AXA Mandiri–Jangan Gegara Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga!

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

Dibandingkan dengan perusahaan asuransi jiwa seperti Jiwasraya, Asabri, Bumiputera dan WanaArtha Life yang sudah atau sedang babak belur, tentu saja AXA Mandiri jauh berbeda. Ia adalah perusahaan yang jauh lebih sehat.

Paling tidak sehat jika ditilik dari kinerja yang tercermin di laporan keuangannya. Yang terakhir dirilis adalah laporan keuangan kuartal empat tahun 2020. Angka (kuantitatif) yang ditunjukkan dalam laporan keuangan sungguh moncor.

AXA Mandiri tidaklah gagal bayar seperti Jiwasraya-Asabri. Tahun 2020 kemarin, AXA Mandiri telah membayarkan klaim dan manfaat asuransi senilai Rp.4,8 triliun.

Total ekuitas AXA Mandiri juga tercatat tumbuh 3% menjadi Rp.2,99 triliun. Kinerja transformasi bisnisnya juga berhasil menaikkan total aset dari 32,75 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 37,6 triliun di tahun 2020.

Menutup tahun 2020, PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) melaporkan pendapatan preminya mencapai lebih dari Rp.11 triliun. Ini peningkatan 17,8% dari tahun sebelumnya (2019).

Setelah dikurangi premi re-asuransi serta ditambah perolehan hasil investasi, jasa DPLK dan pendapatan lain maka total pendapatan (top-line) AXA Mandiri mencapai Rp.12 triliun lebih! Kemudian setelah dikurangi segala beban dan pajak maka AXA Mandiri berhasil membukukan laba komprehensif (bottom-line) sebesar lebih dari Rp.1 triliun. Net Profit After Tax (NPAT) sebesar 8,33%!

Dengan Rasio Solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) mencapai 536%, ini angka yang jauh di atas batas minimum yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 120%, AxaMandiri sangat solid.

Prestasi yang mengagumkan bukan? Di tengah prahara dunia perasuransian nasional yang sedang defisit kepercayaan. Padahal kepercayaan adalah modal utama dalam bisnis asuransi. Namun sayang, di tengah kemoncoran kinerja laporan keuangan AXA Mandiri itu kita masih pekak mendengar jeritan cukup banyak nasabahnya yang kecewa. Mengapa mereka kecewa?

Kabarnya ada banyak “kasus penipuan”, atau tepatnya kasus “nasabah yang merasa tertipu” oleh para agen asuransi AXA Mandiri. Nasabah yang (merasa) tertipu ini jelas marah dan jadi “berisik” di media-sosial. Dan “berisik nasabah” jelas bisa mencoreng nama baik AXA Mandiri. Itu jelas, dan jelas pula ini mesti mendapat perhatian yang cukup dari manajemen AXA Mandiri. Jangan sampai gegara nila setitik rusak susu sebelanga!

Kalau kita menilik laman di facebook dan keluhan-keluhan nasabah yang (merasa) ditipu oleh AXA Mandiri adalah kasus-kasus perjanjian (akad) asuransi antara nasabah dengan para agen asuransi AXA Mandiri. Ada banyak keluhan tentang apa yang jadi kesepakatan awal dengan apa yang ternyata tertera dalam dokumen polisnya.

Keluhan-keluahan para nasabah AXA Mandiri ini bisa dengan mudah ditelusuri di berbagai platform medsos facebook https://www.facebook.com/groups/403792866677643  twitter, misalnya atas nama: https://twitter.com/zaini_muhammadd/status/1381505695434956800?s=20  dan keluhan nasabah lainnya bisa ditelusuri sendiri lewat mesin pencari).

Mungkin saja bukan maksud dari manajemen (komisaris dan direksi) AXA Mandiri untuk melakukan penipuan. Ini jelas berbeda kasusnya dengan skandal dunia asuransi yang menjebloskan Jiwasraya, Asabri dan mungkin juga WanaArtha yang terindikasi terlibat dalam perputaran dana haram sindikat Benny Tjokro (terdakwa utama kasus Jiwasraya-Asabri).

Apalagi jika PresDir AXA Mandiri, Handojo G. Kusuma, dalam pernyataan persnya baru-baru ini mengatakan bahwa pencapaian kinerja mereka yang positif ini tidaklah terlepas dari hasil kerja sama tim. Mulai dari tenaga pemasarannya, para karyawan, mitra bisnis, hingga dukungan dari para pemegang saham AXA Mandiri.

Program transformasi bisnis AXA Mandiri berbasis digital telah terbukti mampu mengerek kenaikan kinerjanya. Teknologi digital dioptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta menaikkan produktivitas para Financial Advisor (FA). Di sisi lain, teknologi digital itu juga bisa memberikan kemudahan kepada para nasabah untuk terhubung dan mendapatkan pelayanan dari AXA Mandiri.

Lalu bagaimana dengan para nasabahnya yang saat ini tergabung dalam segmen “nasabah sakit-hati”, mereka yang kecewa dengan pelayanan atau jelasnya telah (merasa) “ditipu” oleh (para FA) AXA Mandiri?

Tentu saja mereka harus segera mendapat perhatian khusus. Kalau perlu manajemen AXA Mandiri membentuk tim khusus untuk segera menuntaskan perselisihan ini. Bukan untuk debat kusir dengan para nasabahnya, namun untuk menemukan solusi antara trio: Manajemen AXA Mandiri, para FA (Financial Advisors atau agen asuransi), serta yang terpenting dengan para nasabahnya.

Mesti diidentifikasi ada di mana persisnya yang jadi soal dari setiap kasus yang terjadi. Ya, harus kasuistik, kasus per kasus. Ini memang pekerjaan yang menantang, tidak mudah dan mungkin perlu nafas panjang dan mental baja. Mesti kerja keras dan kerja cerdas.

Bagi para nasabah, yang sudah jadi “korban” atau bakal calon nasabah asuransi, cermatilah betul-betul setiap lembar polis sebelum menandatanganinya. Jangan cuma mengandalkan “cuap-cuap” para FA.

Para nasabah atau calon nasabah sebelum membeli produk asuransi hendaknya tahu bisa menentukan tujuan dan kebutuhannya. Jika butuhnya produk asuransi jiwa, ya fokus saja ke produk asuransi jiwa. Kecuali bila (calon) nasabah sudah memiliki asuransi jiwa atau asuransi kesehatannya yang utama lalu mau beli lagi produk asuransi unit-linked (kombinasi asuransi dengan investasi) yang tentu boleh-boleh saja. Yang penting pelajari, paham dan sadari segala konsekuensi serta risiko yang ada.

Kalau perlu lakukan perbandingan dengan perusahaan maupun produk asuransi lainnya. Faktor premi, benefit, risiko maupun kemudahan proses klaim misalnya. Ada perusahaan yang sudah ‘go-digital’ dan ada pula yang masih perlu mengisi form aplikasi.

Sebagai salah satu pemain besar di kancah bisnis asuransi jiwa nasional, AXA Mandiri seyogianya bisa melakukan manuver bisnis yang positif. Jadikanlah “tantangan” dari para nasabah yang kecewa ini sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa AXA Mandiri adalah institusi yang memang layak memperoleh kepercayaan publik. Rebut kembali hati mereka. Jadikan mereka ‘duta-kepercayaan’ AXA Mandiri! Dampak getuk-tular (referral) mereka akan sangat besar.

Bukankah bisnis asuransi itu adalah bisnis kepercayaan itu sendiri?

Sekali lagi, jangan sampai gegara nila setitik rusak susu sebelanga.

Kamis, 22 April 2021

Penulis merupakan Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB)

Foto utama oleh ilustrasi/pasardana.id