Jakarta, gardaindonesia.id | Dua kejadian bencana gempa bumi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Palu, Sigi, Donggala, Sulawesi Tengah menjadi pengingat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kerentanan tinggi terhadap bencana.
Dalam upaya mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus mensosialisasikan kepada Pemerintah Daerah agar aspek kebencanaan menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan pembangunan di daerah. Salah satunya dengan mengacu Peta Sumber dan Bahaya Gempa Tahun 2017 yang telah diterbitkan oleh Kementerian PUPR.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan peta gempa diharapkan bisa dijadikan masukan dan batasan untuk para perencana, terlebih saat ini pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi prioritas. “Peta ini membantu kita semakin memahami risiko bencana pada suatu wilayah, memperkuat tatakelola, berinvestasi yang berketahanan, serta meningkatkan kesiapan menghadapi bencana,” ujar Menteri Basuki beberapa waktu lalu.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti mengatakan Peta Sumber dan Bahaya Gempa 2017 lebih lengkap dari peta gempa sebelumnya karena telah mengalami pengayaan informasi. Pertama penambahan, penemuan, dan identifikasi sumber gempa yang baru berdasarkan aspek geologi, geodesi, seismologi dan instrumentasi. Kedua adanya informasi baru terkait identifikasi sesar-sesar aktif dengan jumlah yang cukup signifikan. Ketiga ketersediaan data dasar topografi yang lebih baik; dan keempat, penggunaan katalog gempa yang lebih lengkap dan akurat. Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa terdapat 295 sesar aktif yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
“Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 adalah seluruh pembangunan infrastruktur besar, seperti bendungan, jembatan, bangunan tinggi, fasilitas vital minyak dan gas, dan instalasi besar/vital harus memperhatikan keberadaan lokasi jalur-jalur sesar aktif yang memperlihatkan adanya bahaya goncangan, deformasi tanah, dan likuifaksi,” kata Sekjen PUPR Anita Firmanti pada saat membuka Seminar Nasional dengan tema Sinergi Pengelolaan Resiko Kebencanaan Menuju Permukiman Tangguh Bencana, yang diselenggarakan oleh Ditjen Cipta Karya, di Auditorium Kementerian PUPR Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Sekjen Anita Firmanti mengingatkan kembali bahwa bencana gempa bumi yang menimbulkan banyak korban jiwa dan cedera serius pada umumnya akibat runtuhnya bangunan gedung, terutama rumah, karena tidak memenuhi standar bangunan.
Sementara itu Dirjen Cipta Karya Danis H. Sumadilaga mengatakan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 harus didetailkan lagi oleh Pemerintah Daerah terkait potensi gempa di daerah mana saja. “Misalnya di Palu ada sesar Palu Koro. Dari identifikasi bahaya gempa dibuat zonasinya, zona merah dan zona hijau. Zona merah yang tidak boleh dibangun, dan zona hijau boleh dibangun,” kata Danis.
Dalam pembangunan bangunan gedung (BG), sesuai amanat UU BG No. 28 Tahun 2002, Kementerian PUPR menekankan pentingnya pemenuhan persyaratan keandalan bangunan gedung, khususnya aspek keselamatan, kenyamanan, kesehatan, kemudahan serta keserasian bangunan dan lingkungan, melalui pendampingan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun Perda tentang Bangunan Gedung.
“Diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menyelenggarakan seluruh bangunan gedung secara tertib dan terjamin keselamatan penggunanya melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang telah mengikuti ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung (building codes),” kata Danis.
Dalam seminar tesebut, turut hadir Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati yang menyampaikan materi mengenai “Membangun Budaya Antisipasi Dini Terhadap Resiko Bencana”, serta Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo menyampaikan tentang “Kebijakan Pemerintah Dalam Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengantisipasi Sumber Bencana”.
Dalam sesi seminar sesi pertama, hadir sebagai pembicara adalah Ketua Tim Penyusunan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 Masyhur Irsyam, Pakar Gempa I Wayan Sengara, dan Peneliti LIPI Danny Hilman Natawidjaja.
Pada sesi 2, sebagai pembicara yakni Sesditjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Tata Ruang & Agraria Andi Renald, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Arief Sabaruddin, Pengajar UGM Ikaputra. Seminar dihadiri oleh pejabat tinggi madya, pratama dan staf profesional Kementerian PUPR, perwakilan pemerintah provinsi/kabupaten/kota, Kementerian/Lembaga, praktisi, akademisi, dan asosiasi profesi.(*/Biro KomPub PUPR)