Garam Malaka-Emas Putih dari NTT, Digarap Atau Ditolak Masyarakat?

Loading

Malaka-NTT, Garda Indonesia | Meski ada aksi penolakan terhadap aktivitas tambak garam yang dikelola PT. Inti Daya Kencana di Desa Weoe Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak 1 Maret 2019 lalu, Namun Gubernur NTT Viktor Laiskodat tetap memerintahkan Bupati Malaka dan pihak pengelola tambak garam untuk kembali beroperasi di lokasi tersebut

Dirilis dari Siaran Pers Biro Humas dan Protokol NTT, Gubernur Laiskodat dalam arahan awalnya saat melakukan tatap muka dengan para kepala desa, tokoh pendidik, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat serta tokoh adat se-Kabupaten Malaka, Selasa/26 Maret 2019 kembali mengangkat soal tambak garam di Kabupaten Malaka yang diistilahkan sebagai ‘Emas Putih’.

“Saya sudah perintahkan Bupati Malaka dan juga pihak pengelola tambak garam untuk mulai besok kembali beroperasi di lokasi tersebut. Bagi saya, apapun kegiatan yang bertujuan baik demi kelangsungan hidup orang banyak harus tetap jalan, apalagi ini menyangkut harkat dan martabat masyarakat Malaka,” kata gubernur.

Baca juga:

http://gardaindonesia.id/2019/03/27/gubernur-viktor-perintah-investor-lanjutkan-tambak-garam-di-malaka/

Gubernur Viktor menyayangkan aksi penolakan terhadap aktivitas tambak yang dikelola PT. Inti Daya Kencana. Beliau berharap bisa berdiskusi dengan para pihak yang tidak setuju (kontra).

“Mereka yang menghalangi aktivitas di lokasi ini belum mengerti manfaat sesungguhnya dari garam untuk Masyarakat Malaka dan bangsa ini. Kalau terjadi hal seperti ini, semestinya kita duduk bersama dan berdiskusi secara baik”, sambung gubernur.

Terpisah, Herman Seran mewakili rekan-rekan Forum Peduli Mangrove Malaka (FPPM) saat dihubungi media ini, (Kamis/28 Maret 2019) sangat menyesalkan pernyataan gubernur yang menyakiti rasa keadilan pihak yang menolak aktivitas perusahaan. Karena sebagai pemerintah yang melindungi segenap rakyat Indonesia, seharusnya mendengarkan alasan pihak yang menolak sebelum memutuskan untuk menolak atau melanjutkan. Konflik horisontal harus diredam karena setiap pembangunan harus mengutamakan ‘causing no harm principle’. Pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan semua aspek pembangunan secara holistik, yang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Suatu proyek intervensi pembangunan tidak hanya mengutamakan aspek ekonomi tetapi juga secara sosial diterima dan secara lingkungan berkelanjutan.

Lanjut Herman Seran, Kenyataan bahwa projek garam itu masih merupakan pilot project maka belum bisa dipastikan keekonomiannya pada skala proyek, maka ekonomis tidaknya garam itu masih membutuhkan kajian lebih lanjut. Karena itu, ketika kita katakan itu adalah emas putih, bisa betul kalau feasibility study-nya menunjukkan bahwa hal benar. Kenyataan perusahaan belum memiliki kajian kelayakan yang membuktikan bahwa economically fiable, environmentally sound and socially accepted, technologically proven.

“Kita memang harus mendukung pembangunan dan menyiapkan garam untuk Indonesia tetapi tidak mengorbankan orang NTT sendiri. Kita tidak mau tambak garam mengorbankan Mangrove karena fungsinya yang luar biasa bagi lingkungan, sebagai nursery bagi flora dan fauna laut, sebagai pelindung terhadap tropical cyclone dan tsunami, sebagai struktur alamiah yang mencegah intrusi air laut dan menjadi barier yang melindungi terumbu dan sekaligus daratan, dan sebagai carbon trap. Fungsi-fungsi ini sangat erat berhubungan dengan SDGs”, tegas Herman.

