Menelisik Ritual Golo Kowa Hole Sabu Raijua

Loading

“Bersyukur tahun ini (2022, red) bisa ikut ambil bagian dalam ritual Golo Kowa Hole di tanah leluhur Hawu Mehara (baca Sabu Mesara, red), Semoga Sabu Raijua tetap diberkati dan dijauhkan dari hal buruk, dan tahun berikut tanah ini bisa berikan panen yang melimpah sehingga masyarakat bisa sejahtera,” demikian penggalan status dari Eva Mita Savu di laman facebook-nya.

Lantas seperti apa ritual Golo Kowa Hole yang selalu dihelat di Pulau Sejuta Lontar tersebut? Dilansir dari warisan budaya kemendikbud.go.id, Hole merupakan upacara adat yang sangat populer di kalangan masyarakat Sabu Raijua yang dilakukan secara massal. Upacara adat ini menjadi sangat populer karena hanya dilakukan sekali setahun sehingga memikat banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal termasuk orang Sabu Raijua yang selama ini berada di luar daerah.

Ritual adat Hole mengandung nilai-nilai kehidupan sosial kemasyarakatan orang Sabu Raijua, antara lain nilai kepercayaan, nilai kesadaran, nilai persatuan dan kesatuan, nilai etika, nilai estetika, nilai kesetiaan serta nilai yuridis. Ritual adat Hole akan dilaksanakan sesuai dengan kalender adat Masyarakat Sabu Raijua yang telah ditetapkan secara turun temurun oleh nenek moyang orang Sabu Raijua sejak dahulu kala.

Ritual Hole ini akan dilaksanakan tepat pada Warru Bangaliwu dalam perhitungan kalender adat atau sekitar Mei atau Juni dalam perhitungan Kalender Masehi. Pelaksanaan Hole akan diatur sesuai dengan kalender adat pada wilayah adat di Kabupaten Sabu Raijua, yang mana terdapat 5 wilayah adat yakni wilayah adat Habiba yang wilayah administrasinya di Kecamatan Sabu Barat, wilayah adat Raijua yang wilayah administrasinya di Kecamatan Raijua, wilayah adat Liae yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Sabu Liae, wilayah adat Mahara yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Hawu Mehara, serta wilayah adat Dimu yang terletak di wilayah Administrasi Kecamatan Sabu Timur dan Kecamatan Sabu Tengah.

Adapun Ritual Adat Hole yang dilaksanakan di wilayah adat Mehara dilaksanakan di Desa Rame Due, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua. Menurut budaya tutur orang Sabu Raijua secara turun temurun, Munculnya upacara Adat Hole ketika manusia pertama orang Sabu yang bernama Kika Ga yang konon katanya punya kesaktian pada masa itu, ingin memperluas wilayah Pulau Sabu,yang mana pada zaman itu, Pulau Sabu belum berbentuk seperti saat ini.

Pada Masa Kika Ga, Pulau Sabu hanya berbentuk tanjung kecil yang dinamakan Hu Penyoro Mea yang saat ini terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua. Atas dasar perluasan wilayah kekuasaan itulah, Kika Ga dengan kesaktiannya pergi ke sala satu pulau Djawawa yang saat ini menjadi Kecamatan Raijua.

Pulau Djawawa atau Raijua dihuni oleh pejabat adat yang punya kesaktian yang sangat tinggi yaitu Mone Weo dan Banni Baku. Dengan kesaktian yang dimiliki oleh Kika Ga, maka ia pergi secara diam-diam serta berubah wujud menjadi burung agar bisa mengelabui penjaga rumah adat Mone Weo dan Banni Baku. Untuk dapat mengambil tanah di kolong rumah adat milik Mone Weo dengan tujuan menimbun Hu Penyoro Mea agar menjadi pulau yang besar seperti Pulau Sabu saat ini.

Pada suatu hari maka Kika Ga tertangkap basah oleh para penjaga rumah adat yang berubah wujud menjadi tikus, sedang mengambil tanah di bawah kolong rumah adat Mone Weo. Oleh sebab itu, tikus penjaga rumah adat mulai mencari akal agar Kika Ga yang mengubah wujud menjadi burung tersebut bisa tertangkap. Maka tikus penjaga rumah adat berkoordinasi dengan Mone Weo dan dengan keyakinan atas kesaktian Mone Weo ,maka tikus penjaga rumah adat menyuruh Mone Weo untuk memanggil hujan pada malam hari.

Karena malam begitu dingin, maka tikus penjaga rumah adat pergi untuk mengelabui Kika Ga dan dengan berlindung di celah sayap burung dengan alasan kedinginan. Pada saat tikus penjaga rumah adat tersebut, berlindung di cela sayap Kika Ga yang mengubah wujud menjadi Burung Mak sehingga sebagai penguasa di Pulau Djawa Wawa , Mone Weo marah serta menangkap Kika Ga serta menanyakan alasan Kika Ga mengambil secara diam-diam tanah di bawah kolong rumah adat Mone Weo dan Banni Baku.

Deo Rai dan anggotanya menyiapkan Ketupat Tritunggal

Saat Kika Gah ketika ditangkap dan diadili oleh Mone Weo dan Banni Baku, maka dengan jujur ia menjelaskan maksud dan tujuannya mengambil tanah dari Pulau Djawa Wawa atau Pulau Raijua yaitu untuk memperluas daerah kekuasaan Pulau Sabu. Mendengar penjelasan tersebut, maka Mone Weo dan Banni Baku mengizinkan Kika Ga untuk mengambil tanah dari bawah kolong rumah adat Mone Weo dan Banni Baku dengan suatu persyaratan bahwa setiap akhir tahun sesuai perhitungan kalender adat masyarakat adat Sabu Raijua, Kika Ga dan keturunannya kelak harus mempersembahkan dan membayar upeti atau dalam bahasa Sabu disebut Ihi Rai kepada Mone Weo dan Banni Baku.

Itulah sebabnya, dalam proses ritual adat Hole ada pelepasan Kowa atau Perahu Hole yang berisi hasil-hasil panen masyarakat baik berupa tanaman maupun hewan yang dilaksanakan di Pantai Uba Ae, Desa Rame Due, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua.

Kowa Hole tersebut akan dilepas ke tengah lautan dan akhirnya akan menuju ke Pulau Djawa Wawa atau Raijua. Ritual Adat Hole merupakan tradisi turun temurun masyarakat Sabu Raijua memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

Pertama, kegiatan upacara adat Liba Doka, artinya menghamburkan aroma harum pada ladang, kebun dan seluruh tanah di daratan Pulau Sabu, sehingga tanaman pangan, hewan dan pohon-pohon yang hidup dapat memberikan hasil yang berbau harum. Dalam kegiatan ini, semua masyarakat adat membuat ketupat yang akan diisi oleh biji jagung, biji kacang hijau dan gumpalan nasi. Ketupat-ketupat tersebut akan di letakan pada setiap penjuru tanah daratan Pulau Sabu yaitu di lembah, gunung, hutan, lereng, pantai, kebun, sawah dan ladang pertanian milik masyarakat adat Sabu Raijua.

Upacara adat ini diawali oleh pejabat adat Mone Ama menaruh ketupat adat di dalam kebun adat dan di seluruh tanah daratan Pulau Sabu.

Kedua, kegiatan upacara adat Bui Ihi yang artinya membersihkan diri, menghitung jumlah anggota keluarganya masing-masing, baik laki-laki, perempuan termasuk bayi yang lahir pada tahun tersebut maupun anggota keluarga yang sudah meninggal. Dan yang melaksanakan perhitungan ini adalah masing-masing kepala keluarga, setiap keluarga di dalam rumah tangga membuat ketupat adat yang disebut Kedue Dunu yang artinya Tritunggal. Ketupat Tritunggal tersebut diisi dengan biji jagung, kacang hijau, dan gumpalan nasi, semua biji-biji pangan harus sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang hidup dan yang sudah meninggal dan jumlahnya sama di masing-masing ikatan Ketupat Tritunggal.

Ikatan pertama diperuntukkan bagi anggota keluarga mereka yang sudah meninggal, ketupat tersebut diletakan pada tiap kuburan anggota keluarga yang sudah meninggal. Ikatan kedua Ketupat Tritunggal diperuntukkan bagi anggota keluarga yang masih hidup,. Ketupat akan diikat pada tiang rumah adat mereka masing-masing, dan ikatan ketiga Ketupat Tritunggal dipertunjukkan bagi hewan dan ternak peliharaan yang akan diikat pada tiap pintu kandang ternak.

Apabila telah selesai kegiatan tersebut, maka pada malam harinya dilaksanakan kegiatan Tarian Pedoa Bui Ihi yang melibatkan seluruh masyarakat ada.

Ketiga, kegiatan upacara Gau Dere Hole, Dere adalah tambur atau beduk Hole. Beduk Hole ini disimpan dalam rumah adat yang bernama Due Duru yaitu tempat tinggal dan kerja Pejabat adat Mone Ama Deo Rai. Dan bila tiba penyelenggaraan upacara Hole, maka beduk Hole akan diturunkan dari tempat gantungannya oleh Deo Rai lalu di letakan pada tiang rumah adat Due Duru, untuk didiamkan selama satu malam, sebelum digunakan.

Keempat, upacara Pe Addo Dere Hole. Upacara ini dilakukan agar Beduk Hole selama semalam suntuk, didiamkan atau ditenangkan dan tidak ada seorang pun yang menyentuhnya, setelah tepat pukul 3 dini hari baru boleh diangkat oleh Deo Rai dan akan dibawa untuk diletakan di atas cabang Pohon Nitas yang hidup di samping altar adat Nada Hari.

Kelima, upacara Ngaa Hole, artinya makam malam adat Hole. Pada acara ini, semua pejabat adat dan masyarakat adat duduk bersama-sama untuk melakukan perjamuan makan makanan upacara adat bersama sebagai wujud syukur kepada Tuhan Pencipta Pemberi Kehidupan.

Pacuan Kuda Adat Hole usai dilakukan ritual adat Hole

Keenam, upacara Lingo Dere Hole. Artinya menjaga penuh hikmat Beduk Hole. Dalam acara ini, Deo Rai mengangkat Beduk Hole dari cabang Pohon Nitas, lalu diletakan di atas altar adat Nada Hari. Deo Rai dan pejabat adat Ratu Mone Pidu (tujuh pejabat laki-laki) beserta seluruh masyarakat adat duduk menjaga penuh hikmat melingkari altar Nada Hari yang mana Beduk Hole di letakan.

Semua yang hadir melantunkan syair-syair adat Buru Dere Ho. Selama semalam suntuk dan Deo Rai yang mengawali melantunkan pujian dan nyanyian adat Buru Dere Ho, sambil diikuti oleh seluruh masyarakat adat yang hadir, lamanya melantunkan syair Buru Dere Ho lebih kurang 7 jam sampai subuh, dalam kegiatan ini tidak boleh seorang pun melakukan pelanggaran.

Ketujuh, upacara Anynyu Kedua Hole artinya menganyam Ketupat Tritunggal Hole, dalam acara ini tidak beda dengan upacara Bui Ihi pada poin ke 2, semua kaum perempuan di masing-masing rumah tangga dan keluarga pada malam hari sebelum keesokan hari puncak pelepasan Perahu Hole, kaum perempuan membuat ketupat Tritunggal (Kedue Hole) yang akan dibawa untuk diletakan dalam Perahu Hole, sebagai wujud persembahan kepada Tuhan (Deo Ama) pemberi kehidupan.

Kedelapan, upacara adat Pelala Kowa Hole artinya melepaskan perahu adat Hole. Upacara ini merupakan puncak dari semua rangkaian upacara adat Hole pada Warru Bangaliwu (kalender adat) yaitu antara akhir April hingga awal Mei (kalender adat Masehi). Sebagaimana telah diuraikan pada poin 7 bahwa Ketupat Tritunggal Hole yang pada malam harinya telah dianyam oleh kaum perempuan dari masing-masing rumah tangga dan keluarga. Maka, pada pagi harinya ketupat tersebut mereka bawa, dan akan diletakan di atas altar adat yang berada di tengah Kampung Adat Kolorae yang merupakan kampung pusat penyelenggaraan adat di wilayah adat Mahara.

Kampung Adat Kolorae terletak di atas puncak Gunung Pedarro tingginya kira-kira 50 meter. Setelah semua masyarakat adat selesai meletakan ketupat upacara, maka Deo Rai bersama anggotanya mulai membaca doa-doa dan mengurapi seluruh Ketupat Tritunggal dengan meminyaki dengan minyak suci adat oleh Deo Rai. Ketupat Tritunggal diikat menjadi satu lalu Deo Rai dan anggotanya bersama masyarakat adat membawa ikatan ketupat Tritunggal dari kampung adat Kolorae di Desa Pedarro menuju ke pelabuhan adat Uba Ae dengan berjalan kaki.

Selama perjalanan, Deo Rai melantunkan syair Buru Dere Ho sambil diikuti dan dinyanyikan oleh seluruh masyarakat adat. Meriahnya irama lantunan syair yang dinyanyikan bersahut-sahutan oleh semua masyarakat adat, rute perjalanan yang ditempuh sekitar 2 kilo meter lebih sampai ke lokasi pelepasan Perahu adat Hole yaitu di Pelabuhan Uba ae di Desa Rame Due, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua.

Setelah tiba, maka Deo Rai dan anggotanya dibantu oleh para tokoh adat merakit Perahu Adat Hole, dan apabila sudah selesai merakit perahu, maka semua ikatan-ikatan Ketupat Tritunggal adat Hole yang dibawa dari kampung induk adat Kolorae di Desa Pedarro. Ketupat diletakan dan disusun sesuai urutan ke-12 suku yang mendiami wilayah adat Mahara.

Sebelum perahu dilepaskan, Deo Rai dan anggotanya membacakan doa dan mengurapi sambil berjalan melingkari perahu, setelah selesai mengurapi perahu adat Hole, maka perahu diangkat untuk dilepaskan ke lautan. Lalu, seluruh masyarakat adat kembali menuju arena Pacuan Kuda Adat Hole, dan ke arena Taji Ayam Adat Hole yang tidak jauh dari Pelabuhan Adat Ubaae. Pacuan Kuda dan Taji Ayam ini adalah sebagai wujud kebahagiaan dan suka cita yang mana mereka telah menyelesaikan kegiatan akbar adat dengan damai dan aman.(*)

Editor (+roni banase)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *