BMKG: Cuaca Dingin Juli Tak Terkait Fenomena Aphelion

Loading

Kupang, Garda Indonesia | Isu Fenomena Aphelion beredar santer di pesan grup WhatsApp dan ke berbagai platform media sosial. Ini pesan tersebut, “Mulai besok jam 05.27, kita akan mengalami Fenomena Aphelion, di mana letak Bumi akan sangat jauh dari Matahari. Kita tidak bisa melihat fenomena tersebut, tapi kita bisa merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus. Kita akan mengalami cuaca yg dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yang akan berdampak meriang flu, batuk sesak nafas dll. Oleh karena itu mari kita semua tingkatkan imun dengan banyak meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan-Nya.”

Fenomena Aphelion di Indonesia belakangan membuat geger masyarakat Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) mencatat bahwa hebohnya isu fenomena Aphelion tersebar dengan sangat cepat dan cukup meresahkan masyarakat. Masyarakat dihebohkan dengan isu cuaca dingin yang terjadi belakangan di Indonesia karena fenomena Aphelion. Di mana yang beredar, Aphelion terjadi diakibatkan karena jarak bumi dengan matahari dalam titik terjauh saat periode revolusi

BMKG menjelaskan, bahwa sebenarnya fenomena Aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.  Sementara kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode bulan Juli tidak terkait dengan fenomena Aphelion.

“Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi,” terang Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat BMKG pada Sabtu, 8 Juli 2023 seperti dilansir dari CNBC Indonesia.

Fenomena suhu udara dingin, urai BMKG, sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau pada Juli—September. Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia.

Pada Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.

“Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer,” ungkap BMKG.

Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari.

“Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.” tandas BMKG.(*)

Sumber (*/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *