Komitmen 3 Tungku Tanah Papua Percepat Pembangunan Perempuan dan Anak

Loading

Jayapura, Garda Indonesia | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise melakukan pertemuan dengan tokoh adat, tokoh masyarakat dan pemerintah wilayah Papua dan Papua Barat, pada Kamis, 1 Agustus 2019.

Salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah upaya bersama antara 3 tungku (adat, agama, pemerintah) untuk mempercepat pelaksanaan dan efektifitas pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Tanah Papua.

Menteri Yohana menekankan pentingnya isu tersebut segera ditindaklanjuti bersama sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan dan anak serta mendorong kesetaraan gender di Tanah Papua.

“Di Tanah Papua, perempuan dan anak seharusnya terlibat dalam berbagai sektor pembangunan. Nyatanya, laki-laki masih mendominasi. Masih sedikit perempuan yang mengisi posisi-posisi strategis di pemerintahan maupun swasta. Yang banyak justru yang menjadi korban kekerasan. Ini yang membutuhkan perhatian bersama agar Indeks Pembangunan Manusia dan Gender di Papua dan Papua Barat tidak lagi tertinggal,” terang Menteri Yohana.

Yan Pieter Yarangga, Ketua Umum Dewan Adat Papua yang juga hadir menyayangkan masalah dalam pembangunan di Papua, baik pembangunan manusia maupun infrastruktur disebabkan oleh tidak adanya sinergitas dan masih muncul ego sektoral.

“Kepada dinas-dinas di daerah kami mohon mengubah situasi politik pelayanan pemerintahan. Mari kita bersatu mengatasi masalah perempuan dan anak. Gandeng gereja, gandeng adat, kita kerja bersama. Dewan Adat Papua hanya mau memastikan pembangunan ini menyelamatkan manusia Papua, tanah, dan sumber daya alam,” tegas Yan Pieter Yarangga.

Yan Pieter mengusulkan dibuatnya rencana aksi bersama yang dilandaskan sinergitas guna mengatasi masalah isu perempuan dan anak di Tanah Papua. Kondisi ini dibenarkan oleh perwakilan tokoh agama, Pdt. DR. Yan Pieth Wambrau Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Sekota Jayapura.

“Kita punya otonomi khusus tapi pertanyaannya, otonomi khusus melindungi kita tidak? Kiranya dalam pertemuan ini bukan hanya bicara masalah perempuan dan anak, tapi juga bapaknya. Terutama pemerintah, agar membuat sistem perlindungan dari tiga unsur adat, agama, dan pemerintah. Sinergi adalah kuncinya,” ujar Yan Pieth Wambrauw.

Hadir mewakili Gubernur Papua, Johanna O.A Rumbiak, Staf Ahli Gubernur Papua mengakui permasalahan terkait kesetaraan gender di Papua memang masih belum teratasi secara sistematis.

Johanna mengatakan, berdasarkan penelitian LIPI di 7 wilayah adat di Papua ditemukan fakta pembangunan dan pemberdayaan gender belum memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas hidup perempuan. Perhatian pemerintah daerah juga masih sangat rendah terhadap isu perempuan dan anak.

“Masalah perempuan dan anak memerlukan perhatian khusus, sinergi, dan kolaborasi antara pemerintah, tokoh adat dan agama. Kita akan berdiskusi dan mendengarkan satu sama lain untuk mengatasi pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di wilayah masing-masing secara holistik,” ujar Johana.

Kemen PPPA melalui Deputi Bidang Kesetaraan Gender menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Pendekatan Adat, Agama, dan Pemerintah di Jayapura dari tanggal 31 Juli – 2 Agustus 2019.

Bimtek melibatkan tokoh adat, tokoh agama, Kepala Dinas PPPA dan Bappeda tingkat Kab/Kota di wilayah Papua dan Papua Barat. Hari sebelumnya, Rabu, 31 Juli 2019, Deputi Kesetaraan Gender, Agustina Erni bersama Kepala Dinas PPPA Provinsi Papua telah melakukan diskusi dengan Dinas PPPA dan Bappeda wilayah Papua dan Papua Barat untuk penguatan kelembagaan dalam menyelesaikan masalah perempuan dan anak. (*)

Sumber berita (*/Publikasi dan Media Kementerian PPPA)
Editor (+rony banase)