Dikatakan, Prof. Eniya, telah terdapat konklusi atau kesimpulan yang menghantar solusi, misalnya terkait semburan asap atau lumpur panas geotermal bakal disesuaikan dengan peraturan Kementerian ESDM untuk pemanfaatan langsung dengan pelibatan masyarakat.
Kupang | Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Prof. Dr. Eng, Eniya Lestiani Dewi, B.Eng., M.Eng. IPU. saat sesi doorstop dengan media usai mengikuti rapat koordinasi terkait pengembangan energi panas bumi atau geotermal pada Senin, 28 April 2025, mengatakan bahwa telah disepakati bersama Gubernur NTT, Melki Laka Lena untuk melakukan uji petik di lokasi pengembangan geotermal di pulau Flores.
Dikatakan, Prof. Eniya, telah terdapat konklusi atau kesimpulan-kesimpulan yang menghantar solusi, misalnya terkait semburan asap atau lumpur panas geotermal bakal disesuaikan dengan peraturan Kementerian ESDM untuk pemanfaatan langsung dengan melibatkan masyarakat.
“Misalnya ada potensi semburan, berdasarkan analisis dari teman-teman akademisi bisa memungkinkan diolah menjadi lokasi pariwisata hingga menumbuhkan perekonomian,” ungkapnya sembari menekankan upaya tersebut bisa ke arah geopark.
Peraturan Kementerian ESDM, imbuh Prof. Eniya, terkait pemanfaatan langsung semburan geotermal bisa menjadi ekowisata seperti pengeringan produk pertanian. “Peraturannya akan segera kita putuskan. Saya akan melaporkan ke Menteri ESDM untuk membuat hal itu agar masyarakat bisa memanfaatkan,” tekannya.
Selain itu, tandas Prof. Eniya, pihaknya bakal merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tentang panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung agar pemanfaatan geotermal bisa dimanfaatkan banyak pihak, tak hanya pengembang, namun juga masyarakat.
Sementara, Dosen Departemen Teknik Geologi UGM, Dr. Pri Utami, yang hadir sebagai narasumber ahli, menjelaskan bahwa keberadaan fumarol (kawah lubang di daerah vulkanis yang mengeluarkan gas bercampur uap, red) dan manifestasi geotermal lainnya merupakan fenomena alam yang wajar terjadi di wilayah dengan potensi panas bumi.
“Seperti di Kawah Sikidang, Dieng, manifestasi itu berpindah-pindah bahkan sejak sebelum adanya kegiatan pengeboran. Ini sudah terjadi bahkan sebelum kita lahir,” ujar Pri Utami.
Ia menambahkan bahwa asap atau uap yang keluar dari manifestasi kawah tersebut merupakan gejala alami dari aktivitas bawah permukaan bumi dan tidak serta-merta disebabkan oleh pengembangan proyek panas bumi.
Penulis (+roni banase)