Militer Jadi Tersangka, Firman Wijaya: Ini Penanganan Hukum TNI Aktif

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Penetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus penerima suap, kini semakin kompleks.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka karena diduga menerima aliran suap hingga 88,3 miliar rupiah. Namun, penetapan tersangka atas TNI aktif itu kini menimbulkan persoalan baru.

Menyikapi hal itu, Ketua Peradin Firman Wijaya menyebut pemberantasan korupsi secara subtansi materiil merupakan program strategis negara. “Namun, di sisi lain penting diperhatikan aspek formil terutama kompetensi peradilan di mana penyelenggara negara TNI aktif memiliki yurisdiksi/kompetensi khusus yakni peradilan militer yang terikat proses melalui atasan yang berhak menghukum (Ankum) dan Papera (Perwira Penyerah Perkara, red),” ujarnya pada Jumat, 28 Juli 2023.

Menurut Firman, jika itu tidak ditempuh muncul pelanggaran kompetensi absolut yang berakibat pada prosedur cacat hukum. “Secara prosedur hukum semestinya KPK lebih dulu berkoordinasi atau lebih menyerahkan informasi ini kepada Puspom TNI,” ucapnya.

Kekeliruan KPK ini, imbuh Firman, memang fatal akibatnya secara hukum. “Saran saya ke depan perlu membangun kembali peradilan koneksitas (gabungan peradilan militer sipil),” ungkapnya.

Firman menilai Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997, jelas KPK menabrak Undang Undang TNI. “Maka, saran saya ke depan sekali lagi perlu penyempurnaan prosedur hukum formil dan hukum materiil UU TNI. Tindakan semacam ini seharusnya tidak perlu terjadi,” ucapnya.

Karena itu, menurut Firman, jika pun substansinya benar sekalipun tapi tidak kemudian ada prosedur yang jelas-jelas eksisting (ada). Apalagi, kata dia, kelembagaan seperti Basarnas adalah kelembagaan yang secara relasi sangat erat dengan TNI. “Mestinya KPK sadar itu. Kompetensinya apalagi itu yurisdiksi absolut UU TNI dan ada penyidiknya khusus dan mekanismenya khusus seperti ankum dan papera,” imbuhnya.

Ia menyarankan sebaiknya dikembalikan kepada UU sesuai prinsip lex spesialis agar tidak terjadi benturan kewenangan antar lembaga penegak hukum.

“Sebaiknya ke depan KPK perlu minta maaf dan bangun koordinasi dengan Puspom TNI yang juga aparat penegak hukum melalui penyempurnaan regulasi dan perlu KPK disiplin dapat menjalankan UU,” urainya sembari menandaskan 4 matra kompetensi hukum dalam pemberantasan korupsi kepolisian, kejaksaan, KPK, Puspom TNI harus terintegrasi dalam UU khusus di antaranya UU Tipikor.(*)

Sumber (*/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *