10 Tahun Lalu, Terima Kasih Jateng

Loading

Oleh : Prihati Utami

10 tahun yang lalu. Saya adalah salah satu orang yang pesimis dengan sosok satu ini,  Ganjar Pranowo.

Halah….paling ya gitu-gitu aja.

Suatu hari saat pelantikan pak Ganjar di periode pertama. Saya melihat seorang lelaki, mengenakan jas hitam hendak masuk ke gedung tempat pelantikan, tepatnya di DPRD Provinsi Jateng.

Dia adalah tamu, tapi saya tidak tahu persis beliau siapa.

Waktu itu, saya adalah wartawan junior yang memang belum lama terjun ke lapangan. Tapi, saya sudah bertemu beberapa pejabat. Bahkan pernah dijewer pejabat tertentu saat menanyakan hal yang dia tidak suka. Saat itu, pemikiran saya, semua pejabat sama saja…90 persen menyebalkan.

Bapak berjas hitam itu masuk bareng dengan saya, tapi lalu dicegat petugas karena enggak bawa undangan. Maklum lah, pengamanan berlapis.

Bapak itu pun enggak marah, hanya bilang “baik pak, boleh saya berhenti dan tunggu di sini”.

Petugas jaga akhirnya membawa bapak itu ke sudut ruangan dan si bapak tampak menghubungi seseorang.

Tentu kejadian itu membuat saya tertarik. Saya pun berhenti sejenak, berpikir siapa tahu si bapak itu emosi dan cek cok. Enggak mungkin kan kalau gak ada kepentingan ikutan masuk pas pelantikan.

Penasaran sih, siapa ya orang itu.

Tapi karena terlalu lama, saya pun terpaksa naik ke atas. Pelantikan dan tamu penting di lantai 1, sedang wartawan dan tamu undangan lain waktu itu di lantai 2.

Sesaat setelah saya di lantai atas. Saya lihat lagi bapak itu. Lalu ada anak kecil nyeletuk, “Pakde gak boleh masuk ya, karena enggak bawa undangan”

“Iya sudah enggak papa, tadi juga kalau memang gak bisa masuk pakde mau nunggu di luar” seperti itulah kira-kira percakapan mereka. Dan tetap adem ayem enggak bilang, penjaganya ngawur bla bla bla….seperti kalau pas kita kesel karena enggak dibolehin masuk suatu acara.

Setelah saya perhatikan, mereka ternyata keluarga besar Pak Ganjar Pranowo. “Target sasaran berita nih” kata saya dalam hati.

Usai acara pelantikan, saya akhirnya nyamperin rombongan keluarga Pak Ganjar. Dan ngobrol dengan begitu hangatnya. Dari obrolan itu akhirnya saya tahu, lelaki itu adalah kakak dari Pak Ganjar yang namanya Pambudi.

Saat itu saya berpikir, kok begitu ya. Biasanya keluarga pejabat tentu akan lebih arogan dari pejabatnya itu sendiri. Kok ini enggak ya.

Dari obrolan itu, Pak Pambudi mengatakan setelah Pak Ganjar menjadi Gubernur, seluruh keluarga juga harus semakin santun. Sehingga jangan sekali-kali memanfaatkan jabatan Ganjar sebagai Gubernur.

“Saya juga tadi sempat tidak boleh masuk gedung karena undangan dibawa istri dan sudah di dalam, saya juga mengalah tidak apa-apa. Akhirnya ada staf yang mengingatkan petugas jaga, saya sendiri malah yang tidak enak. Kami harus saling menjaga dan tidak mau dibilang sok keluarga gubernur, kami harus lebih santun,” ujar Pambudi ketika itu.

Bukan hanya dengan Pak Pambudi, saat itu saya pun sempat ngobrol dengan ibunda Pak Ganjar, Ibu Sri Suparni. Ibu Suparni hanya menyampaikan harapan agar putranya bisa mengemban amanah dan mewujudkan janji saat kampanye. “Nyambut gawe seng bener, orasah macem-macem (bekerja yang baik, tidak usah macam-macam),” katanya.

Mungkin, orang berpikir peristiwa ini sepele. Tapi bagi saya tidak, sikap dari sang kakak itu menurut saya memang didikan keluarga yang juga tertanam di diri seorang Ganjar Pranowo. Yang menjadikan Ganjar seperti sekarang.

Ini hanyalah secuil kisah yang mengawali penilaian saya pada Pak Ganjar. Meski itu baru satu step dan belum mengubah banyak pikiran saya waktu itu. Karena pejabat yang saya kenal sebelumnya ya begitu-begitu saja. Minta dilayani, susah ditemui, arogan, sombong dan lainnya.

Tapi…. setelah saya tahu banyak tentang Pak Ganjar, tak terhitung kisah-kisah yang saya alami ataupun mendapat cerita dari orang lain yang akhirnya membuat saya mengatakan ya, Pak Ganjar adalah pelayan masyarakat. Kedatangannya dinantikan, kerjanya beneran, bicaranya penuh kehangatan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *