Komunitas Ume Kbubu Pinta Pemda TTS Berikan Ruang Kreasi bagi Kaum Milenial

Loading

SoE-TTS, Garda Indonesia | Pagelaran lomba peragaan busana (fashion show) tingkat SD dan SMP se-Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), pada Rabu, 21 Agustus 2019, yang dilaksanakan di kantor Bupati TTS (kantor lama,red) menuai kritikan dari pendiri Komunitas Ume Kbubu-TTS, Norci Nomleni.

Menurut Pegiat kreasi tenun ikat itu, pemerintah daerah harus memberikan ruang bagi kaum milenial untuk berkreasi dengan motif tenun di TTS agar menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.

Hal tersebut disampaikannya saat pada Rabu, 21 Agustus 2019, melalui pesan Whatsapp yang diterima media Garda Indonesia. Menurut perempuan muda itu, kain tenun TTS memiliki corak dan warna yang sangat menarik untuk dikreasikan. Hal tersebut tentunya untuk menjawab tuntutan zaman saat ini, dimana produk asing mulai menguasai gaya berbusana (fashion) orang Timor dan tenun masyarakat hampir tidak lagi digunakan oleh kaum milenial.

Menurut Ci, sapaan akrabnya gelaran lomba fashion show tersebut harusnya melibatkan orang-orang muda untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mengkreasikan pakaian adat di TTS.

“Untuk membangun TTS, Pemerintah harus memberikan ruang bagi orang muda untuk berkreasi dan berinovasi,” pinta Ci.

Pemberian ruang kreativitas bagi kaum muda, lanjut Ci tentunya akan menambah nilai jual dari pakaian adat TTS, sehingga dapat menambah pendapat ekonomi masyarakat juga.

Kreasi pakaian adat bagi anak-anak dari Komunitas Ume Kbubu

Salah satu ajang yang dapat menampilkan kreasi dari orang-orang muda di TTS, menurut Ci adalah melalui ajang fashion show yang mana para peserta tampil dengan model fashion kekinian dalam balutan tenun TTS yang bisa dipakai dalam acara-acara formal maupun non formal.

“Kebiasaan fashion show hanya menampilkan khas budaya zaman dulu yang orang pake pada saat fashion show. Dan selesai kebanyakan orang juga berpikir bahwa setelah tenun hanya bisa dipake pada acara adat, ya selesai tidak bisa digunakan lagi,” beber Ci.

Lanjut Ci, ajang fashion show yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS, bekerja sama dengan Pemda TTS, tidak menampilkan kreativitas sama sekali.

“TTS harus merubah paradigma berpikir bahwa kita sekarang ada zaman milenial bukan zaman nenek moyang. Dimana perkembangan menuntut kita harus kreatif dan inovatif, guna meningkatkan kebudayaan yang ada nilai jualnya,” tegas Ci.

Ci menambahkan bahwa dengan kreasi tenun tersebut, masyarakat pengrajin tenun tidak akan bingung dalam memasarkan kain tenun karena ada orang-orang muda penuh kreativitas yang siap mengambil hasil tenunan untuk diolah lagi menyesuaikan dengan fashion kekinian.

“Semua orang akan termotivasi punya tenunan untuk bergaya. Dan disitu akan ada peningkatan ekonomi masyarakat pengrajin tenun. Tentunya kreasi sesuai model pakaian kekinian tetap mempertahankan budaya yang tidak terlepas dari etika berpakaian,” tutup Ci. (*)

Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase)