Sosialisasi Rumah Perempuan : Migrasi Aman, Cara Jitu Bekerja di Luar Negeri

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Upaya memberikan edukasi tentang migrasi aman untuk bekerja di luar negeri terus dilakukan oleh Rumah Perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan dan perdagangan orang (Human Trafficking).

Berkolaborasi dengan BNP2TKI, BP3TKI, Dinas PPPA NTT, Dinas Kopnakertrans dan DPD I Partai Golkar NTT, Rumah Perempuan NTT menghelat kegiatan Sosialisasi Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mengusung tema ‘Peran Serta Masyarakat Dalam Penempatan dan Perlindungan Pekerja Mingran Indonesia’ yang dilaksanakan di Aula DPD Golkar NTT, pada Jumat 6 September 2019.

Dikuti oleh para mahasiswa dan organisasi pemuda se-Kota Kupang, sosialisasi tentang Migrasi Aman ini menghadirkan para narasumber diantaranya Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan BNP2TKI, Dr. Servulus Bobo Riti; Direktur Rumah Perempuan, Libby Sinlaeloe; Kepala BP3TKI Kupang, Siwa, S.E. Kabid Perlindungan Hak Perempuan DP3A NTT, Dra Margaritha Boekan, dan perwakilan Dinas Kopnakertrans Provinsi NTT.

Foto bersama para narasumber dan peserta Sosialisasi Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mengusung tema ‘Peran Serta Masyarakat Dalam Penempatan dan Perlindungan Pekerja Mingran Indonesia’

Direktur Rumah Perempuan, Libby Sinlaeloe mengatakan hingga September 2019 terdapat 79 jenasah pekerja migran yang dikirim ke NTT merupakan salah satu indikator bahwa pengetahuan dan keterampilan para tenaga kerja ini terbatas.

“Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten untuk menyikapi persoalan tersebut. Namun ada hal-hal yang kurang terutama terkait dengan pencegahan dan penanganan. Akibatnya, persoalan ini terus- menerus terjadi,” jelas Libby.

Berkaitan dengan pencegahan, ujar Libby, Rumah Perempuan melihat bahwa masyarakat di NTT belum mengetahui dengan baik dan benar bagaimana bermigrasi secara aman. “Misalnya kalau bepergian ke luar negeri itu wajib mempunyai identitas hukum yang legal, yang resmi. Jadi, tidak hanya asal ada tetapi materilnya itu kurang. Jadi, misalnya si A berangkat ke luar negeri berusia 17 tahun tetapi diubah menjadi 21 tahun. Ini sesuatu yang tidak boleh dilakukan apalagi sampai merubah nama,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala BP3TKI Kupang, Siwa,S.E. mengatakan, sosialisasi ini bertujuan untuk menyebar luas informasi tentang bermigrasi yang benar.

”Agar mereka (para PMI, red) dapat pergi untuk bekerja sesuai ketentuan berlaku. Sehingga masalah-masalah yang terjadi itu bisa kurangi. Nah, penyebaran informasi ini kita perlukan dengan berbagai stakeholder, berbagai lapisan masyarakat, dan berbagai unsur yang lain,” ujar Siwa.

Kegiatan ini, lanjut Siwa, untuk menyebarkan informasi tentang penanganan kasus-kasus pekerja migran di NTT yang harus melibatkan banyak pihak.
“Pemerintah maupun masyarakat sipil, lembaga keagamaan dan seterusnya harus bersatu padu dalam penyebaran informasi ini. Jadi, yang hadir hari ini kita harapkan mereka harus bisa melanjutkan apa yang telah disampaikan hari ini,” tandasnya.

Senada dengan Kepala BP3TKI dan Direktur Rumah Perempuan, Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan BNP2TKI, Dr. Servulus Bobo Riti mengatakan bahwa kita harus merubah mindset atau cara berpikir untuk bermigrasi aman karena negara ingin memfasilitasi warga negara yang ingin bekerja di luar negeri.

“Negara tidak mendorong warga negaranya untuk bekerja di luar negeri namun ketika warga negara ingin memperoleh kesempatan tersebut maka negara akan hadir,” terang Dr. Servulus.

Dr.Servulus juga menyampaikan bahwa sosialisasi yang diinisiasi oleh Rumah Perempuan sebagai media untuk disebarluaskan kepada banyak orang mengenai migrasi aman. “Sosialisasi ini sebagai upaya terus menerus penyebarluasan informasi tentang bekerja di luar negeri yang benar dan aman,” bebernya.

Selain itu tandas Dr. Servulus, pemerintah terus melakukan sosialisasi sebagai upaya untuk meminimalisasi korban akibat PMI non prosedural dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau Human Trafficking.

Penulis, editor dan foto (+rony banase)