Satu Putaran Pilpres Itu Tidak Masuk Akal

Loading

Oleh : Randaru Sadhana

Setiap orang masih bebas berpendapat bukan, karena negara kita belum mengubah sistem demokrasinya? Oke, mari kita bercerita, dengan melihat kondisi yang berkembang di sekitar kita. Datangnya suara maupun pendapat itu dari mana, kalau bukan fenomena yang nampak di depan mata kita?

Dalam hukum sendiri ada tiga macam penelitian yang memperlihatkan perbedaannya, secara normatif, empiris dan normatif-empiris. Jika normatif berdasarkan pengolahan data, empiris sesuai dengan kondisi di lapangan dan normatif-empiris perpaduan antara data dan fakta di lapangan dengan catatan lebih memperbanyak unsur empirisnya.

Saya membawa macam-macam pengamatan itu karena masih heran dengan beberapa lembaga survei, yang menempatkan posisi Prabowo-Gibran selalu di posisi teratas. Padahal jika dilihat dalam lapangan, keduanya adalah perpaduan pasangan yang bersatu karena pelanggaran konstitusi.

Gibran adalah simbol kematian demokrasi, ketidakadilan lembaga se-independen Mahkamah Konstitusi sekaligus lemahnya penegakan hukum di negara kita karena jabatan tinggi orang tuanya.

Apa yang mau dibanggakan dari paslon 02? Gagasannya? Track record-nya? Semua zonk, bahkan kondisi di lapangan penuh akan gimmick dan kontroversi. Beneran mau mengandalkan jualan gemoy, sedangkan arogansi dan kontrol emosinya masih buruk ditandai dengan berapi-apinya saat debat pertama.

Lalu gagasannya apa, yang dibesarkan hanya makan dan minum susu gratis. Minim fungsi karena realisasinya hanya mengenyangkan perut tanpa menyelesaikan masalah terkini soal stunting, mental health dan pendidikan.

Susu yang dipasok pun justru susu kemasan yang tinggi kadar gulanya, sedangkan makan gratis hanya cukup mengenyangkan perut yang justru membuat ketergantungan. Mereka tidak memikirkan dana yang tinggi dan membuat bengkak anggaran negara.

Beda jauh saat saya bercerita tentang Ganjar-Mahfud. Keduanya keliling ke sana-kemari mengenalkan visi-misi, menawarkan solusi dengan problem solving-nya yang sat-set disertai program yang penuh akan keefektifan.

Mulai dari sekolah gratis, memberi kesempatan setiap satu anak dalam setiap keluarga untuk menempuh pendidikan sarjana, mendirikan puskesmas setiap desa satu dengan fasilitasnya, KTP Sakti lengkap untuk mengakses bansos berbagai macamnya dan masih banyak lagi. Tidak hanya satu segi tapi berbagai sisi diratakan dengan program gagasan mereka.

Di sisi lain tanggapan warga atas kedatangan mereka di setiap daerah paling ramai, paling antusias dan paling penuh kehangatan jika dibandingkan dengan safari politik capres lainnya. Karena mereka punya daya tarik, magnet yang membuat nyaman setiap orang. Entah dari pembawaannya yang ramah, komunikatif dan humoris atau memang mereka sudah kenal asli dari karakter Ganjar-Mahfud.

Nyatanya hal itu tidak selaras dengan setiap survei yang justru menempatkan Ganjar-Mahfud di peringkat kedua. Bahkan ada juga yang memposisikan elektabilitas keduanya di peringkat ketiga. Secara nalar saja hal itu sulit diterima.

Secara normatif, keduanya jelas di atas dua capres lainnya. Pun secara empiris, di lapangan langsung Ganjar Pranowo ini adalah tipe ideal seorang pemimpin yang sangat dicintai rakyat, karena dia yang paham betul akan kebutuhan rakyat, masalah yang terjadi sampai ke solusi yang kerap dia hadirkan. Jika diukur dengan penelitian normatif dan empiris, paslon 03 yang paling selaras.

Jadi apa yang membuat elektabilitas 03 turun? Seketika saya teringat ada selentingan kabar yang mengatakan, kalau memang survei itu di-setting pihak atasan dan para elite pemerintah untuk berpihak pada paslon 02, apa pun itu yang terjadi.

Ya, walaupun nalar kita sulit menerima kekontrasan itu, tapi apa daya jika orang nomor satu di negara ini sudah bertitah? Sekarang pun pihak yang mengabarkan informasi besar itu sudah dilaporkan kepada dewan pers, miris bukan? (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *