Denpasar-Bali, gardaindonesia.id | Kemerdekaan Pers telah dijamin dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Jaminan ini juga memiliki landasan dalam konstitusi Negara ini, yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban negara menjamin adanya kemerdekaan pers.
Yang terjadi belakangan ini, negara bukannya hadir dalam memberikan jaminan dan perlindungan, sebaliknya telah mencederai kemerdekaan pers. Ini setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara tertanggal 7 Desember 2018.
Keppres 29/2018 tersebut berisi 115 narapidana yang mendapat remisi perubahan jenis hukuman, satu di antaranya adalah untuk I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, Anak Agung Bagus Narendra Prabangsa.
Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah salah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Namun demikian, kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang diusut hingga tuntas.
Sementara, kasus lainnya belum tersentuh hukum, antara lain:
- Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996);
- Pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas Harian Radar Surabaya (2006);
- Kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010);
- Kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).
Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan para pelakunya dijatuhi hukuman pidana penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, majelis hakim menghukum Susrama berupa penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa hukuman pidana mati sesuai Pasal 340 KUHP.
Dalam putusan tersebut juga turut menjerat delapan orang lainnya yang ikut terlibat, dengan hukuman dari 5—20 tahun penjara. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya 9 (sembilan) terdakwa, April 2010. Putusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi pada 24 September 2010.
Kini, Presiden Joko Widodo, melalui Keppres No. 29 tahun 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama.
Menanggapi terbitnya keputusan presiden itu, maka Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) yang terdiri dari AJI Kota Denpasar, PWI Bali, IJTI Bali, LBH Bali, PPMI Bali, Pena NTT, LABHI BALI, Frontier Bali, AMP Bali, Manikaya Kauci, LMND Bali, dan berbagai elemen organisasi maupun individu yang mendukung kemerdekaan pers menggelar aksi di Kantor Kanwil Kemenkum & HAM Bali di Jalan Puputan Renon-Bali, Jumat/25/1/2019 pukul 09.00—11.30 WITA.
Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Bali, Nandhang R. Astika dihadapan Kakanwil Kemenkum & HAM Bali, Sutrisno menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.
Kedua, Menuntut Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara terhadap Susrama yang tercantum dalam Kepres No. 29 tahun 2018.
Ketiga, Menuntut presiden dan aparatur bawahannya agar lebih berhati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang dapat melemahkan kebebasan dan kemerdekaan pers.
Keempat, Mendesak Kanwil Hukum dan HAM Bali mengungkapkan ke publik, proses dan dasar pengajuan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis.
Kelima, Mendesak aparat penegak hukum agar menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan maupun kekeraaan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia, serta mendorong pemerintah agar menjamin kemerdekaan pers.
Keenam, Menuntut Presiden RI harus menjamin dan melindungi kemerdekaan pers.
Kronologis Pembunuhan Wartawan Radar Bali
Sebagaimana diketahui, Susrama telah terbukti dalam pengadilan melakukan pembunuhan terhadap Prabangsa, di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli, pada 11 Februari 2009 itu.
Pembunuhan ini bermula dari pemberitaan yang ditulis Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelum peristiwa pembunuhan tersebut. Berita itu terkait dugaan korupsi yang melibatkan Susrama. Kasus korupsi ini di kemudian hari juga telah terbukti di pengadilan.
Hasil penyelidikan Polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan membuktikan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan tersebut. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orang tuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam.
Prabangsa lantas digiring ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang,Kabupaten Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Karangasem, Bali, 5 (lima) hari kemudian, tepatnya 16 Februari 2009. (*)
Sumber berita (*/Tim IMO Indonesia)
Editor (+rony banase)