Gelas Kosong Aku dan Kamu

Loading

Oleh: Roni Banase

Terkadang keakuan sering menyentil kita, namun sepatutnya kita masih tetap mempertahankannya? Atau kah menepis sejenak kondisi keakuan dengan memberikan ruang kosong dalam diri untuk diintervensi, dikoreksi hingga dijejali beragam informasi konstruktif?

Lalu, sanggupkah kita menjadi gelas kosong yang siap diisi air? Saya sementara menekuni, Anda? Yuk, bersama menekuni dan menelusuri.

Filosofi mengosongkan gelas diasumsikan sebagai orang yang haus ilmu dan siap untuk belajar dengan kerendahan hati. Ia terbuka, tidak sombong, tidak egois, tidak sok pintar, tidak sok tahu, dan tidak merasa lebih dari yang lainnya.

Sementara “gelas terisi penuh, separuh atau tertutup” diinterpretasi sebagai orang yang memegang ego dan kesombongan atas kemampuan dan kepintaran sendiri di atas dari orang lain. Orang yang seperti ini, tak akan siap menampung pelajaran atau keterampilan baru. Malah cenderung menjadi “tong kosong” yang nyaring bunyinya.

Mengosongkan gelas memberi hikmah pembelajaran kepada kita. Bahwa ketika menuntut ilmu, maka kosongkan dulu pikiran Anda, dan tempatkan diri Anda sebagai orang yang siap belajar. Karena hanya dengan menjadi gelas kosong maka pengetahuan, informasi baru atau keterampilan baru akan mudah kita serap.

Berbeda jika kita memosisikan diri sebagai gelas yang selalu ‘terisi penuh’. Tentu kita tidak bisa mengisinya lagi. Sebab jika diisi, pasti akan tumpah. Begitu juga jika gelasnya hanya terisi separuh, maka air yang bisa kita isi pun hanya separuh. Kadang sikap sombong, egois dan kaku seseorang muncul di saat ingin mendapat “pengakuan sebagai orang pintar” dari orang lain.

Kondisi tersebut membuatnya selalu mau “menutup gelasnya” dengan sangat erat sebagai upaya untuk menolak melihat kebenaran yang dibawa oleh pembawa ilmu. Di sinilah pentingnya kita belajar bagaimana menjadi orang yang rendah hati, dengan memosisikan diri sebagai pembelajar sejati.

Layaknya perspektif Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Elis Setiati, S.Pd., M. Hum. (tengah) saat menjadi pemateri dalam kegiatan “Peningkatan Kemahiran Berbahasa Indonesia” pada Selasa, 11 April 2023.

Wanita energik dan kritis bersuku Dayak ini menimpali celoteh saya tentang siap menjadi gelas kosong. Menurut pencipta lagu Mars Badan Bahasa ini, kreativitas kita bakal berbeda hingga melahirkan karya yang hidup jika kita menjadi gelas kosong.

Berfokus pada karya menulis, beber Elis, ada arsitektur yang dibicarakan hingga terurai filosofi yang terbersit di dalam tulisan. Penulis pun dapat mengabadikan situasi yang berbeda dengan menyajikan karya yang hidup.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *