Oleh: Josef Herman Wenas
Sejauh pengamatan saya, Prof. Burhanuddin Muhtadi, Ph.D dan lembaga Indikator Politik Indonesa (IPI) yang dipimpinnya punya kredibilitas. Tak perlu diragukan. Minggu lalu, IPI release survey mereka tentang “Presiden Pilihan” anak muda. Survei dilakukan antara 4—10 Maret 2021. Total sampel yang berhasil diwawancara 1.200 responden, berusia 17—21.
Jadi, anak muda yang dimaksud di sini adalah Gen Z.
Anies Baswedan pada posisi teratas survei itu, di 15,2%, disusul Ganjar Pranowo 13,7% dan seterusnya (lihat tabel) Di media mainstream maupun media sosial, ada yang bereaksi marah, sinis, mengetahui Anies menang, tapi ada juga yang girang.
Bila direnungkan, reaksi emosional publik umumnya masih terpolarisasi secara ideologis, pada dua “-isme” utama yang memiliki akar sejarah panjang ke suatu malam 22 Juni 1945 yang melahirkan Piagam Jakarta: Nasionalis vs Islam.
Di Pilpres 2019 lalu, juga di Pilpres 2014, panasnya persaingan ideologis ini terasa betul dalam bentuk-bentuknya yang populis sesuai perkembangan zaman, tentu saja.
Tetapi pemahaman tentang politik di Indonesia tidak bisa lagi melulu soal ideologis primordial, faktanya perilaku politik Gen Z penting menjadi faktor analisis. Ini yang akan kita bahas di sini.
****
Bagi Anies Baswedan, hasil survei IPI pasti memberikan justifikasi kalau strateginya sudah tepat. At the same time, juga menjelaskan kenapa dia ngotot untuk mempertahankan penyelenggaraan event Formula E di Jakarta tahun 2022, so-called “Jakarta ePrix 2022.”
Memang betul, di 2022 Anies akan mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur DKI, sedangkan Pilpres masih 2 tahun kemudian, 2024. Soalnya bukan itu sebetulnya, soalnya adalah kepada siapa Anies mengirimkan pesan melalui event “Jakarta ePrix 2022” dan “psychological repercussions” seperti apa dampaknya.
Dalam situs Formula E ada artikel “Sign of the times – Formula E captures new, younger audience” tertanggal 18 April 2018. Intinya ada pada dua hal:
Pertama, “Today, the ABB FIA Formula E Championship has one of the fastest growing online audiences, with a 347 per cent rise in the number of 13—17 year-old fans (Generation Z) engaging with its online content since last season,” said Founder and CEO Alejandro Agag. “With a clear digital strategy and an always-on content approach, these impressive figures are a result of speaking the same language as our fans.”
Kedua, In the age bracket of 18—24, the series experienced growth of 54 per cent since last season, with numbers like these showing a sustained increase in engagement, followers and video views when compared year-on-year.
Kemudian dibahas statistik peningkatan ini dalam artikel tersebut, silahkan Anda klik tautan terkait di bawah untuk membacanya.
****
Menjelang Piplres 2019, Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 5.035.887 orang pemilih pemula. Data ini masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4). “Dalam DP4 terdapat pemilih pemula yang akan berusia 17 tahun tanggal 1 Januari 2018 sampai dengan 17 April 2019 sebanyak 5.035.887 jiwa,” menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, pada Senin, 17 September 2018.
Sekali lagi, itu hanya jumlah mereka yang akan berusia 17 tahun saat itu. Sedangkan data KPU mencatat bahwa pemilih pemula potensial, 17—22 tahun, mencapai 46 juta orang. Itu di tahun 2019! Silakan Anda hubungkan dengan “age bracket” (rentang usia) para pemirsa Formula E di atas, sambil membayangkan perkembangannya di tahun 2024.
Partisipasi politik Gen Z bisa dilihat dalam konsep “Konektivitas Digital-Diskonektivitas Sosial.” Ini kontradiksi yang menarik. Di satu sisi, mereka terlihat lebih cepat dan tanggap untuk terjun ke masyarakat dalam suatu konektivitas digital, tetapi pada saat bersamaan mereka terisolasi dari ruang politik partisan, jadi ada diskoneksi sosial dalam dunia nyata.
Aksi politik (dalam arti luas, bukan hanya mencoblos suara) yang dilakukan Gen Z umumnya suatu inisiatif individual, bukan organisasional. Misalnya, menyampaikan pendapat melalui vlog, menghimpun dana sosial lewat Kitabisa.com, mengajukan petisi via Change.org.
Komunitas mereka beranggotakan serangkaian “imagined communities.” Mereka tidak saling mengenal secara pribadi, tetapi terkoneksi lewat akun media sosial. Mereka bisa saja akrab di Free Fire, Mobile Legends atau PUBG, tetapi tidak di dunia nyata. Mereka bisa saja akrab di Chess.com tetapi hanya sebatas di platform maya itu saja.
Ekspresi politik mereka bentuknya “status” dan “komen” di media sosial, cenderung didasari bukan oleh bingkai ideologi atau ikatan kebangsaan, tetapi preferensi personal yang pragmatis dan kontemporer. Rerefensi mereka adalah para influencers (politisi, ustad, artis, SJW) yang sedang populer.
****
Saat menulis artikel ini saya cek Youtube dengan keyword “Pembukaan Asian Games 2018.” Tiga hasil pencarian teratas memiliki total views 15 juta, 10 juta dan 5,4 juta (ini yang khusus Presiden Jokowi beraksi di motor).
Dan yang mengejutkan, komentar viewer terakhir masih dari minggu lalu! Sekarang tahun berapa?
Maka kita sah untuk berfantasi… Oh, being in the limelight as Jokowi was in 2018, Anies may follow in his footsteps at the opening ceremony of “Jakarta ePrix 2022”. Sah dong, karena aset digital semacam ini di media sosial bisa bertahan bertahun-tahun lamanya, because people will keep revisiting it.
Yang Anies perlukan tinggal mendaur-ulang jejak-jejak digital itu melalui timses-nya melalui suatu post-truth politics. Hey dude, kita hidup di era jejak digital sekaligus era post-truth politics. Anda paham kan maksudnya?
“Jakarta ePrix 2022” itu modal penting untuk bermain dalam “Konektivitas Digital-Diskonektivitas Sosial” yang menjadi ciri partisipasi politik Gen Z. Sebagaimana halnya “Asian Games 2018” yang menaikkan citra Jokowi di kalangan Gen Y (Millenials) pada Pilpres 2019.
Maka, pensiun jadi Gubernur DKI Jakarta di 2022 bukanlah akhir segalanya bagi Anies. Penyelenggaraan Formula E di tahun 2022 justru ideal dari sudut pandang ini. It’s just ending an office, but keeping the memory to stay is what counts.
Down payment sebesar GBP 53 juta, atau hampir Rp.1 triliun, justru jangan diminta balik. Di 2024, konstituen Gen Z jumlahnya barangkali sudah mencapai sekitar 70 juta orang.
Maka merebut hati Gen Z jadi prioritas di Pilpres 2024. Apalagi di survei IPI Anies sudah menang. CEO Alejandro Agag benar: “With a clear digital strategy and an always-on content approach, these impressive figures are a result of speaking the same language as our fans.”
Yogyakarta, Rabu, 24 Maret 2021
Ref.: “Sign of the times – Formula E captures new, younger audience”: https://bit.ly/2QDcH89
Foto utama (*/kompilasi)