Ongkos Politik dan Beban Kepemimpinan

Loading

Oleh : Darius Beda Daton

Rasanya berat mengharapkan suatu periode pemerintahan berjalan efektif jika ongkos politik secara finansial ketika pemilu begitu tinggi.

Biasanya gotong-royong biaya dan itu akan berdampak pada penguasaan proyek, monopoli dagang, dominasi penguasaan arus barang dan jasa serta bagi-bagi jabatan.

Begitu yang sudah dikeluarkan, setidaknya begitu pula gantinya.

Istilahnya balik modal. Ini yang bikin berat jalannya suatu periode pemerintahan. Pun melahirkan pragmatisme di tingkat pemilih.

Kami dapat apa dulu kalau kami pilih Si A dan seterusnya. Setelah terpilih kadang kejamnya pendukung menjadikan sang pemimpin seolah anjungan tunai mandiri (ATM). Maka, pundi-pundi mesti tebal kalau mau jadi bupati, gubernur, anggota DPR dan seterusnya.

Itulah persoalan kita!.

Padahal modal terbesar seorang calon pemimpin mestinya adalah rekam jejak, integritas, lapangan pengalaman, jejaring dan komitmen mengabdi melayani masyarakat. Ini mestinya jadi bagian dari pencerdasan politik warga bangsa.

Kita harus terus berupaya walau butuh waktu panjang dan tentu saja melelahkan.

Tapi, kita jangan bosan, apalagi putus asa. Ikhtiar untuk terus melakukan perbaikan tidak ada kata akhir. Mari terus mencoba.

Kita bisa. (*)

Penulis merupakan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah NTT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *