Yayasan Arnoldus Wea Gugah Anak NTT Berani Berjuang dan Raih Impian

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Yayasan Arnoldus Wea tetap fokus dan konsisten dengan visinya membangun SDM muda Nusa Tenggara Timur. Komitmen tersebut dibuktikan lagi dengan sebuah terobosan baru, menelurkan program ke-16 dengan tajuk: Kelas Inspirasi Arnolduswea Foundation.

Kegiatan ini menghadirkan beberapa tokoh dari beragam profesi. Mereka menceritakan atau berbagi inspirasi tentang apa saja tugas dan peran mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu, mereka juga membuka strategi yang ditempuh dalam meraih impian pada profesi tersebut.

Sasaran kegiatan ini ditujukan bagi pelajar SMP dan SMA di Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun dari wilayah lain. Karena perkiraan jumlah pelajar di jenjang pendidikan menengah saat ini cukup banyak, Yayasan Arnoldus Wea menyiasatinya dengan membagi kegiatan menjadi dua sesi pada waktu yang berbeda.

Sesi pertama sudah berlangsung pada Sabtu, 4 September 2021, dilaksanakan secara virtual dengan bantuan media Zoom, serta disiarkan secara langsung atau bisa ditonton ulang via Youtube AW Visual. Kegiatan ini dipandu secara langsung oleh Co-founder Yayasan Arnoldus Wea dan dibantu oleh penata acara, Reinard L. Meo.

Arnoldus Wea, dalam keterangan awalnya menjelaskan antusiasme peserta pada batch pertama yang terbilang mengagumkan. Bagaimana tidak, ada perwakilan siswa-siswi dari 16 sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut Kaka Aldo—begitu sapaan akrabnya—kegiatan yang bertema “Anak NTT: Berani Bermimpi, Berani Beraksi” ini bermaksud untuk menggugah anak-anak di NTT atau pelajar di mana saja, untuk berani bermimpi dan berjuang mewujudkannya.

“Saya berasal dari kampung kecil di kaki Inerie, Maghilewa, jauh dari Kota Bajawa dan juga jauh dari kota kecamatan, tapi punya mimpi bahwa generasi-generasi di bawah saya, 15—20 tahun ke depan bisa lebih baik dari saya” terang KK Aldo Wea sembari menyampaikan bahwa memiliki beban moril, bagaimana menyiapkan adik-adik yang masih di bangku SMP dan SMA bisa melanjutkan estafet keberhasilan seperti yang dirinya peroleh dan para narasumber.

“Kita tidak bicara teori. Kita akan bicara bagaimana hal yang memang sudah didapatkan oleh kakak-kakak narasumber semuanya. Saya ingin ada sharing interaktif, ada paparan yang begitu detail meski terbatas dengan waktu, tapi setidaknya ada hal-hal positif yang bisa diambil,” tambah dia.

Sumber inspirasi pertama dari AKP Nyi Ayu Fitria Facha, S.H. atau akrab disapa Kaka Ayu, seorang Dankitar Taruna Akpol yang bertugas mengajar para calon polisi di Akademi Kepolisian. Menurut lulusan Taruna Akpol dari Lampung itu, banyak rekan atau adik-adik angkatannya berasal dari NTT dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Karena itu, baginya setiap orang punya peluang yang sama untuk menjadi polisi.

“Asalkan semangat dan terus berlatih,” pesannya.

Sehari-hari Ayu bertugas mendidik para calon polisi. Menurutnya informasi mengenai cara masuk polisi sudah banyak tersedia di internet. Karena itu dia menyarankan agar adik-adik peserta Kelas Inspirasi Arnolduswea Foundation bisa memanfaatkan internet secara positif.

Ayu menjelaskan proses seleksi masuk Akpol, yakni secara umum terdiri dari tes kemampuan akademis dan jasmani. Prosesnya berlangsung secara terbuka dan bisa diakses gratis.

Ayu tidak menampik pernah mengalami putus asa selama menjalankan profesinya itu. Tapi, dukungan keluarga dan keinginan untuk terus belajar dan berlatih membuat dirinya bisa bertahan dan sukses hingga seperti saat ini.

Mursina W. Daeng, S.K.M., M.P.H atau yang biasa dipanggil Ka Ningsih menjadi sumber inspirasi berikutnya. Ia ASN di Pemkab Ngada. Dulunya ia mengenyam pendidikan S1 di Bali, sempat bekerja di puskesmas, lalu melanjutkan pendidikan Master of Public Health di Melbourne. Saat ini Ningsih fokus bekerja menangani urusan masalah stunting di Ngada.

Ningsih merasa bangga karena bisa berkuliah di luar negeri. “Meski saya dari kampung,” sambungnya.

Dia berkisah kalau sudah mulai melamar beasiswa sejak 2011, namun baru lolos tahun 2015. Ningsih mengaku awalnya agak bermasalah dengan skor TOEFL, tapi karena gigih berlatih dan mencari peluang di mana-mana, akhirnya berhasil juga.

Saat ini Ningsih sedang menyiapkan rencana studi Doktor, kemungkinan mengangkat masalah stunting yang menjadi fokus pekerjaannya berapa tahun terakhir. “Bermimpi lah setinggi langit, sehingga ketika jatuh masih berada di antara bintang-bintang,” tambahnya.

Suasana kelas inspirasi Arnolduswea Foundation

Selanjutnya ada Kaka Nona Gae Luna, M.A yang di dalam Kelas Inspirasi Arnolduswea Foundation itu ia akrab disapa Ka Nona, seorang diplomat yang bekerja di KBRI Roma. Nona sebenarnya berdarah Flores, namun bertumbuh di Surabaya, hingga lulus dari jurusan Hubungan Internasional di Universitas Airlangga. Semasa kuliah dirinya pernah kerja di sebuah hotel, kemudian lulus dan bekerja di kementerian luar negeri.

Sebagai Diplomat, Nona menjadi perwakilan negara dan bangsa Indonesia dalam berbagai urusan di luar negeri, khususnya Roma, Italia. Menurut Nona, apapun yang ingin dicapai, semua berawal dari mimpi.

“Mimpi adalah doa, tetapi mimpi saja tidak cukup, harus dengan aksi. Selama meraih mimpi, kegagalan merupakan kewajaran. Saat gagal boleh sedih, tapi jangan sampai terpuruk. Harus bangkit lagi. Apa pun kegagalan yang dialami, jadikan sebagai booster untuk keberhasilan,” tutur dia.

Dr. Nikolaus Loy, M.A juga menjadi tamu inspirasi, sehingga saat itu disapa dengan Ka Niko berasal dari kampung yang saat ini sedang terjadi bencana banjir bandang yaitu Malapedho, Desa Inerie. Saat remaja ia bersekolah di Mataloko, kemudian sempat ke Malang, tapi hanya setahun sebelumnya akhirnya bekerja di Ende.

Dari sana Niko bergerak lagi ke Jawa, kemudian berkuliah di UGM dengan mengambil studi Hubungan Internasional. Setelah itu Niko menjadi Akademisi di UPN Veteran Jogja, dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Monash University, Australia. Baru-baru ini sudah lulus dari studi Doktor di UGM.

Selama bertahun-tahun menjadi Dosen di Jogja, Niko memiliki banyak pengalaman bertemu atau lebih tepatnya membimbing adik-adik mahasiswa dari NTT. Menurut Niko, “adik-adik kita itu kebanyakan mengalami rasa tidak percaya diri. Tapi setelah kita yakinkan, pada semester berikutnya bisa semakin maju,” ungkap Niko.

Dari pengalaman itu Niko berpesan, “adik-adik dari mana saja, tidak perlu takut dan merasa rendah diri kalau kuliah atau bekerja di luar daerah.” Selain itu, Niko berharap adik-adik yang duduk di bangku SMA harusnya sudah memiliki mimpi yang riil, “Mau jadi apa?

Niko menambahkan, bila perlu setiap orang punya dream book. Tulis apa mau dicapai, tempelkan di dinding kamar atau tempat yang sering dijangkau.

“Jangan lupa doa dan wujudkan mimpi-mimpi itu,” ajaknya.

Tamu kelas inspirasi kelima pada sesi pertama ini adalah seorang Dokter Spesialis Anak. Ka Syahra panggilannya. dr. Syahradian Hasbrima, SpA memang berasal dari keluarga yang berprofesi sebagai dokter juga. Meski demikian, itu bukan berarti dia dipaksa mengejar pekerjaan tersebut, tidak juga diberi kemudahan lantaran anak atau cucu seorang dokter.

Syahra tetap berjuang mengejar mimpinya sebagaimana orang lain. Dia berjuang lolos SNMPTN, hingga akhirnya bisa mengambil pendidikan dokter di Unpad Bandung. Selanjutnya Syahra menempuh pendidikan spesialis anak.

Sebagai dokter anak, Syahra tidak mengurusi orang sakit, tapi bagaimana berusaha agar orang sehat tetap mempertahankan kondisinya. Syahra menyarankan adik-adik yang ingin menjadi dokter untuk banyak belajar. Banyak juga peluang beasiswa, asalkan bisa memenuhi syarat, salah satunya kemampuan menulis esai.

“Intinya harus bekerja keras,” tandasnya.

Kelas Inspirasi Arnolduswea Foundation sesi pertama itu berlangsung kurang lebih selama 150 menit. Setelah para narasumber menceritakan pengalaman hidupnya, adik-adik peserta diberikan kesempatan untuk bertanya. Mereka sangat antusias, dan pada umumnya bertanya bagaimana rasanya berkuliah di luar negeri.

Kelas Inspirasi Arnolduswea Foundation ini akan diadakan sekali lagi.(*)

Sumber dan foto (*/tim/fritz)