Ekspor, Impor, dan Perdagangan Antarwilayah dalam Perekonomian NTT

Loading

Oleh: Yezua Abel, Statistisi pada BPS Provinsi NTT

Dewasa ini perekonomian antarwilayah saling terkait, apakah di dalam satu negara, atau antar negara. Oleh sebab itu, interaksi ekonomi atau perdagangan antarwilayah menjadi sebuah keniscayaan. Apabila residen atau pelaku ekonomi di suatu wilayah bertransaksi dengan nonresiden, maka terjadi aliran barang dan jasa, arus uang beserta perpindahan hak milik.

Aktivitas perdagangan yang luas dapat menjadi kekuatan ekonomi dan indikasi tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara atau daerah. Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan tidak saja mencakup perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), tapi juga perdagangan antarwilayah dalam negeri. Beberapa sektor ekonomi yang berperan penting dalam aliran barang dan jasa antarnegara atau antarwilayah adalah sektor perdagangan didukung sektor transportasi dan pergudangan.

Merujuk pada situs Kementerian Perdagangan Indonesia, ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia ke daerah pabean negara lain. Daerah pabean Indonesia merupakan suatu daerah milik Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah darat, perairan, dan udara yang juga mencakup seluruh daerah tertentu yang berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE). Penjelasan ringkasnya, ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri.

Sementara itu, impor merupakan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia. Pemasukan barang atau jasa dari luar negeri atau daerah pabean bertujuan untuk diedarkan ke dalam negeri atau daerah lalu lintas bebas. Dalam bentuk jasa yang diterima dari luar negeri yaitu seperti asuransi, transportasi, tenaga asing juga diperhitungkan sebagai impor.

Kegiatan ekspor menjadi salah satu sumber devisa bagi negara. Devisa adalah alat pembayaran internasional yang sah seperti valuta asing yang umumnya menggunakan US dollar (USD). Semakin tinggi volume ekspor dari suatu negara dibanding impor, maka semakin banyak pula penerimaan devisa bagi negara. Nilai  ekspor yang tinggi menyebabkan permintaan terhadap mata uang domestik semakin besar berdampak pada  nilai tukarnya terhadap mata uang asing semakin kuat.

Pada rilis data BPS tanggal 3 Juli 2023, disampaikan perkembangan ekspor dan impor Provinsi NTT. Pada Mei 2023, impor mencapai USD21,55 juta naik 1.007,1 persen sedangkan ekspor mencapai USD4,42 juta turun 0,14 persen  dibanding April 2023. Neraca perdagangan LN secara akumulatif dari Januari—Mei 2023 mengalami defisit karena nilai ekspor hanya USD24,24 juta, sedangkan impor mencapai USD36,23  juta.

Sektor perdagangan dan kegiatan ekspor impor atau perdagangan antarwilayah memiliki posisi penting dalam perekonomian NTT. Dari sisi produksi, sektor perdagangan memberikan kontribusi terbesar ketiga 12,05 persen setelah sektor pertanian dan jasa administrasi pemerintah yang masing-masing menyumbang sebesar 29,60 persen dan 12,82 persen terhadap total PDRB NTT 2022. Dari sisi pengeluaran, komponen impor berada pada posisi nomor dua dan ekspor nomor lima dengan kontribusi masing-masing sebesar 48,58 persen dan 5,73  persen.

Pertumbuhan ekonomi NTT mencapai 3,05 persen lebih tinggi dibanding 2021 sebesar 2,52 persen. Dari sisi produksi, sektor perdagangan tumbuh tertinggi kedua sebesar 7,08 persen, setelah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh paling tinggi sebesar 18,40 persen. Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor tumbuh paling tinggi sebesar 9,66 persen, diikuti pertumbuhan konsumsi lembaga non profit sebesar 5,10 persen, dan konsumsi rumah tangga sebesar 2,76 persen.

Ekspor Impor

Pada tahun 2022, nilai ekspor dari pelabuhan NTT mencapai US$48,7 juta atau meningkat 198,2 persen dibanding tahun 2021. Jenis komoditas ekspor utama adalah non-migas yang mencapai USD46,6 juta, sedangkan migas sebesar USD2,1 juta.

Komoditas ekspor yang utama dari pelabuhan NTT adalah mesin-mesin dan peralatan mekanik, minuman, perabot dan penerangan rumah, olahan dari tepung, susu/mentega/telur, garam/belerang/kapur, kendaraan dan bagiannya, sabun dan bahan pembersih, dan berbagai makanan olahan. Kesepuluh kelompok komoditas ini berkontribusi sebesar USD32,6 juta atau 70,0 persen dari total nilai ekspor nonmigas.

Sementara itu, ekspor asal provinsi NTT dari pelabuhan di luar NTT pada tahun 2022 mencapai USD19,0 juta sehingga total ekspor NTT mencapai 66,9 juta. Total nilai ekspor komoditas non-migas menjadi  USD65,2 juta atau berperan sebesar 97,3 persen. Jika dilihat menurut sektor maka industri pengolahan yang paling tinggi mencapai USD48,5 juta, kemudian hasil pertanian sebesar USD14,4 juta, dan hasil pertambangan sebesar USD2,3  juta. Dibanding tahun 2021, maka ekspor hasil industri tumbuh paling tinggi sebesar 161,5 persen sedangkan hasil pertanian tumbuh minus 26,9 persen.

Sebagian besar komoditas utama ekspor non-migas bukan merupakan hasil industri domestik NTT. Hal ini berarti komoditas tersebut harus diimpor atau dimasukkan ke NTT lebih dulu baru kemudian diekspor lagi.

Sektor pertanian sebagai sektor terbesar dalam struktur perekonomian NTT belum memainkan peran lebih besar. Oleh karena itu, potensi pertanian yang ada di wilayah NTT harus dikelola secara optimal agar nilai komoditas ekspor hasil pertanian meningkat. NTT memiliki potensi perkebunan untuk menghasilkan seperti mete, coklat, kopi, dan lainnya.  NTT juga memiliki garis pantai yang panjang dan lautan yang kaya sumber daya ikan dan hasil laut lainnya.

Negara tujuan ekspor dari NTT pada tahun 2020 sebanyak 13 negara. Negara tujuan utama ekspor adalah Timor Leste yang mencapai USD44,2 juta atau 66,1 persen dari total nilai ekspor; kemudian China sebesar USD6,4 juta atau 9,6 persen; dan Vietnam sebesar USD3,3 juta atau 9,9 persen.

Sementara itu, impor NTT tahun 2022 mencapai nilai total USD21,44 juta atau turun 58,06 persen dibandingkan impor tahun 2021. Jenis komoditas impor seluruhnya nonmigas mencapai  USD21,44 juta atau turun 16,30 persen dari tahun 2021. Impor migas tahun 2022 relatif tidak ada, sedangkan pada tahun 2021 impor migas mencapai USD25,5 juta.

10 jenis komoditas impor yang utama adalah gula dan kembang gula, mesin-mesin dan peralatan mekanik, mesin-mesin dan peralatan listrik, benda dari besi dan baja, kopi/teh/rempah-rempah, biji-bijian berminyak, sayuran, kendaraan dan bagiannya, lak/getah/damar, plastik dan barang dari plastik. Gula berkontribusi sebesar 74% dari total nilai impor, dan ke-10 komoditas ini berkontribusi 99,92  persen dari total impor.

Pada tahun 2022, negara utama asal impor berkurang menjadi 3 negara yakni Australia sebesar USD15,9 juta  (sebesar 74,11 persen), hal ini karena impor besar yang dilakukan pada Desember 2022 untuk keperluan pabrik gula. Selanjutnya China sebesar USD3,7 juta atau 17,09 persen dan Timor Leste sebesar USD1,9 juta atau 8,76 persen. Selain itu, pada tahun 2022 provinsi NTT juga melakukan re-impor dalam negeri sendiri sebesar USD8.654 (sebesar 0,52 persen). Yang menjadi pelabuhan impor adalah Pelabuhan Waingapu, Atambua, dan Ende/Ipi.

Ekspor NTT yang meningkat pada tahun 2022 dan menurunnya impor menyebabkan NTT surplus perdagangan setelah defisit perdagangan sejak tahun 2016—2021. Peningkatan ekspor berdampak positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2022 yang mencapai 3,05 persen. Jika perekonomian NTT dapat mempertahankan surplus perdagangan luar negeri tentu akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonominya dalam jangka panjang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Perdagangan Antarwilayah

Perdagangan antarwilayah (PAW) turut memainkan peran penting dalam perekonomian NTT. Kegiatan ini dapat diartikan sebagai perdagangan dan pendistribusian barang dari satu provinsi ke provinsi yang lain dalam satu negara yang sama.

Ketersediaan dan kebutuhan komoditas di setiap provinsi yang berbeda-beda serta fluktuasi dan disparitas harga barang pokok antar daerah yang cukup tinggi menjadi faktor pendorong terjadinya penjualan dan pembelian barang antarwilayah.

Hasil survei PAW yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2021, total penjualan dari NTT sebesar Rp0,89 triliun. Komoditas yang paling banyak dijual adalah kuda dan sejenisnya, kacang mete, buah yang mengandung minyak lainnya, rumput laut dan ganggang lainnya, dan sapi. Kelima kelompok komoditas ini berperan  67,03 %  penjualan antarwilayah NTT. Penjualan  terbesar ke Provinsi Sulawesi Selatan (Rp0,39 triliun), Jawa Timur (Rp0,31 triliun) dan Bali (Rp0,06 triliun).

Sementara itu, komoditas pembelian terbesar adalah bahan bakar motor (termasuk untuk pesawat), motor/kendaraan bermotor untuk penumpang, cerutu/sigaret/pengganti tembakau, kendaraan bermotor untuk angkutan barang, dan beras. Kelima komoditas ini mencakup 61,17 persen pembelian antar wilayah di NTT. Provinsi NTT melakukan pembelian terbesar dari Jawa Timur (Rp4,77 triliun), Kalimantan Timur (Rp3,06 triliun), dan DKI Jakarta (Rp2,49 triliun).

PAW di provinsi NTT mengalami defisit Rp10,21 triliun. Volume total pembelian sebesar 1,05 juta ton dengan nilai Rp11,10 triliun. Defisit PAW provinsi NTT rasanya sulit untuk dihindarkan karena sektor pertanian apalagi industri belum dapat memenuhi kebutuhan domestik. Katakanlah beras, buah-buahan masih didatangkan dari luar daerah. Selain itu untuk proyek pembangunan sering kali mendatangkan bahan dan peralatan dari luar daerah yang nilainya sangat besar. Namun defisit ini harus dapat dikurangi dengan meningkatkan volume dan nilai penjualan ke luar daerah.

Implikasi

Dalam RPJMD NTT 2018—2023, disebutkan bahwa program pemberdayaan ekonomi diarahkan untuk  memproduksi barang dan jasa akhir yang bernilai tambah tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat domestik dan perdagangan antarpulau luar NTT serta memanfaatkan peluang ekspor.

Untuk meningkatkan posisi NTT dalam perdagangan internasional maupun antarwilayah perlu perencanaan dan program yang strategis, terintegrasi dan berkelanjutan. Program tersebut diarahkan untuk meningkatkan produksi komoditas unggulan yang memiliki potensi ekspor yang besar. Beberapa komoditas hasil pertanian  seperti jagung, jambu mete, coklat, kopi, dan hasil peternakan seperti sapi, kerbau dan kuda serta perikanan dan hasil laut lainnya memiliki keunggulan komparatif di NTT.

Sektor industri pengolahan pun perlu perhatian dari pemerintah terutama untuk pengembangan UKM yang terintegrasi dengan program peningkatan produksi di sektor pertanian.  UMKM terbukti tangguh ketika Covid-19 melanda, namun umumnya menghadapi masalah untuk meningkatkan produksi karena kekurangan modal, dan ketrampilan baik secara teknis maupun manajerial.

Sejak tahun 2014 sampai sekarang, pemerintah begitu masif membangun infrastruktur seperti bendungan untuk pertanian, jalan dan pelabuhan untuk transportasi, juga menyediakan berbagai sarana seperti tol laut untuk memudahkan masyarakat melaksanakan aktivitas perekonomian. Pemerintah daerah (Pemda) perlu mengevaluasi apakah infrastruktur dan sarana yang disediakan sudah dimanfaatkan secara optimal  untuk meningkatkan produksi, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk dijual ke luar wilayah atau ekspor.

Pemda NTT bersama stakeholder terkait selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas perdagangan dengan mengadakan pameran atau promosi untuk memperkenalkan produk unggulan dari NTT. Kegiatan ekspor impor biasanya mendapat pengaruh dari kebijakan perdagangan nasional maupun internasional sehingga Pemda perlu mengikuti perkembangan dan mengedukasi pelaku ekonomi.

Perjanjian kerja sama perdagangan dengan pemda lain seperti Pemda Jawa Timur, atau dengan negara tetangga Timor Leste di waktu yang lalu perlu ditingkatkan agar secara efektif dapat meningkatkan kegiatan perdagangan di masing-masing wilayah.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *