detik. Sementara, mobil tangki penyedia air tidak bisa berbuat banyak karena air baku sumur bor di sekitar lokasi tidak ada. Aturannya kata Paulus Pah, petugas damkar bertanggung jawab apabila berkemudi tanpa bunyi sirene.

Kepala Desa Mandeu Heribertus Luan, kepada media ini di lokasi menuturkan, bahwa penyebab kejadiannya tidak diketahui. Akan tetapi, dugaan kuat sumber api itu berasal dari korsleting arus listrik.

Keterlambatan petugas damkar tiba di lokasi, Heri Luan menilai pihak damkar kurang siap dan minimnya pengawasan. “Tadi saya yang telepon langsung ke nomor utama di Atambua, baru mereka telepon lagi ke Sub Kimbana (Kecamatan Tasifeto Barat). Mereka juga datang bawa air sedikit. Kita ada sumur bor di kantor desa tetapi saat kejadian, PLN putuskan arus. Kita di sini sedot air pakai listrik, “ jelasnya.

Untuk mengantisipasi bahaya kebakaran, Heri Luan mengimbau kepada pemerintah Daerah agar memberikan petunjuk dan izin penggunaan anggaran desa/kelurahan untuk membuat papan informasi yang memuat nomor–nomor darurat dan dipajang di tempat–tempat umum. “Kami dari desa mau buat begitu tapi regulasi tidak mengizinkan kami. Anggarannya tidak seberapa kok. Di setiap simpang, lorong, gang itu harusnya ada nomor–nomor penting, sehingga kalau ada situasi darurat seperti ini orang langsung telepon,“ tandasnya.

Sebagai informasi, Call Center pemadam kebakaran untuk wilayah Kabupaten Belu: (0389) 21113. (*)

Penulis + foto (*/HH)
Editor (+rony banase)