Gubernur Viktor Laiskodat dan Bupati Malaka saat meninjau lokasi tambak garam

Tambah Herman Seran, Saya adalah pendukung gubernur yang mengutamakan kepentingan rakyat. Maka ada sebagian rakyat yang menjerit dan menolak,

“Kami berharap Gubernur mau mendengarkan pendapat mereka sebelum menyatakan lanjut atau tidak. Karena sebagian besar Masyarakat Adat Wewiku menolaknya karena merupakan wilayah ulayat dan juga tempat sakral bagi mereka.

Lebih lanjut Herman Seran mengatakan bahwa Gubernur dalam kampanyenya menyerukan moratorium tambang karena dampaknya buruk bagi lingkungan dan keindahan alam. Mangrove sebagai buffer antara ekosistem laut dan darat memiliki fungsi yang lebih krusial lagi.

“Maka tambak garam Ok, tetapi merusak mangrove kita tolak!, apa lagi tanpa ijin karena sesuai pengamatan di lapangan banyak lahan mangrove yang dibersihkan tanpa ada kajian AMDAL dan Ijin Lingkungan”, tegas Herman

Sedangkan, Yuvensius Stefanus Nonga, Deputi Direktur Walhi NTT mengatakan, sebelumnya mereka selalu terlibat dalam penilaian Amdal dengan berbagai dinamikanya yang kemudian berujung pada kesimpulan menerima atau menolak dokumen Amdal.

“Namun untuk kasus PT IDK di Malaka, kami menilai perusahaan sudah melanggar berbagai prinsip pembangunan yang dianut Walhi NTT maupun prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.

Ia menyatakan, Walhi NTT telah mengunjungi lokasi aktivitas perusahan itu pada 20 Maret 2019, di mana mereka menemukan bahwa sebagian besar ekosistem mangrove telah digusur, tepatnya di Desa Weoe dan Desa Weseben, Kecamatan Wewiku kurang lebih 200 ha, Desa Motaain Kecamatan Malaka Barat seluas 10 ha dan Desa Rebasa Wemian, Kecamatan Malaka Barat seluas 32 hektar.

“Perusakan ekosistem mangrove oleh PT IDK ini secara hukum diduga melanggar beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya (Temuan Walhi di lapangan)

Bupati Malaka saat diwawancara awak media. *Doc-Garda Indonesia

Sementara itu, Bupati Malaka, dr. Stef Bria Seran,M.Ph, saat diwawancara oleh awak media usai mengikuti kegiatan Forum Pimpinan Daerah dalam Rangkaian Musrembang Provinsi Nusa Tenggara Timur di Hotel Neo Aston (Jumat/29 Maret 2019 pukul 22.15 WITA) mengatakan bahwa lahan tambak garam tersebut bukan merupakan hutan alam primer berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kehutanan dengan luas lahan sebesar 1.044,50 hektar dan 525 hektar bukan merupakan hutan alam primer

“Jadi gak yang ada diributkan bahwa semua lahan tersebut merupakan hutan mangrove, gak ada”, tegas Bupati Malaka sambil menunjukkan surat rekomendasi Dinas Kehutanan melalui telpon genggamnya

Lanjut Bupati, Pembahasan Amdal sebagai salah satu syarat telah dilakukan dengan melengkapi semua persyaratan agar mereka (PT.IDK,red) memperoleh ijin.
“Sesuai tugas Pemerintah Provinsi ada 1 yaitu memberitahukan bahwa itu layak dan tugas Pemerintah Kabupaten ada 2 yakni berdasarkan kelayakan dari Pemerintah Provinsi maka Pemerintah Kabupaten akan mengeluarkan Ijin Lokasi dan Ijin Lingkungan. Selama itu belum keluar maka ijin tidak akan keluar”, ungkap Bupati Malaka

Saat dikonfirmasi para awak media mengenai apakah ada lahan mangrove yang dirusak? Dengan tegas Bupati Malaka menyatakan bahwa tidak ada hutan mangrove yang dirusak
“Tidak ada mangrove yang dirusak, tidak ada”, pungkasnya.

Penulis dan editor (+rony banase)