Kupang, Garda Indonesia | Kakanwil Kemenkumham NTT menyampaikan bahwa kekayaan intelektual personal meliputi hak cipta, merek, paten, desain industri, rahasia dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, serta kekayaan intelektual komunal meliputi Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik dan Indikasi Geografis.
Demikian ditegaskan Merci Jone (sapaan akrab Kakanwil Kemenkumham NTT, red) saat membuka giat “Promosi dan Diseminasi Hak Cipta di Kota Kupang” pada Rabu, 21 September 2022 yang menghadirkan 2 (dua) narasumber yakni Koordinator Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Agung Damar Sasongko dan Ketua LMK Prisindo, Marcell Siahaan.
Peserta terdiri dari Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu atau Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) NTT, Sekolah Musa (Multimedia untuk semua) Kota Kupang, Asosiasi Duta Wisata Indonesia (ADWINDO) Kota Kupang, musisi dan seniman. Acara pembukaan juga turut dihadiri Kepala Divisi Administrasi, Garnadi dan Kepala Divisi Keimigrasian, I. Ismoyo.
Kegiatan promosi dan diseminasi kali ini, ungkap Merci Jone, difokuskan pada hak cipta, khususnya terkait lagu dan musik yang dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai PP No.56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Menurut Merci Jone, pendaftaran hak cipta di NTT masih didominasi oleh karya ilmiah dan karya tulis dari kalangan perguruan tinggi. Sementara pendaftaran karya cipta berupa lagu dan musik masih sangat minim. Padahal sejatinya, NTT banyak menyimpan musisi dan pencipta lagu produktif dari kalangan generasi muda. Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual bahkan telah memberikan kemudahan berupa percepatan proses persetujuan hak cipta dengan waktu kurang dari 10 menit melalui POP-HC (Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta).
“Hal ini perlu didorong agar para pencipta lagu dan musik segera mendaftarkan karya ciptanya di Kementerian Hukum dan HAM. Biayanya tidak mahal, tapi manfaatnya luar biasa,” jelasnya.
Merci Jone pun menandaskan, pencatatan data lagu dan musik pada pangkalan data kekayaan intelektual merupakan bukti kepemilikan dan pemegang hak, sekaligus menjadi salah satu persyaratan untuk penarikan royalti oleh LMKN yang nanti dibayarkan kepada pemilik hak cipta.
Sementara itu secara daring, Aktor dan Penyanyi Indonesia, Marcell Siahaan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Performer’s Rights Society of Indonesia (LMK Prisindo), Marcell menyampaikan materi untuk Musisi dan Penyanyi yang memiliki karya rekam “Mari Mengenal Royalti Hak Terkait untuk Pelaku Pertunjukan”.
“Kita perlu menghargai karya kita, mencintai karya-karya kita dan juga melakukan perlindungan terhadap karya-karya kita. Yang paling penting dan paling utama adalah bagaimana kita bisa mempunyai pencatatan atau pendokumentasian untuk setiap karya yang kita punya,” ujar pelantun “Firasat” ini.
Di era digital sekarang, lanjut Marcell, pendokumentasian karya harus dilakukan secara detail agar pencipta dapat memperoleh hak-hak sesuai kontribusinya. Ketika sebuah karya tercipta, semisal lagu, ada beberapa hak yang timbul yakni hak cipta dan hak terkait.
Selain itu, ungkap Marcell, penyanyi atau pemusik atau pun pencipta lagu yang sudah memiliki karya rekam juga bisa mendapatkan royalti dari hak untuk mengumumkan (performing rights).(*)
Sumber (*/Rin/Humas Kumham NTT)
Editor (+roni banase)