Pertemuan Prabowo-Megawati menjadi lebih dari sekadar simbol. Pertemuan ini adalah manuver politik strategis untuk memperkuat fondasi kebangsaan.
Jakarta | Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Megawati Soekarnoputri menjamu Presiden Prabowo Subianto di rumahnya Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin malam, 7 April 2025.
Pertemuan yang diprakarsai oleh Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad cukup besar hingga terjadinya pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. Berkat tangan dingin Dasco, kedua pihak yang saling berhadapan dan bersitegang pada Pilpres 2024 ini bisa menjalin rekonsiliasi.
Pertemuan dua tokoh sentral nasional yang berlangsung sekitar 1 jam 30 menit itu lebih dari sekadar simbol. Pertemuan Prabowo-Megawati adalah manuver politik strategis untuk memperkuat fondasi kebangsaan.
Dilansir dari Tempo, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menyebutkan Megawati mendukung Prabowo meşki di luar pemerintahan. Para analisis politik menilai PDI Perjuangan akan mendapat konsekuensi dari pemilihnya jika bergabung ke pemerintahan.
Sementara, Eksponen Gerakan Mahasiswa Universitas Indonesia Zulhendri pada Kamis, 10 April 2025, menekankan bahwa pertemuan Prabowo-Megawati menandai babak baru konsolidasi elite nasional di tengah situasi ekonomi dan geopolitik global yang penuh gejolak.
Zuhendri menilai Gerindra dan PDI Perjuangan saat ini adalah dua poros besar dalam politik nasional. Oleh karena itu, ketika kedua dua kelompok ini menjalin komunikasi yang baik, diyakini mampu membawa dampak positif bagi rakyat.
“Langkahnya memperkuat posisi Presiden Prabowo dalam menghadapi tantangan global sekaligus membuka jalan bagi terbentuknya Grand Coalition for National Resilience, sebuah koalisi besar yang tidak sekadar bertumpu pada kekuasaan,” jelas Zuhendri dilansir dari Jawa Pos.
Indonesia, beber Zulhendri, kini berada di kondisi tidak baik. Dari dalam, tekanan terhadap pasar domestik terlihat nyata, IHSG terus merosot, nilai tukar rupiah melemah, dan kepercayaan investor dibayangi ketidakpastian arah kebijakan ekonomi.
Dari luar, bayang-bayang perang dagang dan tekanan ideologis kembali muncul seiring kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, membawa serta kebijakan reciprocal tarif yang agresif.
“Dalam situasi seperti ini, sinyal stabilitas politik dan arah kebijakan ekonomi jangka menengah menjadi sangat dibutuhkan. Pertemuan Prabowo-Megawati dipandang sebagai komitmen untuk menciptakan kepastian, baik bagi pelaku pasar, investor, maupun rakyat Indonesia,” ucapnya.
Tarif 32 persen terhadap produk ekspor Indonesia yang baru diberlakukan oleh Amerika Serikat bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan seperti TKDN, kontrol ekspor sumber daya alam (SDA), dan proteksi terhadap industri strategis nasional menjadi sasaran langsung retorika proteksionis AS.(*)
Sumber (*/ragam)