“Gender Equilibrium“ dalam Kiprah Politik Nasional

Loading

Siaran Pers Nomor: B-127/Set/Rokum/MP 01/08/2018 Kemen PPPA RI

Malang,gardaindonesia.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise,Kamis/2 Agustus 2018, menghadiri Muktamar ke-XVIII Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Kota Malang—Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Malang dan memberikan speech dalam kuliah umum bertajuk “Peran Perempuan dalam Kiprah Politik Nasional”.

Menteri PPPA, Yohana Yembise mengatakan perempuan dan anak menjadi pilar penting dalam pembangunan. Pergerakan politik perempuan dalam kiprah politik nasional telah dimulai sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, peran dan posisi perempuan dan laki-laki cukup seimbang. Perempuan tidak lagi direndahkan, tidak diasosiasikan hanya sebagai ibu yang tugas utamanya menjadi pendamping suami dan mengurus rumah tangga. Bahkan perempuan telah diikutsertakan dalam perjuangan bangsa.

“Perempuan dewasa ini telah bertransformasi menjadi agen pembaharuan di berbagai kehidupan masyarakat, termasuk di bidang politik dan pengambilan keputusan. Perjuangan perempuan dalam mendapatkan hak politik: memilih dan dipilih dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah merupakan hasil dari perjuangan pergerakan politik perempuan, baik di tingkat nasional dan daerah. Pencapaian pergerakan politik perempuan pada era reformasi pasca rezim Orde Baru adalah dilegalkannya kebijakan afirmasi 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif (DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) pada Pemilu 2004 dan berlangsung hingga saat ini,“ ujar Menteri Yohana.

Untuk mewujudkan keseimbangan gender (gender equilibrium), perempuan tidak boleh dibiarkan melakukan perjuangan sendiri. Perempuan harus didukung oleh laki-laki, khususnya di bidang politik dan pengambilan keputusan.

Menurut Yohana, perspektif gender equilibrium menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

“Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan di antara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain. Kita harus memiliki komitmen kuat dalam meningkatkan dan mendorong pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas guna menyongsong Planet 50:50 gender equality pada 2030,” papar Menteri Yohana.

Hasil Pemilu 2014, keterwakilan perempuan di lembaga Legislatif Nasional (DPR RI) sebesar 17.32% atau terdapat 97 anggota legislatif perempuan dari 560 anggota DPR RI. Di tingkat provinsi atau DPRD Provinsi, keterwakilan perempuan hanya mencapai 16,43% atau sebanyak 350 anggota legislatif perempuan dari 2.130 anggota DPRD Provinsi se-Indonesia.

Adapun keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten/Kota adalah sebesar 14% atau terdapat 2.296 anggota legislatif perempuan dari total sebanyak 16.883 anggota DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia. Untuk tingkatan senat atau DPD (Dewan Perwakilan Daerah) keterwakilan perempuan sebesar 25,74% atau terdapat 34 perempuan dari 132 senator.

Untuk mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen pada Pemilu 2019, Kemen PPPA telah mengambil langkah-langkah strategis dalam menyiapkan para pemimpin perempuan di masa-masa mendatang, yaitu :

Pertama, Menyusun Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2019 yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI No. 10 Tahun 2015. Dalam melaksanakan Grand Design telah dilakukan MoU antara Menteri PPPA dengan Menteri Dalam Negeri tentang Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu 2019. Kemen PPPA juga telah menyebarkan Grand Design ke seluruh Indonesia, yaitu kepada Gubernur, Bupati dan Walikota, Kepala BP3A/KB dan Badan Kesbangpol Provinsi.

Kedua, Melakukan MoU dengan Kemendagri untuk bersama- sama melaksanakan pendidikan politik secara masif agar dapat mendongkrak perempuan legislatif pada 2019. Selanjutnya Menteri PPPA juga melaksanakan MoU dengan KPU dan Bawaslu dalam rangka mengawal kebijakan afirmasi 30% keterwakilan perempuan, baik di lembaga penyelenggara Pemilu maupun komitmen partai politik peserta Pemilu untuk mencalonkan kader perempuan sekurang-kurangnya 30% calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Ketiga, Melaksanakan pelatihan kepemimpinan perempuan potensial bakal calon kepala daerah di 15 provinsi dengan peserta sebanyak 600 orang perempuan potensial pada 2016. Dari hasil pelatihan tersebut terdapat 46 peserta pelatihan yang maju/mencalonkan diri sebagai kepala/wakil kepala daerah pada 101 Pilkada serentak pada 2017. Pada 2017 telah dilaksanakan pelatihan kepemimpinan perempuan potensial bakal calon kepala daerah di 17 provinsi dengan peserta sebanyak 680 perempuan potensial untuk mendorong perempuan mencalonkan atau dicalonkan menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah pada 2018.

Keempat, Khusus dalam rangka memotivasi para perempuan untuk maju kontestasi dalam Pemilu 2019, Kemen PPPA telah melaksanakan pelatihan pendidikan politik kebangsaan berperspektif gender di 13 provinsi dengan perserta sebanyak 520 kader partai politik perempuan pada 2016 dan pada 2017 telah dilaksanakan di 14 provinsi dengan peserta sebanyak 1.120 kader partai politik perempuan.

Kelima, Menyusun modul kepemimpinan perempuan di perdesaan dalam rangka meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan upaya mewujudkan kualitas perempuan di perdesaan.

“Menjelang Pemilu Legislatif 2019, marilah kita kampanyekan gerakan HeForShe (dia laki-laki untuk dia perempuan). Cara yang paling efektif, diantaranya adalah dengan memilih bakal calon legislatif perempuan yang potensial untuk terpilih dan duduk dalam lembaga legislatif. Pada akhirnya dengan semakin seimbangnya hubungan antara laki-laki dan perempuan di berbagai bidang pembangunan akan dapat menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera,” tegas Menteri Yohana.

Sebanyak 800 orang peserta tetap dari 34 DPD seluruh Indonesia menghadiri muktamar tersebut yang akan berlangsung 1-6 Agustus 2018. Muktamar kali ini mengangkat tema besar meneguhkan Pancasila sebagai sukma bangsa untuk Indonesia sejahtera. Ketua Umum IMM Jawa Timur, Abdul Musawir Yahya mengatakan IMM sebagai kader muda Muhammadiyah harus menjadikan Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara.

“Kader muda Muhammadiyah, khususnya di kalangan mahasiswa menaruh perhatian besar dengan maraknya isu radikalisme dan anti Pancasila. Kami ingin IMM selalu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, tunduk pada aturan negara dan konstitusi, serta menjadikan musuh besar bagi siapa saja yang mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Hal ini dilakukan dengan mengedukasi dan melakukan kajian untuk melakukan penyadaran kepada masyarakat terkait berbangsa dan bernegara yang baik. Oleh karena itu, hasil muktamar ini diharapkan menjadi rujukan atau landasan bagi seluruh DPD di Indonesia,” tutur Abdul Musawir Yahya. (*/PM PPPA + rb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *