Awas Bujuk Rayu! Puluhan Anak Jadi Korban Eksploitasi Seksual

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Humas Polda Metro Jaya bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI dan stakeholders lain, pada Jumat, 19 Maret 2021, secara resmi mengungkap kasus eksploitasi seksual melalui online yang melibatkan 15 orang anak sebagai korban.

Sebelumnya, dalam penggerebekan yang dilakukan pada Selasa, 16 Maret 2021 di Hotel A milik publik figur CCA di Larangan, Tangerang Selatan, polisi meringkus sejumlah orang mulai dari pengelola hingga pelanggan hotel termasuk 15 orang di antaranya masih berusia anak yang berasal dari daerah Jakarta, dan Tangerang.

“Korban ada 15 orang yang semuanya anak di bawah umur yang rata-rata umurnya 14—15 tahun. Ini adalah murni kejahatan eksploitasi anak,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Yusri dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, pada Jumat, 19 Maret 2021.

Dijelaskan Kabid Humas Polda Metro Jaya, para pelaku mulai dari muncikari, pengelola hotel, sampai pemilik hotel bekerja sama terlibat dalam eksploitasi anak di Hotel A. CA yang berstatus sebagai pemilik hotel juga ditangkap karena perannya mengetahui langsung dan melakukan pembiaran dengan dalih mempertahankan occupancy atau jumlah pengunjung hotel serta melonggarkan pengecekan Kartu Tanda Penduduk (KTP). “Para pelaku ini kerja sama, mulai dari muncikari, pengelola hotel sampai ke pemilik hotel. Modusnya (pelaku), bekerja sama dengan menawarkan perempuan anak di bawah umur melalui aplikasi online MiChat,” jelas Yusri.

Sesuai dengan tambahan fungsi baru tentang penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, Kementerian PPPA telah melakukan pendampingan dan assesment bagi korban kasus eksploitasi anak ini sejak awal pemeriksaan oleh kepolisian dilakukan. Assesment  lebih mendalami motif masing-masing korban yang berbeda, salah satunya karena kebutuhan hidup.

“Mayoritas terdorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian orang tuanya ada yang tahu, sebagian lagi tidak karena dianggapnya itu pergaulan biasa,” ungkap Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar usai konferensi pers.

Nahar berharap kejadian ini dapat menjadi pengingat bagi para orang tua untuk lebih memperhatikan dan menjaga anak agar terhindar dari bujuk rayu. “Ini tentu diharapkan tidak di contoh oleh orang lain, karena kita berharap kalau orang tuanya menyiapkan tumbuh kembang anak dengan sebaik-baiknya kasus-kasus seperti ini bisa kita cegah. Imbauan kepada semua orang yang mempunyai anak untuk lebih mewaspadai modus-modus bujuk rayu yang menjebak anak kita atau anak orang lain dalam kasus serupa,’” tegas Nahar.

Kementerian PPPA juga telah berkoordinasi dengan UPTD P2TP2A DKI Jakarta untuk memberikan penampungan sementara serta pendampingan psikologis kepada para korban dan terus memantau proses hukum dan memastikan pelaku dikenakan sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Akibat aksi tersebut, para pelaku dapat dijerat pidana dengan pasal berlapis. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menjelaskan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak di bawah umur dapat dijerat dengan Pasal 76I Jo Pasal 88  UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Sesuai Pasal 76 I Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, bahkan turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap Anak. Para pelaku akan berhadapan dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda hingga 200 juta rupiah,” jelas Nahar.

Selain Pasal 76I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, para pelaku juga dapat dikenakan ketentuan Pasal 296 KUHP tentang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul sebagai pencarian atau kebiasaan dan atau Pasal 506 KUHP tentang Prostitusi jika memenuhi unsur menarik keuntungan dari perbuatan cabul dan menjadikannya sebagai pencarian.

Kasus ini juga dapat didalami lebih lanjut untuk mengetahui kaitan dengan praktek perdagangan orang dan pelanggaran UU ITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.(*)

Sumber berita dan foto (*/Humas Kementerian PPPA)

Editor (+roni banase)