Dalil Jumlah Murid, Kepsek SDN Aen’ut Nonaktifkan Tiga Guru Honorer

Loading

T.T.S-NTT, Garda Indonesia | “Jadi, begini. Jumlah murid kami hanya 40-an orang. Terus, guru PNS ada 6 orang. Jadi, waktu  rapat, saya bilang biar ibu dong tidak dapat jam, ibu dong tetap masuk dapodik, tetap saya layani segala surat – surat yang dibutuhkan. Saya omong begitu, mereka setuju. Terus, mereka lapor saya di kabid dan kadis,” ungkap oknum kepala sekolah Veronika Sanam kepada Garda Indonesia via sambungan telepon pada Kamis malam, 4 Februari 2021.

Sebelumnya, Kepala Sekolah SDN Aen’ut, Veronika Sanam yang dikonfirmasi via sambungan telepon seluler tidak mau melayani semua pertanyaan Garda Indonesia. Suaranya terdengar gugup, gemetar dan tak terarah. Handphone oknum kepala sekolah itu pun langsung nonaktif sesaat kemudian, sebelum percakapan berakhir.

Baca juga : http://gardaindonesia.id/2021/02/04/kepsek-sdn-aenut-tts-diduga-sepihak-nonaktifkan-tiga-guru-honorer/

Ia pun mengungkapkan bahwa pihaknya baru saja menerima tiga orang guru PNS yang melamar ke SDN Aen’ut, Desa Bikekneno, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (T.T.S), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketiga guru honorer itu, alas oknum kepala sekolah, tidak diberhentikan dengan tetap tidak bisa digaji karena jumlah Dana BOS hanya Rp. 11.000.000 (sebelas juta rupiah). Jam mengajar di sekolahnya itu pun tidak cukup lantaran jumlah murid sedikit dengan setiap ruang kelas hanya 6—7 orang.

Meskipun demikian, sambung oknum Veronika Sanam, ketiga orang guru tersebut dipinta untuk tidak pergi ke sekolah lagi. Namun, jikalau ada urusan yang membutuhkan bantuannya, ia siap melayani. “Saya suruh mereka untuk cari sekolah lain, hanya mereka yang tidak mau. Murid hanya 40-an, guru sampai 14, mau buat bagaimana? Guru honor 7 orang, PNS 6 orang,” urai Sanam.

Pihaknya juga, hingga 4 Februari 2021 belum menerbitkan SK pemberhentian kepada ketiga orang guru honorer itu, dan masih terdaftar sebagai staf guru di SDN Aen’ut. SK pemberhentian akan diterbitkan setelah ketiga orang guru itu mencari dan mendapatkan tempat kerja baru. “Kita omong begini lama, dong (mereka, red) tidak mau silakan. Dong mau ke mana silakan,” tandasnya.

Selanjutnya, ketika Garda Indonesia beralih ke pertanyaan lain terkait adanya dugaan – dugaan tentang belum membayar upah operator sekolah selama setahun, terima guru honor berijazah SMA yang berstatus magang, sikap arogansi terhadap para guru, dan pengelolaan Dana BOS yang tidak transparan, ambil alih pembelanjaan kebutuhan sekolah, dan lain – lain, oknum kepala sekolah lantas memutuskan sambungan telepon.

Kemudian, dicoba untuk menghubungi kembali beberapa kali, terhubung tetapi tidak direspons dan sampai akhirnya handphone nonaktif. (*)

Penulis: (*/Herminus Halek)