VBL : Sang Kontroversial Itu Mulai Menyihir Publik

Loading

Oleh Yucundianus Lepa, Advisor Kementerian Desa dan PPDT RI

Jumat 22 Oktober  2021, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), melangkah lebih jauh menyempurnakan perjalanan hidupnya dengan meraih gelar doktor  di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Gubernur VBL  berhasil mempertanggungjawabkan disertasinya berjudul Tranformasi Pariwisata Nusa Tenggara Timur (Inclusive, Local Resources-Based, Sustainable) dengan predikat Pujian.

Sebagai warga NTT, saya sebagai pribadi maupun atas nama keluarga menyampaikan proficiat atas capaian ini. Dalam pandangan saya, capaian ini adalah sebuah bentuk pembelajaran yang layak diteladani. Sebagai  seorang pejabat publik, VBL mengajak siapa saja untuk mengimplementasikan long life education bahwa  belajar tak mengenal batas waktu dan batas usia. Dan ini saya catat sebagai kontroversial pertama. Banyak orang berkeinginan belajar untuk hidup, sementara VBL mengambil  arus berlawanan, hidup untuk belajar. Itulah sebabnya, ketika  para pejabat  ramai mengejar gelar honoris causa, VBL kembali sibuk menenteng ransel untuk memasuki dunia kampus.

Jika judul Disertasi Transformasi pariwisata Nusa Tenggara Timur (Inclusive, local-based – sustainable) adalah  minat yang menarik perhatian seorang intelektual, untuk digeluti secara teoritik-ilmiah, maka dapat dibaca pula bahwa minat yang sama itulah yang selama ini menggerakkan jiwa, menyita perhatian VBL sebagai gubernur dalam membangun masyarakat Nusa Tenggara Timur. VBL ingin meyakinkan masyarakat NTT bahwa pariwisata adalah potensi dengan keunikan dan keasriannya harus menjadi keunggulan masyarakat. Dan dari sektor tersebut NTT dapat digerakkan untuk  bangkit dan sejahtera.

Dan seperti kita ketahui bersama di sektor ini pula banyak kebijakan  “kontroversial” dicanangkan. Dari penutupan destinasi wisata Labuan Bajo bagi pengunjung untuk kepentingan pembenahan menyeluruh. Pembangunan Jurasik Park,  hingga promosi wisata di tengah pandemi Covid-19 yang menuai protes dan kritikan. Namun, ketika VBL meraih gelar doktor dengan fokus kajian pada pariwiasata, ia sedang menunjukkan kepada semua pihak bahwa tidak ada kebijakan pembangunan yang dirumuskan sekadar formulasi “sabda” sang penguasa. Sebagai orang yang pernah melakukan studi khusus tentang pariwisata kebijakan yang dirumuskan sudah tentu bersumber dari hasil kajian mendalam dengan visi yang menjangkau ke masa depan.

Dengan demikian, pandangan kita tentang pariwisata NTT ke depan adalah pariwisata yang inclusive, yang menjadikan keunikan dan keunggulan lokal sebagai daya tarik, dan menjadikan aktivitas kepariwisataan hari ini sebagai sumber komoditi yang terus digali dan dikembangkan secara berkelanjutan.

Langkah Terobosan

Berdasarkan Peraturan Gubernur NTT Nomor 85 Tahun 2019 yang diterbitkan tanggal 28 Oktober 2019, pemerintah menetapkan kawasan wisata percepatan pengembangan pariwisata estate di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan wisata tersebut terdiri dari Pantai Liman di Kabupaten Kupang, Mulut Seribu di Rote Ndao, Lamalera di Lembata, Moru – Wolwal di Alor, Koanara di Ende, – Praimadita di Sumba Timur dan Mutis – Fatumnasi di TTS. Tujuh destinasi ini dibangun pada 2019. . Sehingga, harapannya, destinasi tersebut dapat menjadi role model dan pilot project pengembangan pariwisata estate baru.

Terkait hal ini, telah dirintis peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan para pelaku wisata berbasis masyarakat. Peningkatan SDM dan kelembagaan itu ditujukan untuk mempersiapkan masyarakat agar dapat menjadi pelaku usaha pariwisata berbasis masyarakat yang profesional dan berdaya saing secara nasional.

Langkah awal, yang dilakukan pemerintah Provinsi NTT adalah menginisiasi “live in” para pelaku usaha, BUMDes dan penggerak pariwisata di beberapa desa wisata di NTT. Salah satuynya adalah kegiatan live in di Desa Otan Kecamatan Semau Kabupaten Kupang. Dengan model pelatihan ini bersama warga di lokasi pariwisata, akan terjadi sharing ilmu, pengetahuan dan pengalaman dapat saling memperkuat para pelaku pariwisata.

Bagai gayung bersambut, Badan  Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) sementara merancang tiga program dalam rangka pengembangan pariwisata berkelanjutan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tiga program utama dimaksud adalah wisata Flores, Lembata, Alor, Bima (Floratama), Floratama Academy dan juga persiapan Floratama Travel Pass. ” (Antara, 21 Juli 2021)

Dilema Etis Kepemimpinan

Kegiatan pemerintahan sektor pariwisata yang kemudian berujung silang pendapat tak berkesudahan adalah pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan  Daerah (TPAKD) dengan mengambil tempat di Desa Otan. Mestinya dipahami bahwa Otan menjadi lokus kegiatan karena telah ditetapkan sebagai destinasi wisata baru pada API 2020. Tidak bisas diingkari bahwa kegiatan formal pemerintahan di tengah penyebaran wabah Covid-19 memperhadapkan kita pada lingkaran masalah yang saling beririsan antara kewajiban pemimpin melindungi kesehatan masyarakat di satu sisi, dengan tanggungjawab menyejahterakan masyarakat di sisi yang lain.

Dua bidang hidup kemanusiaan ini tidak bisa dipilih salah satunya, karena keduanya ada dalam lingkaran yang dibahasakan secara matematis saling beririsan. Kesehatan adalah salah satu unsur hakiki kesejahteraan. Tanpa kesehatan, kesejahteraan tidak pernah ada. Sebaliknya tanpa kesejahteraan, masyarakat akan terus hidup dalam kubangan penderitaan. Banyak pikiran dan tindakan positif pemerintah yang terkadang tidak dicermati secara baik. Sambutan yang dating justru protes. Dan protes selalu dihubungkan dengan pentupan sementara ibadah, penghentian belajar tatap muka, yang lebih mencerminkan perlawanan terhadap ketidakseimbangan hak publik dan bukan ekspresi kelelahan kita menjaga kesehatan bersama.

Pandemi Covid 19, memperhadapkan para pemimpin publik pada ujian kepemimpinan yang berat. Bagi pemimpin yang tidak ingin menghadapi risiko berupa kritikan dan cemoohan, mereka akan menunaikan segala macam aktivitas kemasyarakatan secara virtual. Ia cukup berpidato di ruang ber-AC tanpa mempedulikan apa implikasinya bagi masyarakat.

Namun bagi mereka yang hendak mempraktikkan kepemimpinan deliberative, cara ini bukan pilihan. Mereka ingin berada di tengah masyarakat, mendengar secara langsung keluh-kesah, memutuskan  melalui dialog dalam posisi yang sejajar. Maka menemui langsung masyarakat adalah pilihan. Pandemi, telah menjadikan pilihan tersebut menjadi pilihan berisiko.

Karakter kepemimpinan yang kuat adalah kesiapan untuk menghadapi risiko dan bertanggung jawab atas semua keputusan yang diambil. Seperti ditegaskan Judi Latif (Kompas, 24 Juni 2021) warisan terhebat dari seorang pemimpin adalah standar dan visi etis yang ditinggalkannya. Sumbangsih kepemimpinan tidak ditentukan oleh seberapa lama seseorang berkuasa, melainkan nilai apa yang dibudayakannya selama berkuasa.

Kepemimpinan itu pusat teladan, ibarat mata air yang darinya mengalir sungai-sungai kehidupan yang memasok air ke hilir.  Seperti apa mutu air di hulu akan memengaruhi mutu kehidupan di hilir. Keteladanan seorang pemimpin tidak ditentukan oleh kepatuhan bahkan ketakutannya pada peraturan, tetapi pada keberanian moralnya untuk bersikap dan bertindak dalam situasi sulit. Hanya pemipimpin yang berkarakter yang bisa melakukan itu.

Sekali lagi kami sampaikan proficiat kepada Gubernur NTT  Viktor Bungtilu Laiskodat atas keberhasilannya meraih gelar doktor dalam bidang kepariwisataan, kiranya kesuksesan ini menjadi kado terindah bagi rakyat NTT.