Dinas Perikanan dan Kelautan NTT Budidaya Ikan Kakap Putih & Kerapu

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | “Tanggal 5 September nanti, Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur genap dua tahun menakhodai NTT. Program-program strategis keduanya khususnya di bidang kelautan dan perikanan diharapkan sudah menjangkau banyak masyarakat NTT dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka,” urai Karo Humas dan Protokol Setda NTT, Marius Ardu Djelamu dalam sesi konferensi pers di ruang Media Center Kantor Gubernur pada Rabu, 2 September 2020.

Marius pun menyampaikan bahwa perikanan dan kelautan merupakan bagian penting dalam pengembangan ekonomi NTT. Hal tersebut ditandaskan oleh Kepala Dinas (Kadis) Kelautan dan Perikanan NTT, Ganef Wurgiyanto, yang mengatakan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang bergerak di sektor perikanan, pihaknya berupaya maksimal untuk menggandeng pihak ketiga atau investor. Potensi perikanan di NTT yang melimpah, akan mempunyai dampak ekonomis bagi masyarakat bila ada pihak ketiga yang membeli dan memasarkannya.

“Tiga unsur yang harus disinergikan yaitu pemerintah, swasta dan nelayan atau masyarakat. Semua kegiatan yang kita lakukan dalam perikanan dilakukan dengan sistem bisnis. Ikan punya nilai ekonomis tinggi, namun kalau tidak ada pembeli yang akan memasarkan keluar NTT, harga tetap rendah. Investasi di sini bukan hanya membeli ikan dan memasarkan, tapi juga terlibat dalam menyiapkan fasilitas pasca panen,” jelas Ganef.

Didampingi Karo Humas dan Protokol NTT, Jelamu Ardu Marius, Ganef menjelaskan, Dinas Kelautan dan Perikanan berupaya keras untuk mengembangkan program budidaya dan perikanan tangkap. Untuk budidaya perikanan laut, dikembangkan dua jenis ikan yakni ikan kakap putih dan kerapu. Karena keduanya bernilai ekonomis tinggi.

“Di Labuan Kelambu Ngada, kita sebar benih kerapu sekitar satu juta benih sejak tahun 2019. Sementara di Mulut Seribu, Rote Ndao benih ikan kerapu dan ikan kakap yang dilepaskan sekitar 10 ribu ekor sejak tahun 2019,” jelas Ganef.

Lebih lanjut Ganef menguraikan, sistem pembudidayaan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) yang berbentuk segi empat ternyata kurang mendatangkan hasil maksimal. Karenanya, dalam tahun 2021, akan dikembangkan KJA dengan bentuk bulat berdiameter 10 meter untuk mengurangi potensi kanibalisme antar sesama ikan dalam keramba. Dalam satu keramba, rencananya akan dilepas 25 ribu ekor benih. Setelah delapan bulan diharapkan ada 20 ribu ekor ikan yang siap panen dengan bobot 800 gram. Potensinya, 1 keramba bisa menghasilkan 16 ton.

“Tahun 2020 ini, kita melakukan pilot project untuk sistem pembudidayaan seperti ini di belakang Pulau Kambing, Semau. Karena lokasi tersebut dekat dengan Kupang sehingga bisa memudahkan distribusi pakannya. Kita sudah dapatkan pihak ketiga atau pelaku ekonomi yang profesional untuk mendampingi hal teknis sampai pemasarannya,” bebernya.

Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto didampingi oleh Karo Humas dan Protokol Setda NTT, Marius Ardu Djelamu saat memberikan keterangan pers kepada awak media

Dalam pilot project ini, lanjut Ganef, kita melibatkan masyarakat sekitar. Satu keramba akan dikelola oleh 10 orang. Selama delapan bulan, mereka akan mendapatkan gaji upah Rp, 2,5 juta per orang setiap bulannya. Dinas Perikanan dan Kelautan juga menggandeng mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang untuk melakukan pendampingan.

“Kita sudah mengajukan pinjaman kepada pihak PT SMI (Sarana Multi Finansial) untuk pengembangan budidaya ikan laut ini sebesar 152 miliar rupiah. Dana ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya secara besar di Mulut Seribu, Hadakewa Lembata, Labuan Kelambu dan di Semau. Kalau pilot project ini berhasil tentu akan mempercepat proses pencairan pinjaman tersebut. Dalam hitungan kami, potensi untuk pengembalian cicilan kepada SMI dari tiap keramba sekitar 112 juta rupiah mulai tahun 2022,” jelas Ganef.

Lebih lanjut Ganef mengungkapkan, untuk meningkatkan potensi perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi memberikan bantuan kapal nelayan 3 GT sebanyak 65 unit dan 130 unit perahu ketinting untuk 22 kabupaten/kota se-NTT. Bantuan ini terutama diarahkan pada wilayah-wilayah dengan potensi besar, sumber daya manusia mumpuni serta mudah diakses oleh pengusaha.

“Kita sudah mengekspor ikan Anggoli sejak tahun 2018 ke Singapura dan Honololu. Kita berupaya keras ekspor seperti ini langsung dilakukan dari NTT ke negara tujuan sehingga provinsi kita dapat menjadi provinsi devisa,” kata Ganef.

Terkait dengan rumput laut, jelas Ganef, luasan potensi sekitar 54.000 hektar dengan potensi produksi sekitar 15 juta ton setahun. Tersebar di seluruh kabupaten/kota di seluruh NTT. Kualitas karaginannya di atas 90 persen sehingga bisa langsung buat gel, juga bisa untuk buat food dan non food. Namun yang baru bisa dieksploitasi sekitar 2 juta ton per tahun atau sekitar 13,2 persen.

“Untuk meningkatkan produksi ini, pemerintah provinsi memberikan stimulan bibit rumput laut sejak 2019 kepada 4.050 pembudidaya di seluruh NTT. Tahun 2020 kepada, kepada 4.000 orang. Kami juga mengajak swasta untuk melakukan investasi pada rumput laut. Menurut analisis kami, dibutuhkan keterlibatan investasi sebesar 1,2 triliun untuk mengeksploitasi seluruh potensi di NTT,” jelas Ganef.

Tahun 2019, ungkap Ganef, Provinsi NTT untuk pertama kalinya berhasil melakukan ekspor langsung rumput laut ke Argentina sejumlah 25 ton. Ekspor ini penting untuk menjaga stabilisasi harga pasar rumput laut. Dan tidak ada permainan masalah stok dan harga di situ.

“Karena persoalan rumput laut bukan terutama budidaya tapi stabilitas harga. Pernah 12 ribu rupiah per kg, namun tak lama kemudian turun sekitar 3 ribu rupiah. Ini tentu tidak menguntungkan masyarakat. Karenanya, kita memberdayakan perusahaan daerah Flobamor untuk menjadi pengumpul rumput laut dengan harga 20 ribu rupiah per kilo gram,” pungkasnya.

Sumber berita (*/Aven Rame – Biro Humas dan Protokol Setda NTT)
Foto utama oleh pixabay
Editor (+rony banase)