Kemenkuham Analisis Dampak HAM terhadap Rancangan Undang-Undang Pertanahan

Loading

Kupang-NTT,gardaindonesia.id – Tanah bagi masyarakat; memiliki makna multidimensional, karena tanah tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek hukum. Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT, Yudi Kurniadi dalam sambutannya yang dibacakan oleh Plh. Kakanwil, Erwyn F. R. Wantania saat membuka kegiatan Sosialisasi Hasil Penelitian Hukum dan HAM tentang Analisis Dampak HAM Terhadap Rancangan Undang-Undang Pertanahan bertempat di Aula Kemenkumham NTT, Senin/20. Agustus 2018, menyampaikan, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan dan sebagai budaya; tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Sehingga membahas mengenai tanah berarti membahas isu sentral dari satu kesatuan yang terintegrasi dengan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

Masih menurut Yudi, mengingat kompleksnya masalah pertanahan dalam kehidupan sosial masyarakat, pemerintah memandang perlu untuk membentuk suatu peraturan-perundangundangan dibidang pertanahan.

“Undang-Undang Pertanahan juga perlu disusun sebagai upaya Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Undang Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),” jelasnya.

Lebih lanjut, Kakanwil mengatakan, UUPA yang diterbitkan pada Tahun 1960 belum mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, sosial ekonomi, budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat.

“Dalam penyusunan substansi rancangan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan harus melalui Penelitian yang komperhensif dalam rangka memberikan pertimbangan-pertimbangan dan pandangan-pandangan ilmiah dari aspek hukum dan HAM,” tutur Kakanwil.

“Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengamanatkan bahwa materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan asas kemanusiaan yaitu mengandung perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional,” kata Kakanwil.

Kegiatan Penelitian ini juga dilakukan karena mengingat pada perkembangan, kemajuan masyarakat dan peraturan perundang-undangan pertanahan yang diarahkan untuk memberikan dukungan bagi terwujudnya penerapan hukum yang mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Kakanwil berharap hasil penelitian perlu disosialisasikan kepada masyarakat guna mendapatkan masukan dalam upaya penyempurnaan penyusunan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.

Kegiatan ini diikuti oleh Biro Hukum Setda Provinsi dan Kota, BPN Provinsi dan Kota, Polda NTT, Kejati NTT, Pengadilan Tinggi NTT, Ombudsman RI perwakilan NTT,Keuskupan Agung Kupang, Universitas yang ada di Kota Kupang, LBH dan LSM serta Camat dan Lurah; Narasumber berasal dari Balitbang Hukum dan HAM dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT. (*/humas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *