Apakah Tuhan Pesan Pilpres Satu Putaran?

Loading

Oleh : Angwar Sanusi

Seorang teman mengatakan, sampai menjelang pelaksanaan pemilu nanti pasangan capres-cawapres Prabowo – Gibran akan selalu menang di semua lembaga survei.

Entah itu hasil dari lembaga survei besar maupun abal-abal. Bahkan dalam beberapa hasil survei, tingkat elektabilitas paslon itu mencapai 50 persen lebih. Sehingga akan melahirkan persepsi bahwa Pilpres nanti bisa berlangsung hanya satu putaran.

Awalnya aku menganggap survei-survei itu memang hasil bayaran. Terutama jika melihat hasil survei yang keluar di November dan Desember ini. Karena memang banyak banget lembaga survei abal-abal.

Mulai dari lembaga Survei New Indonesia, lembaga survei Y-Publica, Political Weather Station dan masih banyak lembaga survei lain yang hasilnya menyebutkan elektabilitas Prabowo – Gibran lebih dari 50 persen.

Apakah berhenti sampai di situ? Tentu tidak. Kemenangan mutlak paslon Prabowo – Gibran berdasarkan hasil survei akan terus terjadi bahkan dari lembaga survei paling kredibel di republik ini.

Memang aneh. Bahkan sangat aneh.

Masak sih dengan segala macam kecurangan dan kejahatan inkonstitusional yang dilakukan pasangan Prabowo – Gibran justru membuat dukungan terhadap mereka semakin banyak? Tapi setelah mendengar penjelasan temanku ini saya jadi paham bahwa apa pun sangat mungkin mereka lakukan. Bahkan tanpa membayar lembaga survei pun mereka bakal tetap memperoleh persentase elektabilitas paling besar.

Temanku menjelaskan, survei ini merupakan bagian dari operasi atau strategi dari istana agar Pilpres berlangsung satu putaran. Maka, seluruh sumber daya, seluruh kekuatan dikerahkan.

Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengubah peraturan.

Jika sebelumnya izin survei cukup di Kementerian Dalam Negeri, mendekati Pilpres ini izin harus berjenjang. Artinya, siapa pun lembaga survei yang hendak mengambil sampel suara, mereka harus izin ke Kemendagri. Setelah dari Kemendagri harus izin ke provinsi. Berlanjut izin ke kabupaten, kecamatan, pemerintah desa atau kelurahan sampai harus izin RW bahkan RT.

Aku masih belum paham ketika temanku menjelaskan urut-urutan izin itu. Aku juga tidak menemukan kejanggalan atau keanehan dari proses itu. Tapi ketika temanku mengatakan bahwa dari izin yang sampai ke tingkat RT itu akan terjadi kebocoran data. Karena dari situ orang yang menjadi target survei akan ketahuan.

Dan itulah yang diinginkan istana.

Lantas, apa bahayanya? Ketika orang yang jadi target survei diketahui, istana akan langsung mengirim bantuan kepada target tersebut.

Bagaimana caranya istana mengirim bantuannya? Bisa lewat siapa saja. Bisa lewat pejabat sipil maupun non sipil yang jadi petugas istana.

Tentu ketika mengirim bantuan mereka tidak serta merta menyerahkan. Mereka menyerahkan bantuan sambil membawa pesan agar memilih Prabowo – Gibran. Inilah yang dinamakan dengan proses penggaraman.

Apakah proses itu melanggar aturan?

Hehehe. Istana sudah tidak peduli dengan melanggar atau tidak melanggar aturan. Yang mereka pikirkan adalah menang satu putaran.

Jujur, aku lemes mendengar semua penjelasan temanku ini. Aku masih tidak percaya kalau istana yang mengatur itu semua. Cara-cara keji seperti ini bukanlah caranya Pak Jokowi.

Tapi, mau bagaimana lagi? Kenyataannya memang seperti ini.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *