Penerbangan Subuh Jakarta—Kupang

Loading

Oleh: Roni Banase

Senin malam, 31 Oktober 2022, saya segera bersiap menuju ke Bandara Internasional Soekarno Hatta. Waktu masih menunjukkan pukul 22.00 WIB, saat check out dari tempat menginap usai mengikuti musyawarah nasional (Munas) I Ikatan Media Online (IMO) yang dihelat pada 26—27 Oktober 2022.

Berangkat dengan penerbangan malam memang menyenangkan karena tak panas, tak macet, dan dapat melihat pemandangan kota Jakarta dengan kemilau gemerlap cahaya lampu. Dan ini merupakan penerbangan subuh ketiga saya dari Jakarta ke Kupang.

Pesawat yang saya tumpangi berangkat pada pukul 02.55 WIB dan tiba di kota karang (sebutan untuk ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT]) pada pukul 06.10 WITA. Saya kembali kepada aktivitas menyiapkan beberapa tulisan di laman Portal Berita Daring Garda Indonesia sembari menyiapkan agenda rapat internal untuk pelantikan pengurus pusat IMO Indonesia periode 2022—2027 pada 9 Desember 2022.

Saya pun harus kembali ke Jakarta pada Kamis, 3 November 2022 guna menyelesaikan beberapa tanggung jawab dan amanah. Puji Tuhan, berdasar track record memimpin DPW IMO Indonesia Provinsi NTT, saya pun didaulat dan ditarik ke pusat menjadi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) IMO Indonesia periode 2022—2027 dan diberikan legitimasi sebagai ketua panitia pelantikan, menjadi pelajaran dan pengalaman tersendiri mengatur acara di venew The Artotel Sparks Life Hotel, Mangga Besar, Jakarta.

Delapan hari di Jakarta, sungguh menguras isi dompet. Biaya makan minum, penginapan, perjalanan menggunakan transportasi online membuat saya pun kehabisan dana untuk pulang kembali ke Kupang. Namun, Tuhan itu baik, anak pertama saya, membelikan tiket pesawat ke Kupang pada Rabu, 9 November 2022.

Usai memesan dan membeli tiket maskapai Citilink, Danya pun menghubungi saya via WhatsApp dan menyampaikan bahwa penerbangan pada pukul 2 siang. Awalnya, saya merasa heran, kok ada ya penerbangan langsung dari Jakarta – Kupang pada siang hari. Kesibukan mengatur jadwal rapat via Google Meet dan beberapa agenda pertemuan membuat saya tak lagi meneliti dan menelisik tanggal dan waktu keberangkatan.

Sebelumnya pada Selasa malam, saya bertemu teman lama yang kini telah menetap, berkarier dan sukses di Jakarta. Richard Riwoe namanya. Bersama Gresby Mello, kami makan malam dan mengobrol hingga pukul 23.50 WIB. Keduanya sempat bertanya, waktu keberangkatan saya ke Kupang dan dengan penuh keyakinan saya berkata, “Besok siang pukul 14.00 WIB!”.

Keesokan harinya, Rabu 9 November 2022 pukul 10.00 WIB, saya check out dari hotel menuju Soekarno Hatta. Saat  melakukan check in mandiri di anjungan mesin, nomor kode booking tiket ditolak hingga 3 (tiga) kali dan diminta melakukan check in di konter Citilink.

Saat di konter Citilink, saya ditanya oleh petugas hendak ke mana. Dengan percaya diri, saya pun berkata, “Ke Kupang!” Lalu, dia berkata, “Via Surabaya ya?”

“Mungkin,” timpal ku.

Petugas Citilink pun meminta elektronik tiket dan memeriksa ke manifes penumpang. Dan dengan tenang, dia berkata,” Pak, ini berangkat pada pukul 02.00 dini hari!”.

Begitu mendengarnya, serasa tempurung kedua lutut saya hendak lepas. Lemas dan berasa sedikit stres. Tiket senilai Rp.2,4 juta hangus begitu saja. Sembari menenangkan diri, saya pun duduk lesu di kursi sambil memikirkan jalan keluarnya.

Sembari menunggu keajaiban, saya pun mengunduh lirik lagu Jhon Coggins – Last Goodbye kemudian mendengarkannya via earphone bluetooth suvenir dari PLN UIW NTT saat pisah sambut General Manager PLN UIW NTT dari Agustinus Jatmiko ke Fintje Lumembang.

Ini lirik lagunya (siapa tahu, Anda juga tertarik menelisiknya di mesin penelusuran Google atau YouTube) :

Nothing to see here
Let’s just be clear
People always see themselves
In the same mirror
I gave you my heart
And still I got hurt
And In the end I just pretend
You carry no worth
My priorities
No longer your needs
And no more running back to me
When you’re lonely

So savor these last seconds
Cause 1 2 3 I’m gone

I hope that you remember every moment
Cause this is the last time we say goodbye
No more calling me up on your phone when
You’re feeling sad and you just wanna cry

I hope that you remember every moment
Cause this is the last time we say goodbye
No more calling me up on your phone when
You’re feeling sad and you just wanna cry

This is the last time
So make it last
Goodbye
No more second guessing (Goodbye)
Yeah this is ending (Goodbye)
Now (Goodbye)
Last goodbye

Di tengah kekhawatiran, saya mengirimkan kabar “ditinggal pergi oleh Citilink karena salah melihat waktu keberangkatan” kepada Gresby Mello. Dan Puji Tuhan, dia merespons dengan menanyakan keberadaan ku. Lalu, menanyakan hendak ke mana untuk sementara waktu hingga mendapatkan jalan keluar.

“Biar duduk di sini saja (Bandara Soekarno Hatta) sambil menunggu keajaiban,” jawabku.

“Tunggu ya. Nanti saya hubungi lagi. Ini sementara dengan RR (panggilan akrab untuk Richard Riwoe) meeting dengan klien,” respons Gresby.

Beberapa menit kemudian, Gresby menelepon saya, kemudian meminta menuju ke terminal 3 tempat dia dan RR sudah menunggu di parkiran. Menenteng 2 (dua) koper beroda, saya melaju ke arah mereka. Kemudian, menggunakan mobil Toyota Fortuner hitam keluaran terbaru melaju ke Jakarta Selatan.

Di tengah perjalanan, RR pun bertanya, “Ini rencana bagaimana, mau menginap di mana?” Saya merespons dengan jujur, tak tahu harus ke mana dan bagaimana.

RR, dengan tenang memainkan jemari di smartphone. 5 (lima) menit kemudian, dia berkata,”Saya telah membelikan tiket pulang untuk besok subuh (Kamis, 10 November 2022)!”

“Terima kasih, Pak RR,” timpal ku.

Tuhan baik, teramat baik!.

Selanjutnya, saya mengikuti kegiatan mereka hingga melihat kediaman RR di bilangan Cawang Baru, Jatinegara, Jakarta Timur. Hingga kami berpisah pada malam hari. Mereka ke Yogyakarta menggunakan kereta api dan saya menuju ke Bandara Soekarno Hatta pada pukul 9 malam.

Mengapa begitu dini, sementara berangkat pada pukul 02.55 WIB? Sederhana, saya tak mau lagi ketinggalan pesawat karena kecerobohan diri sendiri. Dan mengapa harus pakai pesawat dan bukan kapal laut? Karena waktu tempuh. Itu jawabannya!

Pandangan sebagian orang, jika melihat kita sering bepergian menggunakan pesawat pasti luar biasa, namun tidak untuk kondisi yang saya alami. Terkadang ada rasa khawatir jika flashback (menelusuri ke belakang peristiwa kecelakaan pesawat), meski menurut data dari Travel and Leisure, Badan Transportasi Amerika Serikat (DOT) pada 2015 menyebut bahwa pesawat terbang menjadi moda transportasi yang paling aman dibandingkan dengan jenis transportasi lainnya.

Burung besi ini dikatakan paling aman, meskipun tetap memiliki catatan kecelakaan. Itu karena angkanya paling kecil dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya. Risiko kematian karena kecelakaan pesawat terbang kemungkinannya adalah 1 berbanding 9.821 pada 2015. Pada tahun itu, data Aviation Security Network mencatat ada 2 (dua) kecelakaan pesawat di AS yang menewaskan 13 orang.

Di bawah pesawat terbang, berturut-turut jenis kendaraan yang paling aman untuk digunakan adalah kapal atau perahu, kereta api, mobil, lalu motor di urutan terakhir.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Tulisan menarik, bahwa kesulitan terbesar selalu melawan ego diri (internal) bukan eksternal. Begitu mengetahui siapa diri, Maka Tuhan turut serta memecahlan permasalahan yg kadang tidak bisa dipecahkan oleh pikiran. Salam Sukses!