Kupang-NTT, Garda Indonesia | Kerja – kerja kita harus melampaui kerja dengan standar biasa saja yang selama ini dilakukan. Menjadi pemimpin itu harus mampu membawa perubahan besar, dan itu harus dimulai dari dalam diri pemimpin itu sendiri. Jangan asal kerja saja, tanpa memberi hasil yang optimal untuk memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Demikian penegasan Gubernur VBL kepada bupati, wali kota, pimpinan perangkat daerah, lebih khusus yang bekerja di bidang pertanian.
“Anda harus mampu membangun pertanian sebagai produk unggulan demi menyejahterakan masyarakat. Itu baru pantas disebut pemimpin yang sukses,” tegas Gubernur VBL saat membuka rapat evaluasi tahun 2021 dan perencanaan tahun 2022, pembangunan pertanian dan ketahanan pangan se-Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun anggaran 2021, pada Rabu,3 November 2021.
Dalam acara pembukaan yang berlangsung mulai pukul 18.00 WITA di Aston Hotel tersebut, diikuti hampir seluruh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota se NTT, minus Kabupaten Belu dan Kabupaten Manggarai Timur, karena sementara mengikuti persidangan anggaran di DPRD kabupaten setempat.
Menurut Gubernur VBL, potensi pertanian NTT saat ini mulai membaik dan mulai menunjukkan tanda kehidupan, sehingga para pemimpin jika cerdas, maka harus bisa terus mengelola lahan yang ada lebih baik lagi. “Jadi pemimpin itu jangan hanya duduk diam di kantor, tidak pernah turun lapangan, dan hanya menanti laporan bawahan. Itu namanya pemimpin bermental proyek. Dan itu yang harus dihindari. Ubah mindset berpikirmu, bahwa pemimpin itu tidak boleh identik dengan dipuja dalam berbagai kemewahan, sementara rakyatmu hidup dalam penderitaan,” tegasnya.
Jadi, imbuh VBL, pemimpin tidak boleh di kantor saja dan hanya menunggu laporan dari bawahan, atau hanya duduk tunggu waktu tender. Tetapi harus turun ke lapangan dan tahu kondisi lapangan serta menjawab keluhan masyarakat. “Kita harusnya malu jika memiliki mental pemimpin seperti itu. Masyarakat dapat menjadi kaya atau miskin, itu tergantung pemimpinnya. Pemimpin itu harus bisa bekerja secara baik dan bertanggungjawab pada apa yang dikerjakan, sehingga ia layak disebut sebagai pemimpin,” tegasnya.
Lanjut Putra Semau yang telah meraih gelar Doktor dari UKSW Salatiga tersebut, para Kepala Dinas Pertanian di NTT harus kerja extra ordinary dari standar yang biasa-biasa saja agar Pertanian di NTT bisa bangkit menjadi lebih bagus.
“Ukuran kerja bagi kepala dinas itu adalah berapa luas lahan yang tersedia, berapa bibit yang akan ditanam, dan beberapa pupuk yang sudah tersedia untuk digunakan sehingga kerja yang dihasilkan itu layak didapat masyarakat, ” tegasnya.
Gubernur VBL menuturkan, kemiskinan NTT itu melekat di benak seluruh pemimpin. Mulai dari gubernur, bupati/wali kota, dan seluruh kepala dinas. Sehingga kalau ada kepala dinas yang tidak mampu kerja sebaiknya mundur dari jabatan.
“Kita sedang berpikir untuk mendesain program bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, tetapi harus memenuhi kebutuhan bisnis juga agar memberikan kontribusi bagi ekonomi masyarakat secara luas,” tandas VBL seraya membeberkan beberapa kabupaten yang sudah mulai melirik dan cukup berhasil serta memberi tanda-tanda baik dalam hal program pertanian yaitu Sumba Tengah, Manggarai Timur, Rote Ndao, Belu, TTU, dan TTS.
Pembangunan Pertanian di NTT, urai Gubernur VBL, tidak boleh berpatokan pada uang, namun yang menjadi utama itu adalah pemerintah membangun sebuah grand design yang bagus serta bekerja sama dengan pihak swasta supaya akses pertanian itu berjalan baik.
“Kalau Kepala dinas yang tidak kuat kerja minta izin di masyarakat untuk mundur dari jabatan karena kalau bertahan di situ tetapi tidak mampu akan menyengsarakan rakyat,” ujarnya.
Ia menambahkan, grand design yang disusun akan diserahkan kepada Presiden untuk mendapat perhatian, sehingga mendukung Pertanian di NTT. Grand design tidak hanya soal Pertanian tetapi berkaitan dengan ketahanan pangan juga.
Ketua panitia sekaligus Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Lucky Frederick Koli dalam laporannya mengatakan, pelaksanaan rapat koordinasi, evaluasi, dan persiapan penanaman tahun 2022 ini merupakan agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahun, pada awal tahun dan akhir tahun.
Rapat ini untuk me-review musim tanam satu, musim tanam dua, dan sekaligus melakukan pemantapan untuk musim tanam satu pada tahun 2021—2022. Pada musim tanam satu nanti petani NTT akan menanam padi pada 214.000 hektare, jagung pada 308.000 hektare lebih. Untuk penanaman padi yang dilakukan pemerintah pusat dan provinsi akan ditanam seluas 52 hektare dari 214.000 hektare.
“Sembilan puluh persen benih sudah on side di kelompok petani, yang akan ditanami pada dasarian ketiga bulan November sesuai informasi cuaca dari BMKG. Kecuali di pulau Flores Barat sudah mulai tanam karena sudah masuk musim hujan,” jelasnya.
Sementara untuk program tanam jagung panen sapi (TJPS) itu akan ditanam 43.000 hektare dari total 308.000 hektare. Ada 3.000 hektare yang dialokasikan untuk ekspor. Semua benih juga sudah ada di petani yang terintegrasi dengan pupuk subsidi untuk sentra produksi di NTT.
“Untuk mewujudkan itu semua, maka kita perlu menyatukan persepsi, dan langkah-langkah kerja yang baik, demi mencapai target yang diinginkan. Karena curah hujan kita tahun ini panjang, sehingga ancaman genangan untuk lahan pertanian perlu dipikirkan untuk meminimalisir fenomena alam yang akan terjadi, ” pungkasnya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut diantarnya : Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT yang juga adalah Plt. Asisten Administrasi Umum Sekda Provinsi NTT, Johana E. Lisapaly, Kepala Seksi Informasi dan Materi Penyuluhan mewakili Kepala Pusat Penyuluhan Kementerian Pertanian, Para Staf Khusus Gubernur : Toni Djogo dan David Pandie, Direktur Utama Bank NTT, Alex Riwu Kaho, Kepala Dinas PUPR NTT, Maksi Nenabu, dan para Penyuluh Pertanian se-NTT. (*)
Sumber dan foto (*/Sam/Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT)
Editor (+roni banase)