Situasi Pilkada Belu dan Antisipasi Terhadap Strategi Kuda Troya

Loading

Oleh : Lejap Yuliyanti Angelomestius. S.Fil.

Situasi Pilkada Belu semakin panas. Semua prediksi survei menunjukkan angka presentasi masing-masing kandidat masih ambigu. Hal ini, pertanda bahwa setiap kandidat belum bisa mengklaim menang atau kalah karena semua bisa berubah pada saat pencoblosan pada Rabu, 9 Desember 2020.

Dalam kondisi seperti ini, tampaknya semua usaha dan strategi sudah dikerahkan oleh masing-masing kandidat dan tim suksesnya. Entah itu melalui lelang visi-misi, promosi para kandidat dan bahkan money politics, pembagian sembako, falasy argumentum dan ataupun menggunakan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Salah satu strategi yang mungkin juga akan digunakan dalam Pilkada Belu adalah strategi Kuda Troya. Strategi ini berasal dari kisah Kuda Troya. Salah satu kisah mengenai tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang Yunani untuk memasuki, menaklukkan dan memenangkan perang melawan Kota Troya.

Menurut kisah, setelah pengepungan selama 10 tahun dan tidak membuahkan hasil, orang-orang Yunani akhirnya membangun sebuah patung kuda kayu raksasa dan menyembunyikan tentara perang di dalamnya dan kemudian menempatkannya di tengah kota. Setelah itu, orang-orang Yunani berpura-pura berlayar pergi meninggalkan kota.

Ketika orang-orang Troya mengetahui bahwa orang-orang Yunani telah melarikan diri dan meninggalkan kota, orang-orang Troya langsung datang ke Kota Yunani dan dengan senangnya mereka membawa patung kuda kayu yang berisi para tentara Yunani itu ke kota mereka sebagai lambang kemenangan.

Dengan adanya beberapa pasukan militer perang Yunani yang bersembunyi di dalam patung kuda itu, maka orang Yunani dengan mudah dapat membunuh dan menghancurkan benteng pertahanan Kota Troya hingga akhirnya kota Troya pun berhasil ditaklukkan.

Dari cerita di atas kita dapatkan logika dari strategi kuda Troya yakni:

Pertama, seolah mau menjadi sahabat yang terbaik, padahal adalah musuh yang terhebat. Atau dengan kata lain musuh dalam selimut;

Kedua, strategi menyerang langsung pada pertahanan lawan.

Strategi Kuda Troya sampai saat ini memang belum dimainkan oleh para kandidat dan masing-masing tim sukses (timsus) cabup dan cawabup. Namun, dengan situasi survei yang masih ambigu tentu tidak menutup kemungkinan untuk strategi ini dipakai. Apalagi dalam situasi sekarang ada beberapa tokoh yang biasa menjadi timses dalam pemilihan belum menyatakan sikapnya untuk mendukung paslon tertentu. Tentu saja, oknum-oknum ini dengan gampang dipakai sebagai agen ganda dan Kuda Troya dalam Pilkada.

Strategi ini memang sangat ampuh jika digunakan karena dengan mudah orang akan mendiskreditkan calon lawan. Sebagai contoh: timses dari Paslon A, pergi mengunjungi suatu desa membawa sebuah truk yang penuh berisi sembako mengunjungi sebuah desa dengan tujuan untuk membeli suara. Sembako dan truk tersebut dihiasi dengan menggunakan atribut dari Paslon B yang mudah dilacak. Seolah mereka berani unjuk muka dan menyediakan diri tertangkap tangan.

Contoh lain: Timses dari Paslon A menggunakan beberapa tokoh yang berpengaruh untuk menggalang massa pada basis Paslon B, dan berhasil menjadikan basis Paslon B menjadi basis Paslon A.

Dari contoh di atas, untuk contoh yang pertama kepada orang yang cerdas pasti akan mengkritisinya dengan pertanyaan demikian: Kalau mereka memang mau menyuap, mengapa menggunakan sembako dan truk yang diberi atribut yang gampang dilihat, mengapa tidak menggunakan uang yang lebih gampang disamarkan? Jika kecerdasan seperti ini adalah milik timses yang kandidatnya hendak dikorbankan maka dengan mudah usaha untuk mendiskualifikasikan Paslon yang hendak dikorbankan (seturut UU Pilkada) oleh agen Kuda Troya dapat teratasi.

Sedangkan untuk contoh yang kedua, tentu saja akan menuai kesulitan karena para timses harus lebih cerdas dan kritis untuk mencari strategi yang dapat mengatasinya.

Terkait strategi Kuda Troya, strategi ini memang ampuh namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat dipatahkan. Karena menurut Peter Schröder, pakar strategi politik, dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik berpendapat bahwa “tidak ada satu pun strategi politik yang tidak dapat dipatahkan selagi strategi itu masih dapat dijangkau oleh pikiran kritis manusia.”

Dengan demikian, menurut saya dalam Pilkada Belu jika timses dari masing-masing kandidat itu kritis dan masyarakat itu cerdas untuk melihat persoalan pilkada ini secara rasional dan tidak hanya emosional dengan tetap berpegang pada prinsip dasar untuk memilih pemimpin, maka yang harus diperhatikan adalah: lihatlah track record, komitmen, kepemimpinan dan program kerjanya bukan hal-hal yang dikaburkan oleh emosional yang menyangkut sentimen ras dan golongan, penggiringan opini dan juga jebakan Strategi Kuda Troya.

Harapan saya, semoga situasi pilkada di kabupaten Belu berjalan aman, tertib, baik dan jujur agar kelak pemimpin yang dipilih benar-benar pemimpin yang mau memberi diri untuk melayani semua masyarakat yang dipimpinnya.(*+rb)

*/Penulis merupakan Wartawan Suluh Desa. Tinggal di Halilulik, Desa Naitimu, Kec. Tasifeto Barat, Kab. Belu)