Manfaat Sensus Pertanian 2023 bagi Pelaku Usaha Pertanian

Loading

Oleh: Yezua H.F.H. Abel, Statistisi BPS Provinsi NTT

Sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, dan perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi tempat bergantung sebagian besar penduduk untuk keberlangsungan hidupnya, juga untuk melestarikan sumber daya alam. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian perlu ditingkatkan agar dapat menjamin kesejahteraan pelaku usaha di sektor ini.

Sektor pertanian masih menjadi sektor kunci di Indonesia, meskipun kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung menurun. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia pada tahun 2022 sebesar 12,40 persen dari total PDB Indonesia di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang masing-masing berkontribusi sebesar 18,34 persen dan 12,85 persen. Namun, penyerapan tenaga kerja tetap yang paling besar dibanding sektor yang lain. Pada rilis data ketenagakerjaan kondisi Agustus 2022, penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 28,60 persen, jauh melampaui sektor perdagangan yang sebesar 19,36 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 14,17 persen.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan rekomendasi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), maka BPS melaksanakan Sensus pertanian 2023 (ST2023). Adapun tema ST2023 kali ini adalah “Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”. Tema ini memproyeksikan tujuan bahwa ST2023 mampu menghasilkan data yang berkualitas sehingga dapat menjadi landasan yang valid dalam perumusan kebijakan di bidang pertanian.

Presiden Jokowi mendorong pelaksanaan ST2023, untuk menghasilkan data pertanian yang berkualitas dan akurat. Kenapa sensus pertanian ini dilakukan? Karena sektor ini melibatkan hajat hidup orang banyak sehingga butuh akurasi kebijakan dan akurasi kebijakan itu butuh akurasi data, demikian pernyataan Presiden Jokowi saat pencanangan ST2023 pada tanggal 15 Mei 2023.

Prinsip dasar dari kegiatan ST2023 adalah menjangkau seluruh usaha pertanian termasuk usaha jasa pertanian di seluruh wilayah geografis atau teritorial Indonesia (perkotaan dan pedesaan). Cakupan pendataan ST2023 adalah subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian. Sedangkan unit usaha pertanian yang dicakup adalah usaha pertanian perorangan (UTP), usaha pertanian berbadan hukum (UPB), dan usaha pertanian lainnya (UTL).

Informasi yang dikumpulkan meliputi identitas unit usaha, keterangan anggota rumah tangga (ART), lahan yang dikuasai unit usaha pertanian, penguasaan/pengusahaan tanaman semusim, tanaman tahunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pekerja lain di unit usaha pertanian selain ART, peralatan dan mesin, serta manajemen dalam unit usaha pertanian.

Kondisi Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani

Kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menunjukkan tren yang meningkat sejak 2020—2022 dengan pertumbuhan masing-masing 1,77 persen; 1,87 persen; dan 2,25 persen (sumber data: https://bps.go.id).

Meskipun belum sebaik tahun 2019 yang bertumbuh 3,61 persen, namun sektor ini mampu bertahan dalam kondisi pandemi. Subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi secara rata-rata pada periode 2019—2022 adalah perikanan, hortikultura, dan peternakan yang masing-masing tumbuh sebesar 3,68 persen; 3,61 persen; dan 3,51 persen. Sedangkan subsektor kehutanan dan tanaman pangan rata-rata tumbuh masing-masing sebesar -0,21 persen dan 0,14 persen.

Produktivitas               tenaga kerja sektor pertanian dapat diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto (NTB) sektor pertanian terhadap tenaga kerja. Makin besar pendapatan atau penghasilan tenaga               kerja/petani, maka semakin besar pengeluarannya dan kemampuan untuk mengonsumsi pangan dengan pola gizi seimbang.

Pada tahun 2022, produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian meningkat menjadi Rp.62,76 juta dibanding tahun 2021sebesar Rp.60.70 juta (sumber data: https://bps.go.id). Saat pandemi merebak di tahun 2020, produktivitas tenaga kerja sedikit menurun menjadi Rp.55,34 juta dibanding tahun 2019 sebesar Rp.56,78 juta.

Rumah tangga usaha pertanian (RUTP) menurut sektor yang diusahakan hasil Survei Pertanian Antar Sensus 2018 (SUTAS2018) berjumlah 63,63 juta. Terbanyak rumah tangga yang memiliki subsektor tanaman pangan sebesar 20,28 juta atau 31,88 persen, kemudian peternakan, tanaman perkebunan, dan hortikultura masing-masing sebesar 13,56 juta, 12,07 juta, dan 10,10 juta rumah tangga. Dibandingkan dengan hasil ST2013, terjadi peningkatan jumlah rumah tangga tanaman pangan dan peternakan masing-masing sebesar 14,4 persen dan 4,6 persen. Sedangkan jumlah rumah tangga subsektor yang lain mengalami penurunan.

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga usaha pertanian hasil SUSENAS masih sangat rendah. Selama tahun 2020—2022 sekitar 30—40% hanya tamat SD dan 39% tidak sekolah/tidak tamat SD.         Persentase kepala   rumah               tangga  yang memiliki ijazah pendidikan tinggi (akademi/perguruan tinggi) meningkat pada tahun 2022 menjadi 10,20% di mana sebelumnya pada tahun 2021 hanya sebesar 9,68%

Berdasarkan hasil SUTAS2018 sebagai kelanjutan dari Sensus Pertanian 2013, terdapat sekitar 27,68 juta RTUP. Sebanyak 17,62 juta RTUP sumber pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian. Jika dirinci lebih lanjut, maka sekitar 95,04% pendapatan utama berasal subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan dan sekitar 4,96% saja jumlah RTUP dengan sumber pendapatan utama dari perikanan dan kehutanan. Jumlah RTUP menurut sumber pendapatan utama dari sektor pertanian ini didominasi oleh subsektor tanaman pangan yaitu sekitar 8,89 juta RTUP atau 50,98%. Berikutnya adalah perkebunan sebesar 4,97 juta RTUP atau 28,23%.

Selama periode 2020—2022, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit penurunan menjadi 26,16 juta orang. Dari Total penduduk miskin pada tahun 2020 sebanyak 26,42 juta orang, sekitar 37,64% atau 9,95 juta orang merupakan anggota rumah tangga pertanian (RTP) dan 12,67% atau 3,35 juta orang merupakan anggota pada buruh tani, selanjutnya tahun 2021 meningkat menjadi 40,71% (RTP) dan 14,73% (buruh tani) dan pada akhirnya tahun 2022 seiring dengan meredanya pandemi Covid-19 terjadi penurunan secara persentase masing-masing menjadi 39,59% atau 10,36 juta jiwa (RTP) dan 13,31% dari total penduduk miskin Indonesia atau 3,48 juta orang (buruh tani). Sementara untuk persentase penduduk miskin di RTP terhadap jumlah penduduk di RTP menurun 5,41% per tahun dan pada buruh tani menurun 4,62% per tahun.

Manfaat ST2023

Data dan informasi yang dihasilkan oleh ST2023 dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha pertanian khususnya petani dalam mengelola usaha taninya untuk peningkatan produksi dan pendapatan. Data dan informasi tersebut disajikan menurut subsektor dan dalam narasi yang mudah dimengerti oleh petani.

Petani dapat memperoleh informasi tentang jenis tanaman yang diusahakan apakah tanaman semusim atau tahunan, bagaimana sistem penanaman apakah secara tunggal atau campuran, berapa jumlah atau luas tanaman, periode penanaman, jenis dan kebutuhan pupuk, kondisi pemanenan dan pascapanen, dan berapa volume dan nilai produksi. Juga tersedia informasi tentang kendala yang berpengaruh terhadap panen seperti kekeringan, hama/penyakit, dan gangguan lainnya. Bagaimana pemanfaatan produksi oleh petani untuk dijual seluruhnya atau sebagian. Data ini dapat membantu petani untuk melakukan perencanaan menentukan jenis tanaman yang memiliki keunggulan dan potensi pemasaran.

Untuk peternak, ST2023 menghasilkan data dan informasi jenis ternak atau unggas yang diusahakan, rumpun ternak dan jenisnya apakah betina/jantan anak, muda, dewasa, periode atau siklus pemeliharaan, jenis pakan ternak yang diberikan, dan jenis produksi ternak yang dihasilkan, serta nilai produksi. Hasil produksi peternakan apakah dijual seluruhnya atau sebagian saja, atau bahkan tidak dijual. Data dan informasi ini dapat membantu peternak merencanakan usaha, dan bagaimana mengelola peternakannya.

Di subsektor kehutanan, petani memperoleh informasi tentang jenis tanaman kehutanan yang dibudidayakan, atau pembibitan saja, dan kondisi tanaman (tunggal atau campuran), berapa jumlah tanaman yang ada dan sistem pemanenannya. Berapa volume dan nilai produksi subsektor kehutanan. Data dan informasi ini berguna bagi petani untuk merencanakan dan mengelola budidaya tanaman dan pembibitan tanaman kehutanan.

Di subsektor perikanan, tersedia informasi tentang usaha budidaya dan kegiatan penangkapan ikan. Setiap jenis ikan termasuk udang, rumput laut, dan lain-lain. yang dibudidayakan di laut, air payau, atau air tawar. Jenis wadah utama yang digunakan, luas baku wadah, teknologi yang digunakan sampai sistem pemanenan, volume dan nilai produksi perikanan. Untuk kegiatan penangkapan ikan, tersedia data tentang jenis kapal/perahu, jumlah dan ukurannya, serta lokasi penangkapan, volume dan nilai tangkapan secara detail. Data dan informasi ini dapat dimanfaatkan     oleh petani/nelayan untuk merencanakan   atau mengembangkan usaha perikanannya.

Informasi mengenai lahan pertanian yang dikuasai oleh petani mencakup bidang lahan yang sedang maupun tidak diusahakan (lahan kosong/tidur yang tersedia). Informasi ini dapat digunakan oleh petani untuk mengelola lahan yang belum diusahakan, sehingga lahan yang dikuasai bertambah. Upaya ini patut didukung oleh pemerintah daerah/desa dengan aturan atau kebijakan yang mendorong pemanfaatan lahan tidur.

ST2023 juga memberikan informasi khususnya tentang petani milenial yang telah melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hal ini akan menjadi motivasi bagi petani muda yang potensial yang belum memanfaatkan TIK dalam usaha pertaniannya. Informasi dari ST2023 bisa dimanfaatkan secara optimal dengan bantuan kecerdasan buatan, pemetaan spasial, dan aplikasi analisis data untuk memprediksi pola dan tren pertanian modern yang akan datang. Termasuk untuk mengevaluasi sistem kerja yang telah dipraktikkan sebelumnya

Selain itu, petani dapat memanfaatkan informasi tentang program-program pemerintah untuk pertanian seperti penyuluhan, program perhutanan sosial, kelompok tani/nelayan, atau kemitraan seperti PIR dan lain-lain. Apabila petani masuk dan berpartisipasi dalam program tersebut maka akan mendapat dampak positif terhadap usaha taninya

Namun, upaya untuk mengubah sistem pertanian Indonesia menjadi lebih maju bisa dibilang gampang-gampang susah. Petani dan nelayan biasanya akan tergerak apabila melihat bukti nyata bukan hanya dari omongan atau data saja. Oleh karena itu perlu sosialisasi hasil ST2023 oleh BPS dalam bahasa yang mudah dipahami dan berkolaborasi dengan stakeholder yang memberikan pendampingan kepada petani di lapangan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *