Inflasi NTT, Dampak, dan Manfaat Bagi Perekonomian (Deflasi April & Mei 2023)

Loading

Oleh: Yezua H.F.H Abel, Statistisi BPS Provinsi NTT

Salah satu fokus pemerintah pada tahun 2023 adalah mengendalikan inflasi. Pemerintah menyadari bahwa perekonomian global di tahun 2023 masih menghadapi ketidakpastian meskipun sepanjang tahun 2022 perekonomian Indonesia masih tetap kuat dan dapat tumbuh. Hal ini menjadi modal pemerintah untuk menghadapi tantangan yang berat di masa yang akan datang.

Laju inflasi yang tinggi dapat memengaruhi banyak hal seperti upaya penurunan tingkat kemiskinan. Kenaikan harga ini sudah diwanti-wanti oleh Presiden Jokowi di awal tahun 2023 agar seluruh institusi pemerintah terkait, tidak hanya Bank Indonesia untuk bergerak bersama mengendalikan inflasi (bisnis.tempo.co.id tanggal 18 Januari 2023).

Merujuk definisi dari Bank Indonesia (BI) inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu, sedangkan deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus. Naik atau turunnya harga barang dan jasa secara umum disebabkan oleh tekanan dari sisi penawaran karena peningkatan biaya produksi, tekanan dari sisi permintaan karena meningkatnya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya, dan faktor ekspektasi yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapan masyarakat serta pelaku ekonomi terhadap tingkat inflasi di masa depan.

Pada Mei 2023 terjadi deflasi gabungan 3 (tiga) kota inflasi di NTT sebesar -0,64%, turun lebih dalam dibanding deflasi April sebesar -0,05%. Dengan indeks harga konsumen sebesar 113,81% yang berimplikasi terhadap inflasi tahun kalender 2023 sebesar 0,90% terhadap Desember 2022. Inflasi NTT ini lebih kecil dibanding inflasi tingkat nasional bulanan sebesar 0,09%, atau inflasi tahun kalender 1,10%.

Menarik untuk dikaji, bagaimana inflasi atau deflasi terjadi, apa penyebab dan dampaknya terhadap perekonomian.

Kelompok/Komoditas Penghambat/Pendorong Inflasi

Kelompok yang mengalami deflasi terdalam pada Mei 2023 adalah transportasi sebesar -4,66%, diikuti perawatan pribadi dan jasa lainnya -0,22% dan perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,03%. Sedangkan kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah kesehatan 0,98%, kemudian makanan minuman, dan tembakau 0,25 persen, dan kelompok pakaian dan alas kaki serta informasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing 0,02%.

Kelompok yang memberikan andil tertinggi terhadap deflasi adalah transportasi sebesar -0,72 persen, lalu perawatan pribadi dan jasa lainnya -0,02, dan perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga -0,01%.

Komoditas yang memberikan andil paling besar terhadap deflasi adalah angkutan udara sebesar -0,72%. Penyebabnya, tarif pesawat mengalami penurunan terutama yang ke luar NTT. Tarif angkutan udara sempat mendapat perhatian banyak pihak karena pada Maret dan April menjadi pendorong inflasi yang tinggi yakni masing-masing sebesar 1,15%, dan 0,17%.

Komoditas lain yang dominan memberi andil terhadap deflasi Mei berasal dari kelompok makanan yakni tomat, cabai rawit, kangkung masing-masing sebesar -0,15%, -0,05%, dan -0,02%. Komoditas makanan yang lain sebaliknya memberikan andil inflasi yang tertinggi seperti ikan kembung 0,13%, ikan tembang 0,06, dan jeruk nipis 0,03%. Komoditas-komoditas ini termasuk dalam kelompok komoditas komponen inflasi yang bergejolak karena faktor alam atau cuaca yang berubah, atau faktor musim panen atau paceklik.

Beberapa komoditas strategis perlu mendapat perhatian karena harganya mulai merangkak naik seperti bawang merah 4,95%, telur ayam ras 1,64%, dan bawang putih 2,37%. Juga beras yang setelah mengalami inflasi sejak Februari sampai April hanya mengalami deflasi -0,08%. Perubahan harga beras sering memiliki andil yang cukup besar terhadap inflasi karena bobotnya yang besar dalam penghitungan inflasi.

Dampak Inflasi

Inflasi menyebabkan pendapatan riil lebih rendah, karena dengan jumlah pendapatan yang sama, barang yang dapat dibeli lebih sedikit. Dampaknya makin terasa bagi masyarakat berpenghasilan rendah jika tingkat inflasi lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan pendapatan. Jika hal ini terus menerus terjadi maka nilai mata uang menurun atau terdepresiasi dan perekonomian akan mengalami resesi.

Inflasi berhubungan dengan angka kemiskinan, karena langsung mempengaruhi penghitungan garis kemiskinan. Hal ini berarti garis kemiskinan dari tahun ke tahun selalu berubah sesuai perubahan harga yang terjadi. Inflasi yang tinggi menaikkan batas garis kemiskinan dan menyebabkan jumlah penduduk yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan bertambah.

Secara empiris dampak inflasi terhadap kemiskinan di NTT dapat dilihat dari indikator statistik yang ada. Angka inflasi tahunan NTT 2018—2022 secara berturut-turut sebesar 3,07%, 0,67%, 0,61%, 1,67%, dan 6,65%. Pada periode 2018—2020 tampak inflasi cenderung menurun atau dapat dikendalikan dengan baik, namun di 2021—2022 inflasi NTT menunjukkan tren meningkat.

Sementara itu, garis kemiskinan NTT terus mengalami kenaikan di periode 2018—2022 yakni masing-masing Rp354,98 ribu, Rp368,19 ribu, Rp403,85 ribu, Rp438,49 ribu, Rp480,84 ribu. Sejak tahun 2020—2022 perubahan garis kemiskinan meningkat tajam yakni 7,9%, 8,6%, dan 9,7%. Hal ini menyebabkan upaya penurunan tingkat kemiskinan mengalami kesulitan.

Jumlah penduduk miskin di NTT naik turun pada periode 2018—2022 yakni sebanyak 1,142 juta, 1,130 juta, 1,174 juta, 1,146 juta, dan 1,149 juta orang. Pada tahun 2020 jumlah penduduk miskin NTT mencapai puncak akibat pandemi Covid-19 dan tahun 2022 jumlah penduduk miskin sedikit meningkat kembali.

Pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2018—2022 berturut-turut sebesar 5,11%, 5,25, -0,84%, 2,52%, dan 3,05%. Jika dibanding dengan angka inflasi tahunan, terlihat bahwa pada periode 2018—2019 inflasi lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi. Tahun 2020, inflasi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi, dampak dari pandemi yang menyebabkan resesi ekonomi. Pada tahun 2021, inflasi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Manfaat Inflasi

Inflasi merupakan indikator fundamental ekonomi makro yang menggambarkan kondisi ekonomi suatu wilayah dikatakan sehat atau tidak. Dibanding dengan indikator ekonomi makro yang lain, fenomena inflasi lebih cepat dirasakan, diketahui, bahkan dapat diprediksi sehingga lebih mudah bagi pemerintah ataupun swasta untuk mengambil kebijakan atau keputusan dalam jangka pendek.

Seperti yang digambarkan di atas, maka sangat wajar apabila pemerintah berkepentingan untuk mengendalikan tingkat inflasi. Meskipun demikian inflasi tidak berdampak negatif semata, tapi dapat juga berdampak positif. Hal ini merujuk pada literatur BI bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Target inflasi tahunan yang ditetapkan oleh BI adalah 3,0±1% sepertinya dapat dicapai setelah berakhirnya efek penyesuaian harga BBM bersubsidi yang ditetapkan tahun lalu.

Saat ini pengamatan terhadap perkembangan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat di pasar dilakukan oleh banyak pihak yang terkait, tidak saja oleh petugas pencatat harga dari BPS, tapi juga oleh petugas dari Pemda. Data inflasi yang lengkap dan berbagai fenomena terkait yang tersedia memudahkan Pemda untuk mengambil kebijakan tidak saja masalah inflasi, tapi juga terkait yang lain seperti peningkatan produksi, distribusi dan pendapatan yang akan menyejahterakan masyarakat.

Seperti sayur butuh sedikit garam agar tidak hambar, maka roda perekonomian butuh inflasi agar terus berputar.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *