Kupang | Hasil penelitian disrupting harm di tahun 2022 yang dilakukan oleh UNICEF berkerja sama dengan Interpol dan ECPAT Internasional menemukan 92% anak rentang usia 2—17 tahun di Indonesia telah menggunakan internet dalam 3 (tiga) bulan terakhir. Studi lain yang menarik yaitu tentang pengetahuan dan perilaku online orang tua dan anak di Indonesia 2023 yang dilakukan oleh Kemen PPPA, UNICEF dan ECPAT Indonesia, yang mencatat hanya 37,5% anak pernah menerima informasi mengenai cara aman saat menggunakan internet/online. Namun, 50,3% anak pernah melihat gambar dengan muatan seksual melalui sosial media, dan 128 anak (25%) pernah menerima pesan bermuatan seksual.
Menilik kondisi tersebut, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan standarisasi Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) yang mengintegrasikan layanan informasi bagi anak (perpustakaan atau ruang baca) dengan tempat bermain, ruang kreativitas dan multimedia, serta tempat konsultasi.
Standarisasi ini bertujuan untuk menjamin anak mendapatkan haknya atas informasi yang layak, yaitu sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Roro Endah Sri Rejeki, Ph.D. dalam sesi sosialisasi dan bimtek standarisasi Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) pada Jumat, 9 Agustus 2024, menekankan bahwa tindakan preventif atau pencegahan jauh lebih penting dilakukan terhadap anak dibanding upaya pemulihan pasca-insiden.
“Jika masuk pada kondisi perlindungan khusus, maka memerlukan biaya tinggi atau high cost,” ucapnya.
Di hadapan peserta dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota, Kabupaten, dan Provinsi NTT, SMAN 1 Kupang, SMAN 2 Kupang, SMAN 3 Kupang, SMA Lentera dan peserta yang mengikuti sosialisasi secara daring atau online, Endah Sri Rejeki mengatakan bahwa indikator informasi layak anak merupakan bagian atau klaster indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA).

Selain itu, imbuh Endah Sri Rejeki, PISA merupakan wujud hadirnya negara dalam upaya memastikan anak mendapatkan haknya atas informasi yang layak dengan menetapkan standar dalam penyediaan layanan informasi bagi anak. Melalui standarisasi PISA, diharapkan perpustakaan dan taman bacaan masyarakat (TBM) serta lembaga-lembaga penyedia layanan informasi lainnya menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi anak.
Kadis Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Ruth Diana Laiskodat, S.Si., Apt., M.M. dalam kesempatan sama menyampaikan persoalan besar tentang anak tak bisa dilakukan sendiri, namun harus dikerjakan bersama dan apa yang dilakukan akan berdampak terhadap upaya perlindungan anak.
“Dan upaya preventif jauh lebih murah,” tekan Ruth Laiskodat.
Sosok mantan Inspektur Daerah Provinsi NTT ini juga mengungkapkan sejak Desember 2023, Dinas PPPA mendapat tambahan 1 (satu) bidang baru, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB). Kondisi ini mengharuskan dirinya ramah dan bekerja sama dengan semua pihak.
Ruth pun menyakini bahwa PISA dapat membantu anak keluar dari trauma, meski budget atau anggaran dari pemerintah daerah belum memenuhi harapan (8 kali pendampingan [2 kali anggaran dari pemerintah daerah]).
Perlu diketahui, Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) Kementerian PPA bekerja sama dengan Universitas Indonesia memberikan bimbingan teknis kepada lembaga terkait guna memenuhi level PISA sebagai 1 (satu) dari 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) menuju NTT Layak Anak.
Penulis (+roni banase)