Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (BPS Provinsi NTT) memotret tren kemiskinan setahun terakhir menunjukkan garis kemiskinan (GK) rata-rata NTT mengalami peningkatan dari Rp461 ribu pada Maret 2022 menjadi Rp507 ribu per kapita per bulan pada Maret 2023 atau mengalami peningkatan sebesar 10,1 persen. GK makanan sebesar Rp389,5 ribu dan GK non-makanan Rp117,7 ribu.
Secara spasial, Kota Kupang tetap menjadi wilayah dengan GK tertinggi pada Maret 2023 yakni Rp733 ribu per kapita per bulan. Kabupaten lain yang memiliki GK relatif tinggi adalah Sabu Raijua dan Ende yakni masing-masing Rp526,8 ribu dan Rp518,9 ribu per kapita per bulan. Sedangkan Sumba Tengah merupakan kabupaten dengan GK terendah yaitu Rp362 ribu. Kabupaten lainnya memiliki GK antara Rp400 sampai 500 ribuan per kapita per bulan.
Kemiskinan di NTT terkonsentrasi di wilayah perdesaan di mana angka kemiskinannya sebesar 23,76 persen sedangkan di perkotaan hanya 9,12 persen. Jumlah penduduk miskin di NTT pada Maret 2023 sebanyak 1,14 juta orang atau 19,96 persen dari total penduduk NTT meningkat dibanding Maret 2022 yang sebesar 1,13 juta orang. Jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 1,06 juta orang, sedangkan di perkotaan hanya 135,57 ribu orang.
Permasalahan kemiskinan bukan hanya pada jumlah atau persentase yang tinggi, tapi juga pada disparitas antarwilayah. Jika kabupaten/kota dipetakan, maka kabupaten yang memiliki persentase kemiskinan tinggi adalah Sumba Tengah 31,78 persen, Sabu Raijua 28,37 persen, dan Sumba Timur 28,08 persen, Sumba Barat Daya 27,48 persen, Sumba Barat 27,17 persen, Rote Ndao 27,05 persen, dan TTS 25,18 persen. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki persentase rendah adalah Kota Kupang 8,61 persen, Flores Timur 11,77 persen, Ngada 12,06 persen, Nagekeo 12,33 persen, Sikka 12,56 persen, Malaka 14,42 persen, Manggarai Barat 16,82 persen, dan Manggarai 19,69 persen. Disparitas antarwilayah terjadi karena keragaman faktor ekonomi dan sosial budaya di NTT.
Dari sisi jumlah, maka 3 (tiga) kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling banyak adalah Timor Tengah Selatan (TTS) 119,5 ribu orang, Sumba Barat Daya 101,4 orang, dan Kupang 90,2 ribu orang. Sedangkan tiga kabupaten yang paling sedikit jumlah penduduk miskinnya adalah Nagekeo 18,6 ribu orang, Ngada 20,6 ribu orang, dan Sumba Tengah 24,2 ribu orang.
Pasca-pandemi, perkembangan jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota di NTT berfluktuasi atau naik turun. Beberapa kabupaten yang konsisten menurunkan angka kemiskinan dalam 2 tahun terakhir ini adalah Malaka, Belu, dan Sikka dengan rata-rata penurunan masing-masing sebesar 4,74 persen; 3,28 persen; dan 2,65 persen. Sedangkan kabupaten yang angka kemiskinannya naik terus adalah Rote Ndao dengan rata-rata kenaikan 1,76 persen. Kabupaten Flores Timur juga patut mendapat perhatian karena mengalami kenaikan paling tinggi di tahun 2023 sebesar 10,15 persen.
Tingkat kemiskinan cenderung menurun, namun perlu diperhatikan adanya indikasi kemiskinan kronis di antara 1,14 juta penduduk di NTT. Mereka adalah kaum marginal dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Banyak sekali di antaranya yang masuk kategori sangat miskin (ekstrem) dengan pengeluaran per kapita sangat jauh di bawah GK sehingga perlu program pengentasan yang berlapis. Meskipun sudah menerima bantuan sosial tunai, program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan, program keluarga harapan, dan bantuan lainnya namun mereka tetap sulit untuk keluar dari perangkap kemiskinan.
Mengulik kondisi kemiskinan di NTT, maka pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT nomor urut 3, Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu (SIAGA) mengejawantahkan dalam Nawa Aksi SIAGA yakni :
1. SIAGA air, energi dan infrastruktur
- Pemenuhan, tatakelola dan ketersedian air bersih melalui pembangunan jaringan perpipaan dan teknologi pompa hidram;
- Tata kelola air di DAS dan Kali untuk menangkap dan menampung air sekaligus mereduksi risiko bencana;
- Pembangunan ketahanan energi melalui pengembangan energi baru terbarukan/EBT (Flores Geothermal Island, Sumba Iconic Island and Timor Biomass Island);
- Pengembangan irigasi dan embung untuk pertanian dan peternakan;
- Penurunan indeks risiko bencana menjadi 100 poin;
- Penurunan ketimpangan pembangunan antar wilayah dan kepulauan.
2. SIAGA Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi dan Sosial
- SMU/SMK unggulan di setiap kabupaten dan kota;
- Bridging program bagi lulusan SMU/SMK dan PT untuk studi lanjut keluar negeri (1000 orang selama 5 tahun);
- Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan;
- Peningkatan dana hibah rumah ibadah, lembaga keagamaan, pendidikan swasta dan lembaga pendidikan berbasis agama;
- Penurunan stunting menuju satu digit;
- Penurunan kematian ibu dan anak menuju nol kasus;
- Peningkatan jumlah dokter ahli, perhatian insentif perawat, bidan, kader posyandu dan tenaga gizi;
- Pemberdayaan 10.000 bisnis star up untuk generasi Y-Z;
- Penurunan kemiskinan menuju 10 persen dan nol persen kemiskinan ekstrem;
- Optimalisasi destinasi wisata yang sudah dikembangkan termasuk Kawasan Astro Wisata Langit Malam Gunung Timau;
- Peningkatan kunjungan 1 juta wisatawan per tahun dan lama tinggal 5 hari;
- PAD meningkat 40 persen dari total APBD selama lima tahun;
- Memberi akses kaum difabel dan sektor formal dan informal;
- Revitalisasi rumah adat dan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT).
3. SIAGA Tata Kelola Birokrasi dan Hukum
- Peningkatan mutu sumber daya manusia aparatur sipil negara (SDM ASN [250 S2, 50 S3 selama lima tahun]), dan kesejahteraan ASN (lanjut TPP);
- Pemenuhan target Standar Pelayanan Minimum (SPM) 100 persen;
- Peningkatan indeks reformasi birokrasi menjadi 70.00, sistem pelayanan berbasis elektronik (SPBE) menjadi 4—5 poin dan pelayanan publik menjadi 4—5 poin;
- Peningkatan kepatuhan hukum dan restoratif justice (mengedepankan kearifan lokal setempat);
- Pemberantasan praktik mafia hukum dan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking);
- Pemberantasan praktik illegal di bidang perikanan, kehutanan, pertambangan, migrasi dan perdagangan;
- Pencapaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) berkategori tinggi.
Persoalan pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem pun menjadi atensi khusus Pemerintah Provinsi NTT dalam kurun beberapa dasawarsa. Pemprov NTT mengejawantahkan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mengarahkan semua kepala daerah agar memprioritaskan mandiri pangan untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur dan akan dicapai dalam jangka panjang pada tahun 2045 mendatang.
Kondisi tersebut selaras dengan dijadikannya sektor pariwisata dan pertanian sebagai penggerak ekonomi masyarakat dan daerah yang mana memperoleh dukungan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT yang berfokus pada peningkatan sektor pertanian dan pariwisata yang selalu menjadi unggulan dan penopang pertumbuhan perekonomian NTT.(*)
Sumber (*/tim media SIAGA)