Susahnya Warga +62 Siap Masa Pensiun: Refleksi Nasib Nasabah Jiwasraya

Loading

Oleh: Ir. Sulad Sri Hardanto, M.M., MBA., CFA, FRM, PFM, CWM, MWM, CSA, CRP, CPF, GRCP.

Ketika Anda membaca tulisan ini, mungkin tenggat waktu restrukturisasi polis anuitas (uang pensiun) Jiwasraya sudah lewat. Banyak pensiunan miskin, nasabah Jiwasraya yang sudah bekerja keras selama hidupnya, hanya akan menerima sekitar 60% dari uang pensiun bulanan yang dijanjikan. Kelompok ini berasal dari pegawai rendahan BUMN, para guru yang sudah mendidik banyak rakyat Indonesia, perawat, dan pekerja kecil lainnya.

Bayangkan, sebagai contoh, jika tadinya mereka dijanjikan uang pensiun per bulan sebesar Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah) setelah restrukturisasi, mereka akan menerima sekitar Rp.360.000,- (tiga ratus enam puluh ribu rupiah) saja.

Restrukturisasi ini sepertinya akan mulus berjalan, walaupun diduga menabrak beberapa Undang-undang dan Peraturan. Sebut saja: Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian-Pasal 40 ayat 5-butir (a), POJK No 69/POJK05/2016-Pasal60-ayat2-butir (a), dan beberapa POJK yang lain.

Jika pemerintah dan DPR pun sampai melanggar Undang-undang dan peraturan, bagaimana masyarakat bisa aman dalam menjalani masa pensiunnya?

Walaupun begitu, ada yang mungkin aman, yaitu Pegawai Negeri (ASN) dan TNI-Polri. Tidak ada informasi tentang investasi yang bermasalah di Taspen. Tetapi, ASABRI punya potensi kerugian yang besar, dan sepertinya akan dijamin Pemerintah 100%. Tidak seperti rakyat kecil swasta yang tidak dijamin 100% dalam kasus Jiwasraya.

Untuk orang kaya (HNWI/High Net Worth Individual), masa pensiun bukanlah suatu masalah. Mereka punya banyak aset, dan biasanya punya pendapatan yang berasal dari bisnis yang masih berjalan. Masalah mereka adalah bagaimana membagi warisan ke anak-anak mereka, supaya lancar, adil, aman, dan tidak terjadi perkelahian antar saudara.

Untuk orang menengah ke atas, mereka punya aset juga (properti, saham, SBN, reksadana, asuransi unit link, dan lain-lain, serta memiliki salah satu atau beberapa program pensiun dari pemberi kerja (DPPK), DPLK, anuitas, dan JHT/JP dari BPJS-TK. Mereka juga memiliki asuransi kesehatan dari kantor, tetapi asuransi ini akan berakhir beberapa bulan/tahun setelah mereka pensiun. Untunglah, mereka bisa mendapatkan penggantinya dari BPJS-Kesehatan.

Sayangnya, iklim investasi sekarang ini kurang bagus, misalnya di pasar modal. Banyak reksadana, repo, dan saham yang bermasalah. Hal-hal ini terjadi terutama karena governance (tata kelola/GCG) yang tidak berjalan bagus, termasuk juga pengawasan dari pemerintah, regulator.

Tentu saja, kasus ini dilakukan oleh oknum sebagai penyebabnya, karena banyak orang baik di lembaga-lembaga tersebut. Tetapi, kemungkinan besar, orang baiknya kurang berani bersuara.

Sebenarnya, dalam instrumen governance, dikenal juga adanya notifikasi (hot line, whistle blowing system, dan lain-lain) yang bisa membantu mengungkapkan tindakan tidak etis, bahkan fraud di sebuah organisasi.

Kalau melihat banyaknya kasus di Indonesia, sepertinya ini bersifat sistemik, dan perlu penerapan governance yang lebih ketat.

Maka, usaha-usaha Kementerian BUMN dan OJK untuk mendorong penerapan GRC (Governance, Risk Management, & Compliance) perlu didukung dan disertai dengan pengawasan dan penegakan hukum/peraturan yang lebih tegas.

Sebagai contoh aspek tata-kelola yang lemah adalah transparansi. Dulu, Jiwasraya itu merupakan salah satu BUMN terbaik, tetapi tiba-tiba ada pengumuman tentang kerugian investasi yang besar. RBC (Risk Based Capital) Jiwasraya rata-rata di atas 200%, sekarang ekuitasnya negatif.

Ini bukti tidak adanya transparansi di manajemen, komisaris, pengawas, dan regulator. Lebih dari itu, banyak produk Jiwasraya yang memberi jaminan kepastian return (imbal hasil) yang cukup tinggi selama bertahun-tahun.

Pemberian jaminan return tetap, apalagi dalam jangka panjang, merupakan sesuatu yang dihindari di dunia investasi, karena berisiko tinggi. Anehnya, bisa lolos dari pengawasan Lembaga-lembaga Pemerintah yang berwenang.

Dan sekarang, para pensiunan yang harus ikut bertanggung jawab dan menanggung kerugian Jiwasraya. Sungguh kenyataan yang pahit bagi para pensiunan miskin.(*)

Mari kita seruput kopi pahit para pensiunan!

Penulis merupakan Chief Executive Officer Money for Wealth & Wealth Management Expert

Foto utama oleh katadata